Part 8: Innocent

1.6K 218 26
                                        

R E U N I O N
————————

Di kursi kerjanya Januar meregangkan tubuhnya setelah ia menyelesaikan pekerjaannya hari ini, Januar melirik jam digital di meja kerjanya yang menunjukkan pukul 9 malam. Ia lalu beranjak bangun, mengambil jas-nya yang tergantung. Baru saja berjalan beberapa langkah Januar merasakan ponselnya bergetar, ia melihat nomer asing muncul di layar ponselnya. Sesaat Januar berpikir siapakah orang yang mengubungi nomernya di waktu seperti ini, ia bukan tipikal orang yang memberikan nomernya ke sembarang orang namun akhirnya Januar memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Halo Januar, ini gue Rendy."

Kerutan di dahi Januar menghilang ketika mengetahui orang yang memanggilnya adalah Rendy. "Iya Ren, gimana?"

"Lo lagi sibuk nggak?"

"Nggak, baru aja gue selesai kerja. Ada apa?"

"Gue mau minta tolong, lo bisa nganterin Bian pulang nggak? Dia minum banyak di Lounge sampe mabuk, gue udah hubungin Celine tapi dia masih ada kerjaan terus gue di suruh hubungin lo."

"Oke, gue ke sana," ujar Januar tanpa berpikir panjang dan melanjutkan langkahnya dengan cepat.

***

Sesampainya di Lounge, mata Januar langsung tertuju pada seorang wanita yang sudah tertelungkup di atas meja bar dengan sebagian rambut panjang yang menutupi wajahnya. Rendy yang baru saja selesai melayani pelanggannya beralih pada Januar yang kini berdiri di samping Bian memperhatikannya yang terpejam.

"Tadi gue sibuk banget ngelayanin pelanggan, gue nggak tau kalo Bian bakal minum sebanyak itu sampe mabuk."

Januar beralih menatap Rendy. "Thanks ya udah hubungin gue."

Rendy mengangguk samar. "Lo tau apartemen-nya kan?"

Januar mengangguk.

"Oke. Kalo gitu gue lanjut kerja dulu, gue nitip Bian ya," ujar Rendy, terkadang ia memang seperti figure seorang kakak untuk Bian. Rendy lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Sepeninggalnya Rendy, Januar dengan ragu menyentuh bahu Bian, ia perlahan menggoyangkan bahunya membangunkan wanita itu.

"Bian ...."

Dahi Bian mengerut, perlahan matanya terbuka dan menatap wajah Januar dengan mata menyipit. "Hm?"

"Ayo bangun, gue anterin lo pulang."

"Januar?"

"Iya, ini Januar. Come on wake up." Januar berusaha membantu Bian bangun.

"No ... no ... gue masih mau minum." Kepala Bian menggeleng lemah.

"You're drunk, Bian."

"No, I'm not." Itu artinya Bian sudah benar-benar mabuk.

Januar mendengus samar, ia kembali berusaha membangunkan Bian untuk berdiri dan wanita itu akhirnya menurut. Januar lalu memapahnya namun Bian justru terkulai dalam dekapannya sehingga membuat Januar sedikit terkejut. Ia berusaha mengatur napasnya ketika merasakan detak jantungnya berdebar cepat, Januar lalu memapah Bian keluar dari Lounge menuju mobilnya.

Saat sudah sampai di depan pintu apartemen, Januar terdiam sementara Bian masih dalam rangkulannya. "Bian, password apartemen lo apa?"

Bian dengan mata terpejam namun masih bisa mendengar ucapan januar bergumam. "Apartemen?"

"Iya, password apartemen lo apa?" ulang Januar sangat sabar.

"Oh ... itu ...." Bian sedikit membuka matanya, ia mendongak menatap Januar yang lebih tinggi darinya hal tersebut membuat Januar turut menurunkan pandangannya pada Bian. "Tanggal lahirnya Pram." Bian kembali memejamkan matanya dengan kepala yang terkulai di bahu Januar.

ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang