R E U N I O N
————————Bian berjalan masuk ke Apartemennya dengan langkah berat. Begitu menemukan sofa ia pun mendudukan tubuhnya di sana dan meletakkan tas-nya begitu saja. Mendadak Bian seperti kehilangan semangat. Bahunya meluruh lemas dengan tatapan mengambang ke depan.
Memang, tidak semua hal bisa berjalan dengan mulus, selalu ada kejutan yang menanti di depan sana. Namun, Bian tidak pernah mengira kisah cintanya akan menjadi serumit ini bahkan ketika dia belum memulainya. Ada keraguan dalam hati Bian, entah ia harus melangkah maju atau mundur sebelum semuanya menjadi lebih jauh. Tentunya, apapun keputusan yang ia ambil akan ada konsekuensinya. Jika Bian memilih untuk mundur, maka ia harus siap melepaskan Januar dan melupakannya. Begitu juga jika Bian memilih untuk maju, entah jalan seperti apa yang akan Bian hadapi, yang pasti Bian bisa membayangkan betapa terjalnya jalan itu.
Lamunan Bian buyar karena suara ponselnya, ia pun mengambil tasnya dan memeriksa ponselnya. Melihat nama Januar yang memanggil membuat Bian berpikir sejenak. Ia memutuskan untuk mengangkatnya.
"Hai, I just arrived at home. Kamu di mana?"
"Aku juga baru sampe di rumah. How was your day?"
"Sangat melelahkan. Kamu ingat Jethro, kakak aku? he is here."
"Oh really?" Bian berusaha untuk tetap terdengar bersemangat namun ia merasa energinya sudah habis terkuras untuk berpikir. Dalam benaknya Bian ingin langsung menanyakan perihal perjodohan itu kepada Januar. Tapi, ia merasa ragu apakah ini waktu yang tepat?
"Kamu baik-baik aja, Bian?"
Oh, nampaknya kini Januar sudah bisa membaca isi pikiran Bian.
Bian akhirnya menghirup napas dalam dan perlahan menghembuskannya. "Aku ... udah denger soal perjodohan itu dari Addison."
Terdiam sejenak. "Tunggu, aku ke sana," ucap Januar lalu mengakhiri panggilannya.
Selagi menunggu Januar, Bian memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian, bersamaan dengan dirinya yang baru selesai, Bian mendengar bell apartemennya berbunyi. Ia lantas keluar untuk membuka pintu.
Aroma vanilla yang khas tercium oleh hidung Januar. Ia pun melangkah masuk dan memeluk Bian untuk menghirup aromanya sejenak. Januar kemudian menatap Bian lekat, memperhatikan wajah cantik yang ada di hadapannya.
"Kamu udah makan?" Itu adalah hal pertama yang Bian tanyakan. Januar pun menggeleng.
"Sama, kalo gitu. Mau pesen makan apa?" Bian seraya mengajak Januar menuju ruang tengah.
"Aku mau jelasin dulu soal—"
"Sst." Bian meletakkan jari telunjuknya di bibir Januar. "Udah, nanti dulu ya. Aku laper banget, sekarang kita pesen makan dulu."
Januar terkekeh pelan, ia pun mengangguk.
***
"Soal perjodohan itu ... aku harap kamu nggak khawatir mengenai hal itu." Januar membuka pembicaraan di tengah-tengah makan malam mereka. Ia tidak tahan lagi untuk tak membahasnya, Januar merasa Bian harus tahu bagaimana posisi Januar dalam hal ini.
Bian tersenyum tipis, ia yang semula menunduk menatap makanannya beralih pada Januar. Dalam matanya, Bian melihat keseriusan, tidak ada keraguan sedikitpun pada Januar. Lelaki itu menatapnya serius.
"Aku dan Addison sepakat buat nolak perjodohan itu dan akan berusaha membatalkannya."
"I know, I trust you." Bian berusaha percaya pada Januar, di lain sisi ia juga berusaha meyakinkan hatinya bahwa apa yang Januar katakan itu sungguh-sungguh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reunion
Romance18+ Ditengah krisis kepercayaan akan cinta dan trauma yang Bian alami, Januar-seseorang dari masa lalu Bian-hadir menawarkan kisah cinta indah nan romantis. *** Pertemuan Fabiane Alexandra dan Januar Liem di acara reuni SMP membuat keduanya terlibat...