Part 15: Bloom

1.7K 198 43
                                    

R  E  U  N  I  O  N
————————

Bian mempercepat langkahnya begitu melihat mobil Januar yang sudah terparkir di depan kantornya. Kaca mobil lelaki itu perlahan terbuka, wajahnya muncul menyapa Bian dengan senyum manisnya. Bian membalasnya dengan senyum lebar, sorot matanya yang semula lelah menjadi berbinar.

"Hi, how was your day?" tanya Januar begitu Bian sudah duduk di sebelahnya.

"Melelahkan seperti biasa, what about yours?" Bian seraya memasang sabuk pengaman.

"Sama. Tapi setelah liat lo, gue jadi nggak capek lagi."

Bian sedikit terkejut lalu ia tertawa begitu juga Januar.

"Well, should we go now?"

"Sure."

***

"Steak or pasta?"

"I like both but this time I prefer steak."

"Okay." Januar mengambil daging sirloin lalu memasukannya ke troli.

"Vanilla atau coklat?" Bian yang sedang memilih es krim menoleh ke arah Januar yang sibuk memilih bahan makanan.

"Um ... actually I like strawberry."

Dahi Bian mengerut, jarang sekali ada pria yang menyukai es krim strawberry. "Okay." Bian memasukkan satu cup besar Häagen Dazs strawberry, ia terdiam melihat isi troli yang hampir penuh. Sudah sangat lama Bian tidak belanja seperti ini, apalagi yang berkaitan dengan bahan makanan. Sepertinya terakhir kali ia berbelanja bahan makanan adalah beberapa bulan yang lalu ketika ibunya mengunjunginya.

"Sejak kapan lo bisa masak?" tanya Bian melangkah di samping Januar yang mendorong troli.

"Sejak gue pindah ke US. Mau nggak mau gue harus belajar ngelakuin semuanya sendiri."

"Berarti, sejak lulus SMP lo pindah ke US dan selama itu lo tinggal sendiri?"

Januar mengangguk.

Seketika muncul rasa malu dalam diri Bian, hingga lulus kuliah dirinya masih diurusi oleh ibunya, ia bahkan tidak pandai melakukan sesuatu serba sendiri. Bian mulai belajar melakukan semuanya setelah ia bekerja dan tinggal berpisah dari keluarganya.

"Terus, selain sekolah lo sibuk apa aja?"

"Mm ... kerja part time. Gue pernah jadi barista, waiter, kurir, terus pernah juga jadi sales. Banyak sih."

Bian tercengang, ia benar-benar tertohok mendengarnya. Tidak habis pikir bahwa orang sekaya Januar saja mau melakukan pekerjaan paruh waktu, sedangkan dirinya dulu selain sibuk kuliah ia hanya sibuk nongkrong bersama teman-temannya. Bian menelan salivanya, jika dibandingkan dengan Januar, posisi dirinya jauh di bawah sana.

"Kenapa lo mau repot-repot kerja kayak gitu? Padahal orang tua lo 'kan udah kaya."

"Biar gue tau gimana susahnya cari uang dan bisa lebih menghargai orang-orang yang kerja buat gue," ujar Januar selagi dirinya memilih sayuran yang segar.

Tidak ada kata-kata yang mampu Bian ucapkan selain menatap Januar penuh kekaguman. Ternyata benar, Januar is to good to be true. Kepribadiannya yang sebaik rupanya membuat Januar seolah tidak nyata, layaknya karakter fiksi yang keluar ke dunia nyata. Seolah tak pernah ada kata yang cukup untuk menggambarkan dirinya.

"Ada lagi yang mau lo beli?" Januar menoleh menatap Bian yang melamun memandangnya.

Bian segera menggeleng. "Nggak ada."

ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang