Part 25: Emotion

474 72 11
                                    

R E U N I O N
————————

Januar duduk degan gelisah menanti kedatangan kakak laki-lakinya. Usai pertemuan singkatnya beberapa saat lalu, ia tak memiliki waktu untuk bertanya, terlebih, rasanya tidak leluasa jika Januar menginterogasi Jethro pada saat itu juga. Lebih baik jika hanya ada mereka berdua, Jethro pasti tidak akan bisa mengelak.

Akhirnya begitu mendengar langkah kaki seseorang, Januar tersentak berdiri menyambut Jethro yang memasang ekspresi pasrah.

"So?" Januar tidak berbasa-basi lagi.

Jethro menghela napas seraya menyisir surai hitamnya ke belakang. Ia melangkah dan duduk di sofa, sementara Januar tak melepaskan pandangannya dari Jethro.

"Lo pacaran sama Addison?"

Jethro membalas tatapan Januar. "I was."

Jawaban Jethro membuat Januar mengerut dalam. "Maksudnya?"

"Tadinya gue pacaran sama Addison, tapi dia sempat putusin gue, dan sekarang kita deket lagi."

"Yaudah, itu tetap nggak merubah fakta hubungan kalian 'kan? Kalian sama-sama suka dan itu bisa dijadikan alasan untuk batalin perjodohan gue sama Addison."

Jethro hanya terdiam menatap ke depan dan perlahan membuang napas panjang. Ia kembali menatap Januar, tanpa berbicara apa-apa, Jethro hanya menepuk bahu Januar kemudian beranjak pergi menuju kamarnya. Meninggalkan Januar dengan wajah penuh tanda tanya melihat gelagat kakaknya.

***

Kedua lelaki dengan setelan semi formal itu melangkah beriringan memasuki Villa mewah milik orang tuanya. Mereka datang atas permintaan Lilliana yang ingin makan siang bersama anak-anaknya.

Seraya berjalan masuk, Januar dan Jethro saling melirik. Lewat tatapannya Januar berbicara seolah bahwa ini waktu yang tepat untuk berbicara mengenai hubungan Addison dan Jethro, namun Jethro membalasnya seakan dia tidak ingin membicarakan itu hari ini.

"Kalian ngapain sih?" Kedatangan Sinclair mengalihkan atensi mereka. Januar dan Jethro segera memandang ke depan dan mempercepat langkahnya menuju ruang keluarga untuk menyapa ibu mereka.

Sinclair hanya memandang heran kedua lelaki yang berjalan di depannya. Meski memiliki sikap yang bertolak belakang, anehnya mereka selalu beriringan bagai sepasang sepatu.


Lilliana memeluk anaknya satu per satu, melepaskan kerinduan akan sosok yang sulit ia temui selama mereka dewasa karena kesibukan masing-masing. Mulai dari putri kesayangannya, Sinclair. Kemudian Jethro, anak tengah yang tingkahnya selalu membawa kejutan. Terakhir Januar, si bungsu kesayangan semua orang. Mereka pun kemudian langsung menuju meja makan, pelayan satu persatu membawakan hidangan dan melayani mereka.

"Sinclair, nanti malam bisa 'kan temani mami datang ke acara Gala Dinner?"

"Yes, Mam."

Pandangan Lilliana beralih pada Januar. "Kenapa kamu nggak mengajak Addison, Januar?"

Januar terdiam, melirik Jethro singkat. "Addison lagi ada urusan sendiri, Mam." Kilah Januar sementara Jethro sedang asik menikmati makanannya sendiri.

"Begitu? Ya sudah, nanti mami cari waktu agar kita bisa dinner bersama Addison."

Mata Januar melebar, ia menyikut tangan Jethro. Memberikan isyarat agar Jethro segera mengatakan yang sebenarnya, namun kakaknya itu tak acuh. Hal tersebut akhirnya membuat Januar kesal, ia menghela napas dalam.

"Mam, sebenarnya—"

Sebelum Januar menyelesaikan kata-katanya, Jethro langsung menginjak kaki Januar dan meliriknya tajam seolah itu menjadi peringatan agar Januar mengurungkan ucapannya. Keduanya saling melemparkan tatapan tajam seakan tak ada yang mau mengalah.

"Kenapa?" Lilliana memandangan Januar yang belum menyelesaikan perkataannya.

Januar pun mendengus panjang, ia memutuskan untuk mengalah. Menatap Lilliana kemudian menggeleng samar. "Nggak apa-apa."

***

"Lo gimana sih?! Lo 'kan udah janji mau bantu gue. Kenapa tadi lo nahan gue buat bilang yang sebenernya ke mami?! Sedangkan lo sendiri nggak mau ngomong." Januar memandang kakaknya penuh amarah setelah mereka berada di halaman luar hendak pulang.

"Tapi nggak sekarang, Januar. Gue butuh waktu! Tenang aja, gue pasti bilang ke mami kok!" Jethro tak kalah kesalnya.

Sementara itu, Sinclair yang baru keluar memandang kedua adiknya yang tengah berdebat. Ia pun menghampiri mereka.

"Kalian kenapa sih?!" Sinclair berusaha melerai.

Januar dan Jethro pun lantas mendengus frustasi, keduanya melempar pandangan ke arah lain secara bersamaan. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Sinclair sehingga membuat kakak pertamanya itu makin kebingungan.

"Kalian ada masalah apa? Coba bilang sama aku, siapa tahu aku bisa bantu."

Tak ada satu pun dari mereka yang menjawab, Januar pun memilih pergi lebih dahulu, masuk ke mobilnya dan meninggalkan Villa. Sementara itu Jethro hanya bisa menggaruk pelipisnya yang gatal karena pusing. Ia beralih pada Sinclair.

"Nggak ada apa-apa kok, Kak. Cuma masalah kecil aja. Aku pergi dulu, kakak hati-hati, ya." Jethro menyentuh lengan Sinclair dan pergi menuju mobilnya.

Sinclair hanya bisa membuang napas panjang melihat kepergian adik-adiknya. Januar dan Jethro memang sering bertengkar, apalagi Jethro sangat suka mengganggu Januar. Tapi itu saat mereka masih sama-sama remaja. Sementara saat ini, berdebatan yang membuat mereka sampai bersitegang pasti penyebabnya bukan sekedar masalah kecil seperti yang Jethro katakan. Sinclair yakin, pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan.

***

Januar membuka dua kancing kemeja teratasnya agar ia bisa bernapas dengan lega, meredakan kekesalannya terhadap Jethro. Ia yang semula hendak pulang ke kediamannya memutar arah menuju apartemen Bian. Hanya Bian yang dapat menenangkan perasaan Januar

Di depan pintu apartemen, Januar semula ingin menekan bel mengurungkan niatnya dan memilih untuk masuk sendiri, ia sudah hafal sandi apartemen Bian. Januar pun melangkah masuk, ia sengaja tidak menghubungi Bian karena ingin memberikan kejutan kepada wanita itu. Saat melihat Bian yang tengah berada di dapur, Januar lantas memeluknya dari belakang dan berhasil membuat Bian tersentak.

Januar tersenyum puas, ia tak membiarkan Bian membalikan tubuh untuk menghadapnya.

"I miss you." Januar semakin mengeratkan pelukannya seraya menghujani leher Bian dengan kecupan mesra.

"Januar?"

Januar hanya bergumam, ia menyibakkan rambut Bian yang terurai ke samping sehingga dirinya bisa dengan leluasa mengecupi tengkuk leher perempuan itu.

Bian yang masih terkejut akan godaan Januar yang secara tiba-tiba tak kuasa menahan lenguhannya. Ia berusaha membalikkan tubuhnya menghadap Januar dan ketika dirinya berhasil, Januar justru mencium bibirnya, tidak memberikan kesempatan kepada Bian untuk berbicara.

Di tengah-tengah ciumannya, mata Bian tiba-tiba terbelalak dan langsung mendorong tubuh Januar menjauh darinya. Hal tersebut justru membuat Januar menatapnya dengan bingung.

"Kenapa?"

Bian yang masih terkejut menatap ke arah lain. "Mamah."

"Mamah?" Januar mengulangi ucapan Bian, ia kemudian memutar tubuhnya dan ketika tatapannya bertemu dengan seorang wanita yang mirip dengan Bian, tubuh Januar langsung membeku seperti tersiram oleh air es. Sangat dingin. Sampai-sampai dirinya tak bisa berkutik.

ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang