Ku dengar suara burung pipit riuh di atas rumahku. Ku lirik langit melalui jendela ruang tamu yang baru saja aku buka. Rupanya mentari pagi ini tertutup oleh gumpalan awan hitam. Mungkin kawanan burung pipit itu sedang ribut mencari tempat berlindung.
"Zulfi buruan! Udah mau hujan!" Teriakku sambil merapikan jilbab.
Ku percepat gerakanku menyelesaikan persiapan ke sekolah, agar tidak kejatuhan muatan awan hitam di perjalanan. But sh*t, gerakanku kalah cepat. Baru saja selesai mengenakan sepatu, muatan awan hitam itu berjatuhan, diikuti tiupan angin yang lumayan kencang. Dengan berat hati aku kembali melepas sepatu dan segera mengenakan mantel.
"Buruan gih pake mantel!" Perintahku begitu Zulfi muncul. Ayah yang belum pulang kerja dan Ibuku yang sedang tidak enak badan membuatku terpaksa mengantar Zulfi.
"Hati-hati ya Nai, jangan ngebut." Ucap Ibu saat aku menyalaminya.
"Assalamualaikum." Ucapku bersamaan dengan adikku.
"Waalaikumsalam."
"Zul pegangan ya. Jangan banyak gerak."
"Oke Mba."
Dingin yang kurasakan selama perjalanan jauh lebih dingin dari AC di kamarku. Terasa bagian leher basah, sudah pasti air hujan berhasil menyelinap celah mantel. Rasa serupa muncul di paha.
"Udah sana. Jangan lari!" Ucapku begitu sampai di halaman sekolahnya.
'Percuma pake mantel.' Gerutuku sebal. Bagaimana tidak?Baru setengah jam perjalanan bajuku sudah basah semua.
Sesampainya di sekolah bajuku seperti baru keluar dari mesin cuci, basah dan kusut. Aku menjadi pusat perhatian anak kelas dua belas yang sedang duduk di teras. Memalukan.
"Ra, kamu ngga pake mantel?" Pertanyaan pertama yang aku dengar begitu sampai di depan kelas.
"Pake,tapi ya gini deh."
"Aku rasa dari dulu setiap hujan kamu kaya ngga pake mantel tau. Basah mulu." Teman yang lain menimpali.Aku hanya tersenyum. Pertanyaan serupa kembali aku dengar begitu masuk kelas.
"Ah sebal!"Ucapku sambil mengatur posisi tempat duduk.
"Basah banget Ra, kamu ngga pake mantel apa?" tanya Rida.
"Pake, tapi yang bawah tuh terbang-terbang mulu."
"Emang kamu makenya gimana?"
"Kancingnya di depan."
"Oalah, pantes aja, harusnya itu di belakang." Ucapnya sambil menggelengkan kepala.
"Kenapa ngga minta anterin Ayahmu aja?"
"Ayah dinas malam, belum pulang."
Setelahnya dia diam, tak memberiku lebih banyak pertanyaan.Duduk tepat di bawah kipas angin membuatku semakin menggigil. Ku lirik bawah meja, rupanya sudah seperti kolam.
"Nai."
Aku menoleh ke sumber suara.
"Nih pake." Rizky menyodorkan jaket untukku.
"Ngga usah, pake kamu aja."
"Ngga papa, bibirmu biru, nanti masuk angin."
Akhirnya aku terima jaketnya karena kau teringat pada perkataan Ayahku, bahwa kita tidak boleh menolak pertolongan orang lain, sebab bisa membuat kita dicap sombong oleh Allah.
"Thank you."
Dia mengangguk. Lantas kembali ke tempat duduknya. Biasanya dia duduk tepat di depan kami,tapi untuk hari ini tidak.
"Cie..." Rida si peledek mulai beraksi.
"Apaan sih? Emang kamu tahu artinya cie?"
"Cinta itu enak."Jawaban Rida membuatku mengernyitkan dahi.
"Kamu suka sama Rizky yah?" Ucapnya setengah berbisik.
"Kamu kali."
"Engga lah. Udah kalo suka bilang aja, diliatin aja ketawa sendiri."
Tak bisa dipungkiri, setiap kali Rizky menatapku, tanpa sebab aku bisa tertawa sendiri. Jangankan ditatap, berada di dekatnya pun terkadang bisa membuatku tertawa sendiri. Aku tak tahu mengapa,tapi sungguh, aku tak menyukainya.
Awal mula dia meledekku adalah saat aku mengatakan bahwa Rizky lumayan manis. Seketika dia beranggapan aku menyukai Rizky. Bukan hanya Rizky, setiap kali aku memuji laki-laki pasti dia selalu berpikiran yang sama. Tapi jangan berpikir bahwa aku fuckgirl,playgirl, atau sejenisnya, jalan di depan cowok aja nunduk masa mau jadi fuckgirl. Walaupun Rida becanda, tapi terkadang sukses membuatku jengkel.
Pada jam pertama ini diisi oleh Bu Rindi, pengajar ekonomi. Penampilannya sederhana, tapi menyenangkan untuk dipandang. Bahasanya campuran tapi mengesankan. Beliaulah yang berhasil membuatku terpikat pada ekonomi, akuntansi pada khususnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonders || END
Novela JuvenilZunaira, anak dari seorang perawat, tapi berusaha menjauhi jurusan berbau kesehatan. Suatu kegiatan membuatnya jatuh hati pada sosok perawat.Keterpikatan yang muncul sejak jumpa pertama,dalam perkenalan yang sepihak. Lantas terpisahkan oleh ruang...