Nine :Tears 2

13 1 0
                                        


Sore harinya Zulfi mencoba masuk ke kamarku, tapi tidak aku bukakan pintu. Padahal Ayah dan Ibu sudah membujukku untuk membukakan pintu.

"Nai, ini Adikmu mau masuk loh, masa ngga dikasih izin," ucap Ibu.

"Barang sebentar Nai. Liat deh, Zulfi nyoba bikin nasi goreng buat kamu loh," ucap Ayah. Jujur aku tersentuh. Bagaimana tidak? Aku tahu betul, Zulfi mengupas bawang aja tidak bisa, dan aku tahu bahwa Ayah tidak mungkin berbohong. Artinya, Zulfi memang berusaha keras untuk membuat nasi goreng, walaupun aku yakin dibantu oleh mereka. Tapi aku tetap tidak membukakan pintu.

"Ya udah deh, kalau Mba Nai ngga mau bukain pintu. Zulfi minta maaf ya, ini nasi gorengnya di depan pintu."

Aku baru keluar kamar lagi setelah malam, dan mendapati nasi goreng itu masih di sana. Ya rasanya memang aneh, tapi aku berusaha untuk menghabiskan. Lalu, setelah itu aku berbaur dengan keluargaku dan mulai bersikap seperti biasa.

***

Berhari-hari aku menunggu update story Mas Akbil dari Afna. Walaupun aku telah melihat kiriman Mas Akbil di instagram, tapi hatiku masih ingin bertahan memeluk nama Mas Akbil.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun muncul, notif dari Afna. Rutinitas chat-ku dengan Afna adalah gambar dan ucapan terimakasih, kemudian dua ceklis biru. Di gambar itu nampak Mas Akbil yang tengah duduk di gasebo pada sebuah pantai,mengenakan kaos abu-abu, tersenyum.

Entah siapa nanti yang akan menjadi penikmat senyummu setiap hari, setidaknya untuk saat ini tak masalah jika aku ikut menikmati.

Kemudian muncul pesan lagi dari Afna, tapi bukan update story Mas Akbil. Melainkan tangkapan layar chat-nya dengan Mas Akbil.

Afna : Ka, besok aku mau daftar.

Ka Akbil : Mau Mas antar?

Afna : Ngga usah Ka, besok sama Abi. Aku juga malu.

Ka Akbil : Ngga papa, kebetulan Mas jadi duta promosi kampus. Biasanya ada yang bingung pas ndaftar.

Afna : Iya Ka, gampang kalo aku bingung chat Kaka.

Pipiku hangat oleh aliran sungai kecil. Sementara tanganku mulai dingin.

'Afna panggilnya Ka, kenapa dia Mas?'

Naira : Kamu daftar besok Na?

Afna : Iya Ra. Duh jadi makin deket deh sama Ka Akbil.

Naira : Ngga papa kalau kamu deket.

Afna : Masa?

Naira : Deket aja kan? Ngga nikah?

Afna : Kalau nikah gimana?

Naira : Ngga papa juga, yang penting aku undang ya Na..

Afna : Emangnya kamu beneran suka sama Ka Akbil?

Naira : Munafik kalau bilang engga.

Afna : Lebih munafik lagi kalau aku suka dia Ra.

Aku hanya membaca chat-nya. Tidak menutup kemungkinan jika nantinya dia suka sama Mas Akbil, terlebih mereka satu jurusan. Tak apa sebenarnya. Karena aku sadar, membenci dan mencintai sesuatu adalah hak semua orang.

Pandanganku kosong menatap langit-langit kamar. Aku berusaha memejamkan mata, bukanya gelap malah wajah Mas Akbil yang terlihat. Akhirnya aku kembali membuka mata, mencoba untuk berhitung. Entah pada hitungan ke berapa aku tertidur.

Wonders || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang