Twenty Two : Meet Again

8 1 0
                                        


Dengan semua kesibukan yang aku jalani membuat waktu terasa semakin cepat berlalu. Besok malam adalah malam tahun baru. Aku memutuskan untuk pulang karena tahun baru yang lalu aku ada di kota orang.Aku rasa baru kemarin jadi mahasiswa, tapi ternyata tiga semester lagi aku tidak menyandang gelar mahasiswa.

"Assalamualaikum," ucapku setelah memencet bel.

Aku sampai di rumah pukul 8 malam karena aku berangkat dari Tangerang agak sore.

"Aku harap mereka tidak pergi."

"Waalaikumsalam." Akhirnya terdengar jawaban, dari Zulfi.

Tak lama kemudian dia muncul dari balik pintu. Setelah aku menyalaminya aku masuk.

"Ayah Ibu ngga di rumah?"

"Di rumah. Lagi di kamar, Ayah baru pulang kerja."

Aku mengangguk-angguk, sudah pasti Ibu tengah menyiapkan baju ganti untuk Ayah.

"Eh Naira, sampai kapan?" Ibu muncul.

"Barusan." Aku mendekat lantas menyalaminya.

"Udah makan?"

Aku mengangguk.

"Ibu cari apa?" Tanyaku saat Ibu mulai celingukan.

"Aray ngga nganter kamu pulang lagi?"

"Ya engga lah, emang dia supir Naira."

"Bicara supir Ibu jadi inget rewang baru. Satu bulan yang lalu kita kedatangan rewang baru, Bi Minah. Tapi sekarang beliau sedang pulang kampung."

Aku mengangguk-angguk.

"Si Aray emang ngga nawarin buat nganter kamu pulang?"

"Astaga Ibu, Mas Aray lagi Mas Aray lagi."

"Udah cocok ko Mba, yang satu hobi ngumpetin barang yang satu hobi nggembesin ban mobil." Zulfi ikut meledek.

"Tau dari mana?"

"Ayah pernah cerita, dulu sekalian cerita Ayah sama Ibu bisa ketemu."Aku memutar bola mata, sudah malas melanjutkan topik. Pantas saja pada saat itu mereka langsung ganti topik.

"Ayah." Aku segera berhambur ke Ayah saat Ayah keluar kamar. Wangi sabun yang menyeruak membuatku enggan melepas pelukanku.

"Nyampe kapan?"

"Lumayan lama sih." Ayah berjalan menuju sofa dengan aku yang masih memeluknya. Begitu duduk, aku bersandar di bahunya.

"Oya kamu belum bersih-bersih kan?" tanya Ibu.

Aku menggeleng.

"Bersih-bersih dulu gih."

Akhirnya aku beranjak. Usai bersih-bersih aku menuju ke meja belajar, membuka buku diaryku yang tertinggal saat lebaran kemarin.

"Kebuka?" tanyaku heran pada diri sendiri. Seingatku aku selalu menutup buku diaryku setiap kali habis menulis, dan menaruhnya di tempat yang sulit dijangkau orang.

"Ah mungkin aku yang lupa." Aku berpositif thinking.

***

"Naira...Ayo buruan turun!" teriak Ibu.

Malam ini kami berniat untuk ke alun-alun. Tak bermaksud untuk merayakan tahun baru, hanya ingin melihat kembang api. Terlebih aku sudah sangat rindu dengan keramaian kotaku.

Kami sampai di alun-alun sekitar pukul setengah sembilan.

"Belum terlalu rame ternyata."

"Karena jam dua belasnya masih lama," Ibu meresponku.

Wonders || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang