Sejak video call kami pada hari itu, Laila, Maya, dan Mutia tak henti-hentinya membicarakan rencana kami,sampai datang hari yang ditunggu-tunggu.
"Yeah! Akhirnya dateng juga harinya." Ucap Laila seperti sudah tidak sabar.
Masih tetap sama ketika kita berempat berkumpul, bercerita dan membuat heboh. Sampai beberapa kali dilirik oleh sopir travel.
"Masih lama ngga si Nai?" tanya Mutia yang aku rasa sudah mulai sakit punggung.
"Tiga jam lagi, kurang lebihnya." Mereka menghela napas.
"Tidur aja kali ya?" ucap Maya sambil mencari posisi ternyaman. Hal yang serupa dilakukan pula oleh Laila dan Mutia. Tapi aku memilih untuk membuka Instagram. Di tengah keasyikanku menyekrol beranda, aku kembali teringat dengan cerita Mas Aray.
Naira: Mas.
Mas Aray seperti selalu stand by di room chat-ku, begitu aku mengirim pesan langsung dia balas.
Mas Aray : Ya, gimana?
Naira: Mau tau lanjutan cerita yang dulu.
Mas Aray : Haha,masih inget rupanya.
Naira : Aku penasaran banget tau.
Kemudian Mas Aray menelepon dan segera aku angkat.
"Assalamualaikum." Kali ini aku yang mendahului salamnya.
"Waalaikumsalam. Lagi di mobil yah?"
"Iya, mau pulang."
"Ko ngga bilang? Kan bisa aku yang antar."
Mau mas antar?
Kalimat Mas Akbil untuk Afna tiga tahun yang lalu kembali terngiang.
"Temen-temenku juga ikut. Nanti rusuh deh."
"Oh, maunya cuma kita berdua? Ya udah kalo gitu tinggal mereka naik travel kamu sama aku."
Tanpa sadar kedua ujung bibirku tertarik membentuk garis lengkung.
"Apaan sih. Males banget deh."
"Ko jadi lucu sih suaranya? Pasti lagi senyum-senyum yah?"
Bibirku semakin membentuk garis lengkung.
"Ngapain juga senyum-senyum."
Mas Aray tertawa.Aku tak tahan lagi. Kali ini senyumku benar-benar mengembang hingga menampakkan deretan gigi.
"Gimana ceritanya?" ulangku.
"Sampai mana kemarin?"Aku berusaha mengingat-ingat.
"Sampai laki-laki yang terkadang merindukan si perempuan itu."Kataku setelah berhasil mengingat sepenggal cerita tujuh hari yang lalu.
"Awalnya laki-laki itu menyangkal bahwa dia merindukan perempuan itu. Tapi hati tak bisa berbohong pun tak bisa dibohongi. Lambat laun laki-laki itu akhirnya sadar bahwa ternyata dia memang merindukan perempuan itu, dan ingin menjadikannya pendaming hidupnya. Tapi laki-laki itu tak punya keberanian untuk mengutarakannya.Banyak hal yang ia pertimbangkan. Salah satunya adalah rasa takut perempuan itu menjauh. Dia juga merasa dia tengah bersaing dengan sesuatu, tapi dia tak tahu siapa." Seperti kemarin, Mas Aray selalu berhenti di tengah-tengah cerita, membuatku semakin penasaran.
"Lalu?"
"Walau begitu, dia tetap fokus pada perempuan itu. Tak peduli siapa yang tengah menjadi saingannya. Tapi tak bisa dipungkiri, rasa takut kehilangan selalu ada. Takut perempuan itu tak bisa dia miliki, seperti penghuninya yang tak akan pernah bisa dia miliki."
"Seberapa berharganya penghuni itu sebenarnya?"
"Sangat berharga," ucapnya datar.
"Kalau begitu kenapa laki-laki itu tak mengejarnya?"
"Karena Allah belum mengizinkan laki-laki itu untuk menemuinya."
"Kemana sebenarnya perempuan itu pergi?" Rasa penasaranku tak terbendung lagi. Hari ini, cerita ini harus selesai.
"Ke Surga."
Jleb!
Entah mengapa aku ikut merasakan sakit. Bulu kudukku juga berdiri.
"Dia adalah perempuan yang sangat kuat, sangat baik. Dia menanggung semua beban derita seorang diri, tak pernah mau berbagi dengan siapapun, termasuk kepada rumahnya. Dia selalu menyembunyikan derita itu dengan tawa. Laki-laki itu tak pernah menyangka bahwa menghuninya mengidap kanker." Mas Aray kembali berhenti. Aku mendengar dia seperti terisak.
"Kamu nangis Mas?"
"Engga, aku lagi flu. Mau dilanjut?"
"Hem."
"Suatu hari, penghuninya tiba-tiba mengajaknya untuk ke danau. Pada hari itu dia sangat manja. Dia meminta agar rumahnya menceritakan tentang rencana-rencananya. Laki-laki itu pun menceritakan semua rencananya, salah satunya adalah keliling dunia bersama penghuninya. Kemudian penghuninya mulai berkhayal, seakan-akan pada saat itu keduanya tengah ada di suatu negara. Laki-laki itu ikut terjun dalam khayalan penghuninya, membantu penghuninya untuk merangkai cerita khayalan yang indah. Di tengah-tengah khayalan itu, tiba-tiba penghuninya tak sadarkan diri." Mas Aray kembali terdiam. Kali ini lebih lama, dan aku tak berani untuk berbicara.
"Setelah itu, laki-laki itu membawa penghuninya ke rumah sakit. Hatinya benar-benar bergemuruh. Begitu dokter keluar dari ruangan, barulah dia tahu bahwa penghuninya mengidap kanker, kanker otak." Suara Mas Aray parau pada kalimat terakhirnya.
Aku serasa ikut terbawa dalam peristiwa itu, seakan-akan ikut menyaksikan adegan yang memilukan.
"Benar-benar sudah sangat terlambat.Kanker otaknya sudah stadium akhir. Lama sekali penghuninya tak sadarkan diri. Dengan menggenggam tangan penghuninya dia terus merapalkan doa, berharap Allah memberi keajaiban pada penghuninya. Setelah lima jam tak sadarkan diri, akhirnya penghuninya membuka mata. Dalam keadaannya yang seperti itu, dia masih bisa tersenyum. Menatap lekat laki-laki itu, kemudian berkata..." Suara Mas Aray semakin parau, dan mataku mulai berkaca-kaca.
"'Maafkan aku tak bisa ikut mewujudkan mimpimu. Tapi kita telah merangkai cerita yang indah bukan? Anggaplah saat itu kita memang benar-benar tengah berkeliling dunia. Sekarang aku pergi ya. Aku akan selalu mencintaimu. Tetap bahagia dan membahagiakan.' Kemudian dia menarik kedua ujung bibirnya. Tersenyum untuk yang terakhir kalinya."
Kali ini air mataku benar-benar jatuh.
"Soal perempuan itu?"
"Semangat banget. Bersambung dulu ya."
"Yah, tanggung."
"Tanggung gimana, orang masih panjang juga."
"Hem, ya udah deh. Tapi bener ya, kapan-kapan dilanjut lagi."
"Insyaallah.Kamu istirahat gih. Temen-temenmu juga pasti lagi tidur kan?"
"Ko tahu?"
"Kalau mereka ngga tidur pasti udah ngerecokin dari tadi."Aku tertawa kecil.
I believe that in every laugh there must be a hidden wound.
Aku takut bahwasannya cerita Mas Aray ini tidak sekadar cerita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonders || END
Teen FictionZunaira, anak dari seorang perawat, tapi berusaha menjauhi jurusan berbau kesehatan. Suatu kegiatan membuatnya jatuh hati pada sosok perawat.Keterpikatan yang muncul sejak jumpa pertama,dalam perkenalan yang sepihak. Lantas terpisahkan oleh ruang...