Delapan hari dengan lima belas mata pelajaran telah terlewati. Tapi sungguh, itu bukan waktu yang mudah untuk kulewati, terlebih Senin besok sudah Ujian Nasional. Rasanya demikian cepat, padahal aku baru benar-benar menikmati masa putih abu-abuku.
Aku teringat dengan keusilan Rida, ledekannya Rizky, dan dengan semua teman-temanku. Manis, hingga pahit sekalipun.
Rida adalah teman terusil sepanjang SMA. Dia selalu menyenggol tanganku jika aku sedang menulis. Dia yang selalu meledekku dengan Rizky. Dia yang selalu bikin aku tertawa, sebal hingga nangis sambil tertawa.
Nana,dia adalah teman terbaik buat bercerita,mencari solusi, dan meminta pendapat. Dia adalah pendengar yang baik,tapi bukan perespon yang baik. Sebab terkadang dia pun tak paham dengan yang aku ceritakan.
Zahra,dia adalah orang tersantai yang pernah aku jumpai. Belajar pada pagi hari, hari pada saat ulangan dilaksanakan. Tapi memang dia sudah santai sejak lahir. Katanya, saat dia lahir tak menangis, dicubit pun tak menangis. Sesantai itu hidupnya.
Terlampau banyak hal yang sudah terjadi di antara kita selama tiga tahun bersama. Suka, duka, tawa, dan air mata. Meja, kursi dan dinding menjadi saksi bisu atas semua ceritaku. Mereka baik, sangat baik malah. I will never meet them in another. Tapi semoga aku dipertemukan dengan orang-orang yang baik.
***
Tanpa sadar Ujian Nasional sudah terlewati. Delapan hari Ujian Sekolah, dilanjut empat hari Ujian Nasional, selama itu lah urinku beraroma kopi. Saat-saat sekarang ini kami mulai disibukkan dengan pendaftaran perguruan tinggi. Aku kira akan sederhana, tapi rupanya aku salah. Aku demikian lelah, sering kali aku terdiam lantas mengeluarkan air mata. Bukan tanpa sebab, melainkan hati dan otakku tak bisa menguraikan apa yang aku rasakan dan pikirkan. This is a very sad situation, isn't it?
"Main yuk," ajak Zahra.
"Yuk, kemana?" tanyaku.
"Ngga tahu, yuk siapa yang punya ide?
"Ke Hutan Pinus."
"Udah pernah."
"Kemit Forest."
"Jauh...."
Kita saling mengusulkan tempat wisata, tapi tak ada satu pun yang diterima.
"Ah udahlah, di rumah aja," kataku dengan sebal.
"Ide bagus. Pergi ke pulau kapuk."
"Hem. Ngapain tadi ngajak jalan jika akhirnya bermuara di pulau kapuk?" Rida protes.
"Biarin, dari pada diem-diem aja ya kan?" Ucapnya dengan wajah polosnya. Seakan tak merasa bersalah sama sekali membuat kita berpikir keras.
***
Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah
Lagu Endank Soekamti itu dinyanyikan pada akhir acara wisuda. Bergandengan tangan sambil berderai air mata. Waktu kita untuk bersama telah habis rupanya, saatnya kita berpisah untuk memperjuangkan asa dan cita. But really, it's too short.
"Kapan kita ketemu lagi?" Suara Zahra tercekat. Tanpa merespon ucapannya, kita berempat saling peluk.
"Ketika kita bisa sama-sama meluangkan waktu dari kesibukan baru," ucapku lirih akhirnya.
"Ngga ada cita-cita buat foto apa?" tanya Nana. Kami melepas pelukan masing-masing, lalu merapat,mengambil gambar dengan beberapa pose. Fokusku teralihkan ketika tanpa sengaja melihat Rizky mendekat.
"Nai, hadap sini dong!" Ucap Zahra yang membuatku kembali menghadap kamera.
"Ehem." Deheman Rizky membuat kami menghentikan aktivitas.
"Nih." Dia menyerahkan bingkisan kepadaku.
"As an apology,karena selama ini sering gangguin kamu, bikin kamu sebel juga," lanjutnya.
"Sadar juga akhirnya. Makasih ya...."
Dia tersenyum. Wajah menyebalkan itu hilang, tergantikan dengan wajah yang menyenangkan.
"Hem, udahlah langsung nikah aja," ucap Rida sambil tersenyum.
"Sama kamu?" Pertanyaan Rizky membuat Rida menjadi salah tingkah.
"Ehem." Kali ini aku yang berdehem, disusul Nana dan Zahra.
"Eh ke sana yuk." Zahra menunjuk tempat di mana terdapat Bu Wina dan beberapa teman yang lain.Kami mengambil foto untuk terakhir kalinya sebelum kita berpisah dan meminta maaf satu sama lain. Beberapa dari kami terisak.
"Kalian yang semangat ya kuliahnya, biar sukses semua. Jaga nama baik almamater, di sana juga jaga pergaulan.Jangan lupa sama saya. Maaf saya galak, sering marah, tapi saya sayang sama kalian. Terimakasih banyak udah mau menerima saya sebagai wali kelas, terimakasih juga atas hadiahnya. Sudah habis waktu kita buat bersama. Semangat mengejar cita dan mewujudkan asa. Mungkin sampai jumpa itu lebih baik diucapkan daripada selamat tinggal."Tangis kami pecah. Ya, di balik galaknya Bu Wina, dia adalah wali kelas yang sangat perhatian. Dalam satu tahun kami mengadakan BBQ-an sampai empat kali, dan itu semua ditanggung beliau. Believe it or not, beliau pandai merangkai kata, ya seperti sekarang ini.
Walaupun sangat singkat, aku berhasil mengukir kenangan yang indah bersama meraka. Walau tak seluruhnya indah. Entah kapan Allah akan mempertemukan kembali, tapi aku yakin akan ada masa untuk kembali bertukar cerita. Semoga masa depan yang indah menyapa kita semua.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonders || END
Teen FictionZunaira, anak dari seorang perawat, tapi berusaha menjauhi jurusan berbau kesehatan. Suatu kegiatan membuatnya jatuh hati pada sosok perawat.Keterpikatan yang muncul sejak jumpa pertama,dalam perkenalan yang sepihak. Lantas terpisahkan oleh ruang...