Twenty Five : Bedtime Tales

9 1 0
                                    


Bumi terus berputar. Waktu terus berlajan. Kesibukanku sebagai mahasiswa semester akhir pun meningkat. Aku pun semakin jarang bermain. Pun sudah benar-benar lepas dari semua kegiatan UKM.Sedikit banyak aku telah berhasil menetralkan perasaanku. Rinduku, walau tak sepenuhnya terobati, tapi perlahan mulai terkisis. Pikiranku tak lagi dipenuhi oleh Mas Akbil. Karena untuk saat ini cita-cita jauh lebih penting dari pada cinta.

Menyedihkan sekali aku ini. Selama tiga tahun menggenggam satu nama, akhirnya harus di lepas begitu saja. Selama ini aku menutup mata, menutup hati, dengan alibi sudah ada Mas Akbil di hatiku. Tapi rupanya di hatinya sudah dihuni orang lain.

Sejak salat Isya aku hanya merenung. Entah apa yang aku renungkan, tapi aku merasa banyak hal dalam pikiranku yang sulit aku uraikan. Hanya menatap langit-langit kamarku. Bukan karena tak punya pekerjaan lain, tapi aku telah lelah bergelut degan buku dan bolpoin.

Fokusku pada langit-langit kamar teralihkan ketika hpku berdering. Panggilan masuk dari Mas Aray. Sudah sangat lama aku tak bertemu dengan Mas Aray, chat-chat-an pun tidak. Sekarang, dengan tiba-tiba dia meneleponku.

Aku mengusap ikon telepon genggam berwarna hijau ke atas.

"Assalamualaikum." Mas Aray mendahuluiku.

"Waalaikumsalam."

"Apa kabar Nai?"

"Baik. Mas Aray baik?"

Aku merasa sangat kaku dengan perbincangan kali ini. seperti baru beberapa menit saling kenal. Walau begitu, Mas Aray sangat pandai untuk mencairkan suasana. Membuat obrolan kami tak begitu kaku.

"Main ke rumahku yuk."

"Ngapain?"

"Ngapain aja. Ngumpetin kunci mobil Ayahku mungkin."

Akhirnya kami hanya saling meledek. Tak sakit hati, malahan sangat terhibur.Ah, Mas Aray ini.

***

"Belum ngantuk kamu Nai?" Aku melirik jam dinding yang menempel di dinding depanku. 10.20

"Belum. Gimana mau ngantuk? Kamu aja bikin aku ketawa terus dari tadi."

"Aku mau mendongeng. Kamu mau denger?"

"Hem."

"Oke, aku mulai ya.Ada seorang laki-laki yang hatinya sudah lama kosong karena ditinggal penghuninya. Dia melewati hari dengan penuh kehampaan. Berulang kali dia mencoba untuk membuka hati untuk perempuan lain, tapi hatinya telah terkunci, dan kunci itu dibawa pergi oleh penghuninya." Mas Aray berhenti.

"Kemana perempuan itu pergi?"

"Ketempat yang sangat jauh. Dia pikir selamanya dia akan hidup seperti itu, dalam kehampaan. Tapi dia salah. Allah mempertemukan dia dengan seorang perempuan yang sangat menyenangkan. Saat pertama kali bertemu, dia pikir penghuninya telah kembali. Tapi ternyata bukan. Karena penghuninya tak akan pernah kembali." Mas Aray kembali berhenti. Kali ini aku tak menyela ceritanya.

"Perempuan itu teramat mirip dengan penghuninya, terlebih senyumnya dan sorot matanya. Sahdu. Laki-laki itu sangat senang melihat sosok penghuninya, walau pada dasarnya jauh berbeda. Tapi setiap kali melihat perempuan itu, sosok penghuninya selalu muncul. Terkadang laki-laki itu merasa bersalah. Berlaku baik pada perempuan itu, sementara yang ada di pikirannya adalah penghuninya. Dia berniat membantu karena dia menganggap yang dibantu adalah penghuninya. Tapi akhirnya dia terjebak dalam lingkaran si perempuan itu." Lagi-lagi Mas Aray berhenti.

"Apakah laki-laki itu jatuh cinta pada si perempuan itu? Atau hanya sekadar pelarian?"

"Laki-laki itu pun tak tahu. Entah benar-benar cinta entah pelarian. Terkadang laki-laki itu sangat rindu dengan si perempuan itu, walau tak pernah mengalahkan rasa rindunya kepada penghuninya. Penghuninya adalah nomor satu setelah Sang Pencipta dan keluarganya. Bersambung....Bagaimana? Udah ngantuk?"

"Yah...Masa bersambung sih." Aku kecewa.

"Kenapa ngga sekalian diterusin aja?"lanjutku.

"Kalo diterusin bisa sampai subuh nanti. Tidur gih."

"Eh bentar. Siapa laki-laki, perempuan, dan penghuni laki-laki itu?"

"Belum saatnya kamu tahu, kan belum ending."

"Ah males ah."

"Udah sanah tidur, udah hampir jam sebelas. Kapan-kapan aku lanjut lagi."

"Hem, ya udah lah."

Panggilan pun terputus.

Aku sedikit merenungkan dongeng Mas Aray. Laki-laki itu seperti aku, dan perempuan itu seperti Mas Aray, dan penghuninya seperti Mas Akbil. Yah, aku mengaku, terkadang aku memang merindukan Mas Aray. Sama seperti laki-laki itu yang terus dibayangi penghuninya, aku selalu dibayangi oleh Mas Akbil. Mas Aray sendiri seperti sosok perempuan itu,mewarnai hariku.

Wonders || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang