"Naira..." Panggil Afna begitu memasuki kelas dengan wajah yang sangat ceria.Aku hanya tersenyum.
"Aku semalam DM-an lagi sama Ka Akbil loh..." Ucapnya sambil meletakkan tas, lantas kembali ke sampingku.
"Oya? DM apa?"
"Tanya-tanya STIKES lah. Terus kan lama banget ngga dibalas. Begitu balas, Ka Akbil ngasih nomor WA-nya. Katanya biar gampang." Kepuasan terlihat pada wajahnya.
Tanganku dingin, hatiku berdesir.
'Kenapa?'
"Terus aku chat Ka Akbil. Habis itu minta Ka Akbil buat save back,"
"Udah di-save back?"
"Udah dong. Udah bisa liat story-nya Ka Akbil, terus dia juga udah liat story-ku." Kemudian dia berlalu.
Hatiku semakin berdesir.
'Apa iya aku suka?'
"Tenang aja Ra,kalau Ka Akbil bikin story aku kirimin ke kamu."
"Ngga juga ngga papa kok." Aku menghela napas. Hatiku tiba-tiba saja seperti menyempit.
"Kenapa Ra?" Rida sudah di sampingku.
"Masa DM-nya aku Cuma dilihat, sedangkan Afna sampai dikasih nomornya. Padahal kan kita sama-sama tanya tentang STIKES," ucapku sedikit pelan.
Tapi mungkin Afna bisa tahu apa yang aku bicarakan dengan melihat raut wajahku.
"Tenang aja Ra,aku masih suka sama Jefran ko."
"Tapi kalau besok pas kuliah Ka Akbil deketin kamu gimana Na?" Aku rasa Rida mulai berusaha bikin aku panas.
"Kalo aku udah ngga deket sama Jefran ya aku mau."
Mataku mulai panas, tenggorokanku juga sakit.
'Ko aku bisa kaya gini?'
"Aku ngga bakal ndeketin Ka Akbil Ra, tapi kalau Ka Akbil yang ndeketin aku, ya... ada kemungkinan mau lah," dia menegaskan ucapan sebelumnya sambil tersenyum.
"Eh kamu nangis Ra?" tanya Zahra yang tak sengaja melihat aku mengusap air mata.
"Kamu beneran suka sama Ka Akbil apa Ra?" Nana ikut bertanya.
"Engga ko. Aku aja juga ngga nangis."
"Ngga nangis gimana? Orang matanya juga merah," Rida menyudutkanku.
"Padahal bulu matanya jatuh."
"Ngga papa Na kalau emang kamu deket sama Mas Akbil, jodoh ngga kemana ko," lanjutku sambil berusaha tersenyum, walau tak bisa dipungkiri ada sesuatu yang aneh terjadi dengan hatiku.
Tiba-tiba Rizky datang.
"Eh kamu kenapa Nai?"
"Ngga papa," jawabku singkat sambil membuka novel yang aku pinjam dari perpustakaan.
"Oh. Oya Da, kamu tahu? Aku disuruh kuliah di Bandung."
"Terus aku suruh ngapain?"
"Kan aku cerita, gimana sih jadi temen?"
"Emang kita temenan?"
"Oh kamu ngga mau temenan sama aku?"
Mereka memulai kebiasaannya;ribut. Aku enggan mendengar perdebatan mereka, sehingga aku berusaha memusatkan konsentrasiku pada novel dalam genggamanku.
Tak ada kesan apapun untuk hari ini, pun serasa tak ada yang kudapatkan selama seharian di sekolah. Selain berita dari Afna tentunya. Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi pada diriku, setelah mendengar cerita dari Afna, aku seakan-akan kehilangan semangat.
Begitu sampai di rumah, aku langsung menuju kamar. Tak bersuara sedikit pun, salam pun tidak. Jika saat ini ada orang tuaku pasti mereka akan memarahiku karena tidak mengucapkan salam. Walaupun di rumah tidak ada orang, orang tuaku tetap menyarankan untuk mengucapkan salam karena sejatinya yang ada di rumah tidak hanya kami.
Naira : Na
Chat ku terkirim ke Nana.
Nana : Iya? Gimana?
Naira : Emangnya aku kaya orang suka yah?
Nana : Kalau menurutku sih iya, masa sampai nangis gitu.
Naira : Aku juga heran, padahal baru satu kali ketemu. Itu pun ngga saling sapa kecuali salam.
Nana : Ngga lucu banget sungguh Ra, segampang itu?
Kemudian muncul notif dari Afna.
Afna : Tuh Ra, Ka Akbil bikin story.
Chat-nya disertai sebuah gambar. Nampak dia dan dua teman laki-lakinya serta tiga orang perempuan.
Kemudian tanganku menjadi dingin, ada rasa ngilu di hati.
Naira : Oke, makasih ya.
Kemudian aku kembali ke room chat dengan Nana.
Naira : Aku juga ngga tau. Paling juga Cuma kagum. Liat aja nanti setelah beberapa bulan, kalau emang masih ada rasa, mungkin aku beneran suka.
Tak lama setelah aku mengetik balasan untuk Nana ada notif,
Akbilw04 membuat kiriman baru.
Ternyata Mas Akbil membuat video musikalisasi.
Tanpa sengaja aku melihatmu tersenyum
Indah sekali bagai pelangi
Aku menikmatinya secara diam-diam
Tiba-tiba saja ada sesuatu yang menyelinap ke dalam hatiku
Tak perlu menunggu lama untuk meyakinkanku, bahwa aku menyukaimu
Senyummu menjadi candu untuk terus bertemu
Hingga tiada hari tanpa merindu
Dadaku sesak sekali mendengar suara Mas Akbil membaca puisi itu. Air mataku mengalir deras. Keringat dingin pun bercucuran. Tanganku lemas, hingga tak bisa menggenggam benda pipih berbentuk persegi panjang lagi.
'Untuk siapa? Apakah untuk salah satu dari perempuan itu?'

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonders || END
JugendliteraturZunaira, anak dari seorang perawat, tapi berusaha menjauhi jurusan berbau kesehatan. Suatu kegiatan membuatnya jatuh hati pada sosok perawat.Keterpikatan yang muncul sejak jumpa pertama,dalam perkenalan yang sepihak. Lantas terpisahkan oleh ruang...