27. Dad

77 34 21
                                    

Rumah sakit pagi itu terasa sendu. Aroma obat yang menusuk seakan hambar saja saat dihidu. Suara sepatu pantofel Yoon bergemeletuk ribut menyiksa lantai, langkahnya lebar dan terburu. Ia tiba tadi dini hari dalam keadaan seadanya bersama Ichi. Dan pagi inilah, ia pergi mengurus jenazah ayah Kozzo. Mengurus berkas kematiannya agar dapat segera dimakamkan siang ini.

Yoon yang tiba terakhir. Ibu Yura sudah menunggu di depan kamar jenazah rumah sakit. Paman Shimizu juga ada di sana.

"Dokter sudah memberikan berkasnya?"

Bibi Yura mengangguk meski tampak setengah bernyawa, "Ya. Kami rasa kau akan terlambat, jadi Kai yang mengurusnya. Sebentar lagi mungkin."

Yoon mengangguk, "Iya, tak apa."

Ia duduk di samping Bibi Yura, beberapa saat tak sadar meloloskan hela lantaran rasa hati yang berat.

"Di mana, Ichi?"

Yoon menoleh, "Aku tidak membangunkannya, dia masih di rumah. Dengan Ryu. Badannya sangat panas, dia demam tinggi. setibanya dini hari tadi sempat tak dapat tidur. Tidur pun meracau. Aku benar-benar khawatir." Yoon menunduk sesaat, rasanya makin nyeri saat menceritakan Ichi. Ia paham benar keadaan istrinya itu. "Jadi aku tak membangunkannya. Dia harus istirahat." lanjut Yoon kembali menoleh pada Bibi Yura, menatap agak gamang.

Bibi Yura mengangguk lemah. "Iya, itu lebih baik." mata wanita itu menerawang. Kini giliran Bibi Yura yang menunduk, meremat jemari. Tampak lelah, kebingungan.

"Setelah kalian kembali ke Korea...," Bibi Yura membuka suara.

Yoon menatap Bibi Yura lamat, sabar menunggu kalimat yang menggantung pada labium.

"Setelah kalian kembali, malam hari ayah dilarikan ke rumah sakit." Bibi Yura menggigit bibirnya. "Aku pikir dia tidur. Tak kubangunkan.. tapi aku tak tahu.. Kozzo sudah tak sadarkan diri." wanita renta itu mengangkat pandangannya untuk membalas tatapan Yoon, airmatanya kembali tumpah. Sedangkan Yoon menggenggam tangan Bibi Yura yang berada di atas pangkuan. Mengusapnya pelan, menenangkan.

"Kozzo sempat siuman, entahlah itu disebut apa. Tapi tangan dan matanya tampak merespons kecil. Aku sangat senang, karena kau tahu ini sudah kesekian kalinya dia tak sadarkan diri. Aku.. aku tak mengira ia akan tak sadarkan diri. Aku merasa semua obatnya tak pernah terlambat, dia tak kelelahan.." Bibi Yura menyeka, "Siuman singkat itu seperti cahaya, juga seperti sambaran, Yoon. Sebab setelahnya dokter bilang tak ada respons selain diambang. Tak hidup, tak juga meninggal."

Ada sedikit jeda. Yoon tak ingin memaksa Bibi Yura untuk bercerita, keadaan sangat menyakitkan. Kepergian ayah Kozzo membuat semua kehilangan.

"Dokter baik.. mereka membantu semampu mereka. Tak ada yang dapat dilakukan lagi bila sudah waktunya kan, Yoon?" Bibi Yura hendak tersedu, namun wanita hebat itu menahan mati-matian hingga bibirnya bergetar. "Maafkan aku karena tak mengabari kalian malam itu.. aku pikir ini bisa kutangani—aku pikir akan siuman seperti sebelum-sebelumnya."

Yoon menggenggam erat, mengangguk, tangannya yang lain merangkul bahu Bibi Yura. Bibi Yura wanita kuat dan tangguh, selama hidup pernikahannya dengan Ayah Kozzo, dia sangat tulus meski dari awal telah mengetahui segalanya. Tentang penyakit ayah, keadaan rumah tangganya yang gagal, kehidupannya, bahkan juga keadaan kolaps perusahaan.

"Tolong rahasiakan ini dari Ichi, mungkin mendengar ini dia akan marah." Ujar Bibi Yura, mengusap airmata, mencoba kembali tegar.

"Ichi sudah tahu semuanya, Bi."

Bibi Yura menoleh tak paham, sedang Yoon membalas tatapan itu mantap meyakinkan. "Iya, dia tahu. Tentang Ayah Kozzo, ibunya, dan sangkut paut Tuan Shimizu."

HELLUVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang