***
Lampu-lampu gantung elegan menyala bergantian, pendar cahaya ramai-ramai sinari ruangan besar nan luas itu. Pasukan dengan setelan hitam-putih sibuk lalu-lalang kian kemari macam semut sedang asik mengangkut sebongkah gula di atas tubuh mereka, memanglah begitu adanya. Mereka atur apapun yang masih kurang apik demi tata acara terlihat sempurna. Gelas-gelas kristal berisi cocktail bergemelinting terdengar kala dipindahkan ke atas meja-meja panjang bertaplak magenta berenda pita besar. Piring-piring putih tertumpuk rapi dari berbagai ukuran serta lengkap dengan mangkuk sup. Serta jajaran hidangan dalam wadah-wadah super besar turut menggunung hias anekaragam rasa.
Susuri langkah menyisir banyaknya tamu, pasukan hitam-putih berdasi kupu-kupu mengangkat nampan berisikan seloki minuman keras yang barangkali siapa saja hendak cicipi tanpa susah payah buang tenaganya berjalan ke meja panjang. Para tamu undangan sudah penuhi lantai ruangan megah. Dengung cakap setiap lapis manusia saling bercengrema mengisi hampanya langit-langit, suara sepatu hak tinggi dan pantofel mengilap tak ayal pun terdengar bisingkan telinga yang terbaur samar dalam sayup alunan musik lembut. Semua turut hangatkan suasana dalam ruangan sebesar ballroom hotel berbintang.
Sementara lantai pualam telah dipadati banyaknya manusia dengan aktivitas yang bertendensi dengungkan jutaan pola kalimat percakapan singkat, lain halnya suasana kamar Ichi yang terletak di lantai dua. Lengang menyalak rasuki atmosfer ruang kamar hingga terasa sedikit kurang bersahabat. Mata Ichi sorotkan kekesalan tiada dapat ia hilangkan begitu mudah. Memutar tubuh perlahan, melihat ke belakang, lenggok kanan-kiri. Entah itu saja yang dilakukan Ichi selama dua jam terakhir. Sibukkan berkutat penampilan, mematut diri didepan kaca. Hanya satu masalahnya, Ichi masih saja merasa tidak percaya diri.
Detik jarum jam dinding terus berputar, seolah masih sabar untuk ingatkan Ichi bahwa dia telah habiskan banyak waktu tanpa tahu diri. Asisten rumah tangganya baru dua menit lalu ingatkan Ichi dengan sopan, pasalnya acara sudah akan dimulai sementara waktu semakin malam hanya untuk menunggu si gadis siap dengan dirinya.
"Gaun ini terlihat aneh kukenakan." seraut wajah bersungut, sisa guratan kesal belum sempurna hilang dari parasnya. Ichi melirik Asisten Rumah Tangga (ART) dari cermin, hendak ulangi lagi pertanyaan yang sama nyaris membuat asisten rumah tangganya berbusa menjawab itu. "Tidakkah kau memahami ketidaknyamananku?"
Lihat, bukan? Nyaris berkabut sudah telinga ART-nya itu. Sudah berapa kali Ichi tanyakan seputar topik yang sama, sedangkan hanya bagian punggung saja yang terekspos lantas dijadikannya itu sebagai polemik besar, alih-alih dua jam hanya untuk pecahkan solusi terbaik dari gaun yang tidak nyaman dengan keputusan bulat si gadis yang tak mau mengalah dengan seporsi ego dalam dirinya. Mampu membuat dua ART yang menunggu sampai kewalahan hanya untuk hadapi segala bentuk cobaan dari gadis yang belum genap dua puluh tahun itu. Salah sedikit, gadis-ralat. Nyonya (yang seringkali mengamuk karena panggilan itu) akan mengamuk dan sungguh enggan memakai gaun berwarna ivory itu. Tiada peduli meski acara malam ini adalah miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...