***
"Chi.. makanlah, Nak."
Ichi pelan menjauhkan piring yang Ibu Hannah sodorkan padanya, "Tidak mau, Bu."
Seminggu lebih hanya bergelung dibalik selimut serupa seonggok batang pisang tak berguna. Bergerak sudah macam iklan nyeri sendi, berbicara pun hanya sepatah dua patah bahkan lebih banyak merengek seperti balita habis imunisasi. Kalau pun keluar kamar, itupun hanya untuk melihat kupu-kupu di taman belakang, lalu ke ruang televisi untuk mengecek berita, dan kembali ke kamar lagi dengan kaki terseret-seret.
Rasa-rasanya semua aktivitas sangat membosankannya, hidup terasa berdebu. Tak ada hal hebat yang bisa Ichi ceritakan seminggu ini selepas mendapat kiriman menjijikkan dalam kotak perak itu. Paket gila lebih tepatnya. Ichi bahkan semakin tak ada selera untuk memegang ponsel, ia biarkan baterainya kosong dan mati terselip di pojok ranjang tidur. Ibu Hannah mengotot memberi Ichi makan, tetapi apa yang bisa dipertahankan dari nutrisi yang tertelan bila perut merasa terus diaduk?
Ichi demam. Ia sakit. Sepertinya begitu, tubuhnya sumang, gamang, dan berat. Bila Ibu Hannah tahu, mungkin dirinya akan digeret kembali ke rumah Yoon dan membuat pria itu harus mengantarnya ke dokter. Dan Ichi tidak ingin itu, melihat wajah Yoon saja perutnya mual.
Omong-omong tentang Yoon, suaminya entah rasa suami Jyira itu sepertinya sudah tahu apa yang terjadi. Sebab pria itu dua kali datang ke Rumah Gwangju. Sekali kemarin dia berniat memasuki kamar. Ichi jadi mengingat saat dirinya melempar bantal ke arah pria itu yang bahkan baru berdiri di ambang pintu, Ichi juga tak mau melihatnya, bahkan mencium aroma parfumnya yang biasa ia sukai saja tak mau.
Waktu itu, Yoon datang bersama Ryu. Entah mengapa saudara tirinya ada di Korea, Ichi tak tahu. Yang jelas, hari itu terasa sesak sekali. Sebenarnya melihat wajah Yoon, memakinya, membuat Ichi merasa rusak, seperti retak, dan sesak. Namun ia lebih tak tahu harus bagaimana menunjukkannya. Malam itu, Ichi berkata, lebih tepatnya menuntut Yoon menceraikannya. Maksud Ichi, ia akui mentalnya tak sekuat itu. Terlebih tahu bahwa Jyira bisa kapanpun menguasai semuanya bahkan panggung pun bisa ia renggut. Wanita itu adalah kuncinya. Dan Ichi tidak akan sanggup bila suatu saat Jyira datang di kala Ichi sudah lebih dalam lagi merasa takut kehilangan.
Ichi tak tahu yang akan terjadi di masa depan, dirinya terlalu takut berhadapan dengan perpisahan lagi. Rasanya sulit. Berpisah dengan ibu, merelakan perpisahan ibu dan ayah, melihat ayah memisahkan jarak dari Ichi dan Ibu, menerima kabar Paman Shimizu meninggalkannya, dan satu persatu kehilangan itu membuatnya sakit. Semua perpisahan-perpisahan itu merenggut sebagian dari jiwanya, membuatnya mati rasa.
Dan ia takkan mungkin mampu membayangkan bagaimana cinta, seseorang yang ia anggap sebagai cinta, juga harus ikut merentangkan perpisahan. Jadi sekarang ataupun nanti, semua akan sama saja, Ichi tetap akan terlihat menyedihkan. Meski jujur, sampai detik ini, ia mengutuk mulutnya sendiri karena telah menuntut perceraian. Sebab setelahnya, Yoon tak pernah datang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...