14. Enigma To Her

196 94 59
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Yoon, tolong ambilkan Bibi tas ransel besar di dekat lemari. Aku kesulitan sekali."

Yoon yang sibuk memindahkan barang seluruh keluarga ke dalam bak bagasi besar mobil Ford kini menoleh pada Ibu Yura yang berdiri di sampingnya.

"Oh, baiklah. Milik Ayah?"

Ibu Yura mengangguk. "Tulang Bibi mungkin akan patah bila mengangkat itu dari lantai dua."

"Baik." Yoon mengangguk sembari tersenyum. "Setelah ini. Bibi tunggu saja di dalam mobil. Biar nanti aku yang membawanya turun."

Ibu Yura hanya mengangguk setelah mendengar jawaban Yoon dan kini telah melangkah memasuki mobil sembari pegangi syal turkoisnya guna menghangatkan leher sepanjang perjalanan musim dingin. Di sekeliling, para anggota keluarga sibuk bergelut dengan barang bawaan mereka masing-masing. Mengangkat tas, membawa perlengkapan, menyiapkan perbekalan. Keluarga Ibu Yura, bagaimana, ya, menyebutnya? Itu termasuk anak-anaknya yakni saudara-saudari tiri Ichi. Mereka selalu ada rencana mengunjungi keluarganya di Kyoto setiap akhir musim gugur namun sebelum memasuk musim dingin. Itu seharusnya awal Desember. Tetapi Ibu Yura dan anak-anaknya hanya bisa di setiap bulan November saja mengingat keadaan Ayah Kozzo yang tidaklah baik.

Seluruh keluarga ikut, anak-anaknya, juga para menantu dan cucunya. Tentu juga Ayah Kozzo. Beliau juga bagian keluarga, bukan? Dan di sini, bulan ini, tahun ini istimewa. Sebab Ichi ada. Juga Yoon yang telah jadi suami si Tachibana. Tidak mudah, namun Ichi mau dibujuk untuk ikut. Hanya saja istrinya itu bersikeras tak ingin semobil. Yoon tahu, Ichi hanya gengsi. Dia butuh waktu terbiasa.

Kemarin lusa, Ayah senang sekali kala Ichi mendorong kursi rodanya dan mau mengajaknya bicara. Meski istri Yoon itu lebih banyak diam di tengah para keluarga dan terus pajankan sikap tak acuhnya. Yoon tahu Ichi lebih dari apapun. Tachibana itu berikan perhatian tersiratnya. Yoon selalu ada di samping Ichi kala istrinya itu diam-diam membantu menuangkan teh hangat ke cangkir kosong Ayah Kozzo. Tak acuh sekali kala Ibu Yura menyuapi ayahnya makan, namun tetap membantu membersihkan remahan pada sudut bibir ayahnya yang tak lagi muda itu. Hati Yoon menghangat melihatnya, termasuk saat Ichi mengajak ayahnya pergi mengantar ke teras depan untuk melihat bunga-bunga, dan itu atas pinta Ayah Kozzo langsung.

"Yoon,"

Baru saja tengah digosipkannya dengan batin dan hati kecil, rupanya istrinya ini punya telepati kuat tatkala Yoon saja sudah berusaha diam-diam bergunjing dengan diri sendiri. Entah, pasti Ichi akan marah bila tahu bahwa diri Yoon kerapkali menggosip dan menyebut nama Ichi dalam hati.

Yoon tersenyum, pandangi Ichi yang sudah siap dengan baju hangat biru pastelnya. Disandarkannya punggung, kini Yoon menjawab: "Kamu berdandan?"

"Hah? Tidak." Ichi panik.

"Masa sih? Lalu, itu bibirmu. Di mata juga ada eyeliner." Senyum masih saja belum luntur dari wajah Yoon. Melihat Ichi yang mendadak kikuk, kini dipecahkannya rasa tak nyaman itu. "Tidak apa, kamu cantik. Mengapa tidak pernah berdandan seperti ini kalau bersamaku?"

HELLUVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang