***
Ichi menoleh pada Yoon, melirik pergelangan tangan yang dilingkari jam. Pukul setengah empat sore. Hari ini terlalu padat, selepas Yoon mengajaknya pergi menemui klien dan Ichi yang berujung menunggu pria itu selesai dengan rapat rumitnya. Lantas pergi kelapangan untuk memeriksa beberapa hal. Entah apa yang pria itu rencanakan lagi, sungguhpun Ichi sebenarnya sudah lelah seharian diajak berputar-putar. Entah melompat kesana-kemari mengikuti jadwal pekerjaan Yoon yang tidak tahu batas. Yoon, suaminya itu bekerja macam robot bertenaga super, bahkan tidak hiraukan sekitar yang hiruk pikuk. Ia pikir, Yoon adalah tipikal pekerja keras yang memiliki fokus tinggi. Bahkan bila sekitar pun terlalu gegap, mungkin Yoon tidak akan pedulikan itu lantaran telah terfokus pada satu tuju. Yaitu yang menjadi objeknya.
Ichi menghela panjang, suaminya itu nyatanya menyisipkan rencana tambahan di luar rencana yang telah mereka sepakati. Terkejut bukan main saat mobil sewaan mereka berhenti di salah satu rumah asing, rumah yang teduh sebagai tempat praktek lumayan besar. Tanpa mengurangi rasa keterkejutan, Ichi tadi sampai menatap Yoon tidak habis pikir. Sedang matanya berusaha mencari jawaban di wajah Yoon.
Sedang Yoon yang telah membukakannya pintu mobil malah tersenyum lebar, disambutnya tangan Ichi ke dalam genggaman. Semringah wajah suaminya bahkan mampu menyalurkan hangat sampai jatuh ke genggaman pula. "Kita harus konsultasi tentang usiamu, kondisimu, dan impak baik tidaknya kamu mengandung. Aku ingin yang terbaik untuk kita, bahkan untukmu juga, Chi. Jangan takut, ya." begitu jelas Yoon masih tersenyum lebar sekali, wajahnya mendadak bercahaya di saat Ichi malah pucat pasi kala itu.
Itu terjadi satu jam yang lalu, tepat dipekarangan luas rumah praktek dokter kenalan ayah Yoon dulu (begitu ceritanya saat duduk di ruang tunggu). Dan kini, mereka telah berjalan beriringan menuju tujuan kesekian sebagai tempat terakhir yang masuk di rencana Yoon hari ini. Ditundukkannya kepala, menatapi sepanjang jalan yang ditapakinya dengan memajan seraut paras masam tertekuk laiknya lipatan kain yang tidak disetrika. Ichi sibuk bercakap dengan benaknya sendiri, merutuki hal yang seharusnya tidak didengar bahkan diketahui Yoon. Konsultasi berjalan lancar, sungguh lancar dengan jawaban yang menurut suaminya itu sangat memuaskan. Saat berkonsultasi dengan dokter, Yoon banyak menanyakan hal-hal seputar mereka, tentu tentang hubungan intim. Masih jelas diingatannya percakapan mengerikan itu. Dokter renta itu ramah sekali. Terdapat gurat-gurat di dekat matanya, menandakan bahwa semasa muda, dokter itu adalah seorang yang sangatlah murah senyum.
"Mengandung pada usia remaja di bawah 19 tahun memang sangat rentan, bagi ibu bahkan jabang bayinya. Meski dikatakan usia ideal adalah 21 tahun untuk mengandung, bila memang Anda dan istri ingin segera miliki keturunan, saya rasa calon ibu sudah cukup siap. Lalu, apakah kalian sudah melakukan hubungan intim?" itu jelas dokter ramah dengan tanya diujung penjelasannya. Ruangan terasa bersahabat sekali, tapi entah, tadi justru Ichi merasa sangat diujung batas krisisnya.
Yoon menoleh pada Ichi, lantas kembali memandang dokter yang telah memasuki usia senjanya itu. "Belum, Dok. Mungkin, istri saya sedikit takut dengan hal itu, mengingat memang usianya masih belia."
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...