11. Reminiscentiam

231 99 20
                                    

***Ini chapter terpanjang sepanjang masa, hati-hati muntah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
Ini chapter terpanjang sepanjang masa, hati-hati muntah.
***

"Heh! Pelan-pelan."

Mana mau dengar gadis keras kepala itu bila merasa dirinya sedang marah. Ichi terus saja berlari menuruni jalanan desa Nagi yang dibilang bukan mudah, melainkan cukup terjal dan berbukit. Sedang Yoon di belakang berlari menyusul gadis itu, takut saja bila Ichi terjatuh dengan sepatu tumit tinggi yang dia kenakan. istrinya sudah berbelok, melepas sepatu tumit tinggi itu cekatan, dan kembali berjalan sembari menentengi sepatunya. Ichi memilih lewati sepanjang pematang kebun sawi, ia tahu jalan ini. Bahkan sangat hapal. Alih-alih ingin lebih cepat, justru dia malah kesulitan dan akhirnya malah terpelosok. Ichi mengerang, jatuh setengah terduduk di atas pematang yang tanahnya sudah lumayan kering dan keras ditumbuhi rerumputan liar. Jarak antara pematang dan bekas kebun sawi lumayan tinggi, sekiranya setengah meter dari atas. Jangan bilang pendek, tidak lucu jatuh menggelinding ke bawah dengan kaki tersangkut di antara rerumputan liar dan perdu berduri.

Yoon segera berlari demi melihat gadis itu mengerang menahan sakit. Sesampainya di samping istrinya itu, sebelum ia memutuskan untuk membantu, Yoon hanya pandangi Ichi yang memegangi kakinya dengan seraut paras kesakitan. Jelas saja, kaki Ichi terkilir.

Yoon membuang napas, tatapi Ichi jengkel. "Sudah kubilang pelan-pelan. Apa yang akan kamu kejar, hah? Toh kamu sampai sana pun, di sana juga sudah tidak terlihat lagi." Kembali membuang napasnya, dia ulurkan tangan. "Ayo, kubantu."

Ichi awalnya masih bersungut, namun tetap saja berujung menerima tawaran tangan Yoon. Menyambut tangan Yoon dengan sikap yang gengsi parah. Suaminya itu membantu menarik tubuh Ichi untuk kembali berdiri perlahan.

Pandangi kaki Ichi. Alis Yoon mendadak mengerut absolut, menahan kesal sendiri atas perangai istri kecilnya ini yang luar biasa keras kepala. Menyapu pandang pada Ichi, "Masih bisa jalan atau tidak?" tandas Yoon dengan nada tajam luar biasa.

"Masih." jawab Ichi lantang, tak kalah singkat dan ketus. Hilih, bohong. Kakinya itu sakit.

"Baiklah, ayo pulang." Yoon menarik tangan Ichi hati-hati, hendak menuntun jalan istrinya itu. Tengah berusaha agar tidak terlihat khawatir, namun yang terlihat jelas berbanding terbalik. Yoon malah terlihat cemas meski mati-matian menutupinya.

Ichi menggeleng keras. "Tidak, aku tetap ingin ke air terjun."

"Ichi, jangan gila. Kakimu itu sakit."

"Tidak! Aku ingin tetap ke air terjun, Yoon." tangkis Ichi keluarkan sikap ekstra keras kepalanya. Nadanya penuh penekanan dan sedikit ada nada pinta yang tersirat, dia baru saja merengek. Bahkan matanya tajam menatap Yoon seolah keputusannya tidak dapat lagi diganggu gugat.

HELLUVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang