***
Selaput pelangi ialah iris mata, dan Ichi ialah pemilik iris mata kelabu yang paling mampu menenggelamkan. Membawa serta seakan terhanyut dalam sekali kerjapan mata. Siapapun saja yang berani mentatap si gadis, maka bersiaplah dipaksa tunduk bertekuk-lutut pada Tachibana yang keras kepala itu. Mungkin itu yang kini membuat Ichi berubah pikiran untuk memanfaatkan sedikit kecantikan juga pemikat ampuhnya. Tidak masalah, kan? Bakat lahir harus sesekali dipergunakan agar tak usang.
Jadi, sudah berulang kali dalam satu jam terakhir ini Ichi menarik Yoon untuk tetap duduk dan tak beranjak dari atas ranjang tidur. Suaminya itu entah tak sanggup menolak atau memang semudah itu luluh. Beberapa kali (yang sebenarnya telah lebih dari berkali-kali) ia menatap Yoon, mencuri-curi pandang, senyum idiot yang terus mengembang, amati setiap pahatan Tuhan paling indah pada wajah Yoon. Ichi baru sadar bahwa Yoon miliki bentuk wajah yang bagus bila dilihat dari samping, entah sejak kapan gemar sekali ia melihat rahang suaminya sendiri itu. Senyum dikulum yang super manis sengaja Ichi terbitkan di wajahnya sudah tak dapat diukur lagi bahkan dengan persentase atau alat ukur apapun.
Ichi sendiri tidak paham mengapa ia alami perubahan terlampau menjijikkan seperti ini. Ia sendiri pun sulit mengerti keceriaan yang datang dan naik pesat bertajuk-tajuk. Aneh, bukan? Lain halnya Yoon, ia menangkap perubahan Ichi. Bagaimana cara gadis itu menatap diam-diam, bagaimana sebentuk semringah dengan skala manis dan segi rasio luarbiasa menakjubkan, bagaimana gadis itu berikan beberapa sinyal tak dimengerti, dan kendatipun dirinya terus fokus menatap MacBook di atas pangkuannya, Yoon bisa gambarkan dalam benaknya sejelas mungkin bagaimana sketsa seraut paras Ichi yang tidak lagi tampak tak acuh seperti dahulu. Dari segala keanehan Ichi, ia hanya biarkan istri kecilnya itu terus memandanginya, Yoon asik berkutat dengan laptop di pangkuan sedang jemari lihai beradu di atas tuts demi menuntaskan seluruh pekerjaannya yang tidak pernah habis. Ia harus rela mengabaikan istri menggiurkannya itu sementara pura-pura tidak paham adalah opsi lumayan menyenangkan. Haha, Yoon menangkan sinyalir jengkel lantaran dirinya tak hiraukan Ichi untuk sekian lama. Itu yang Yoon ingin.
"Yoon," Ichi menatap jeri sebab tak kunjung dihiraukan.
"Ada apa, sih, Chi?" Yoon akhirnya bertanya juga, matanya yang lamat tertuju pada layar laptop yang terang, kini dialihkan sebentar untuk menatap Ichi. Matanya menelisik di balik kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. "Aku merasa kamu seakan-akan sangat bernapsu terhadapku. Katakan?"
"Bernapsu? Tidak." Ichi mengerjap sekali, matanya bahkan membulat. Tidak percaya akan perkataan Yoon. Ia sungguh tidak bernapsu apapun. "Aku sedang menyukaimu tahu."
Yoon mengernyit pandangi Ichi, lalu selepasnya kembali tertuju pada laptop, mengetik. "Ini di rumah orang tuamu, Chi. Jangan menjadi bar-bar begini."
"Ini, kan, di kamar. Tidak kedengaran. Kamu tidak mau?"
Tangan Yoon terhenti. Menoleh. "Maulah." ucapnya serius.
Ichi berseri, senyumnya semakin merekah.
"Ingin lakukan sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...