***
Kicauan murai yang cerewet antarkan salam pagi hambar untuk Ichi yang baru saja menggeser pintu kaca, kaki telanjangnya sudah langsung saja menghambur tapaki rumput hijau berpangkas rapi menuju gazebo kecil di dekat kolam ikan yang jernih. Ada sisa-sisa jejak embun di setiap helai dedaunan. Gemar sekali Ichi hirup aroma pagi setengah enam yang masih bersih kaya akan oksigen, semua menguar dari produksi alamiah segala tumbuhan di tempat ini. Sebenarnya tanpa dia sadari, bibir ranumnya itu sudah tidak sedatar tadi, sebab rekah manis sudah membuat dua sudut bibirnya tertarik untuk sunggingkan seulas kecil yang begitu berharga.
Ichi adalah tipe gadis yang sulit untuk bahagia, baginya memajan senyuman pada paras ayunya adalah suatu hal yang merepotkan dan tidak membuat segalanya menjadi lebih baik. Jadi, mungkin harus diadakan sayembara kecil untuk siapapun yang dapat mengembalikan tawa barangkali mendatangkan kebahagiaan pula untuk si gadis--yang berani mendekat saja sudah hebat. Sebenarnya akan ada sedikit penjelasan dibalik ini.
Dulu Ichi bukanlah gadis yang setertutup ini. Dia tetap gadis pada umumnya, gemar sekali mendaftar seratus aktivitas menyenangkan yang akan dia lakukan ketika usianya telah menginjak tujuh belas tahun. Sering turun dari ranjang dan menyingkirkan dua tangan ibu dan ayah yang memeluknya, lalu mengendap-endap keluar dari kamar hanya untuk mencari kunang-kunang di dekat mata air. Itu kenangan indah yang dimilikinya ketika usianya bahkan masih kisaran lima tahun dan kala itu berkunjung ke villa milik ayahnya di pulau Jeju, pulangnya mendapat dua cubitan kecil dari ibu di paha, katanya itu sangat berbahaya. Rindu sekali.
Melihat dunia yang indah, membuatnya cepat lantas mengimpresikan bahwa hidup memanglah menyenangkan. Dulu ia ingin sekali pergi ke gereja dan berdoa bersama cinta sejatinya, setelah itu hidup bahagia dalam selubung restu semesta melalui ibu dan ayah. Hebat sekali rasa-rasanya ketika dulu memikirkan itu, ia sangat percaya bahwa dunia diciptakan Tuhan memang untuk bersenang-senang.
Dua manusia diberi dua jalinan benang untuk hidup mereka, keduanya saling berliku penuh simpul, saling kait mengait membentuk suatu jalur yang sudah ditentukan Tuhan bahkan sebelum kita berwujud. Pakar bilang itu takdir hidup, serupa susunan rumit yang diciptakan untuk menentukan segala takdir yang akan dihadapi. Dua jalinan manis dan pahit berkonotasi sebagai benang biru dan merah.
Tatkala Ichi telah yakini bahwa seisi semesta memang semanis gula-gula, nyatanya semesta tunjukkan sisi gelap dari dunia yang dianggapnya sempurna itu. Semesta hebat sekali tahu isi pikirannya, seakan ingin sadarkan Ichi untuk cepat-cepat tahu dunia yang dipijaknya dengan sebenar-benarnya bahkan sampai pada mikro-partikel aspek jalan hidup dan segala cerita yang termuat di setiap belahannya. Semudah membalik telapak tangan, semudah itu Ichi terima faktanya.
Hingga sampai pada keadaan yang tiada pernah disangkanya, benang biru sebagai jalinan manis miliknya mendadak diputus, entah menghilang atau tercerai dari pasangannya. Ia tidak tahu maksud Tuhan mengambil benang birunya secara paksa hingga tinggallah sehelai benang merah yang telah menjadi kusut. Tetapi yang ia tahu, yang dilihat dan dirasakannya benar-benar berantakan. Tidak lagi merasa dunia menyenangkan, melainkan hanya rasa sakit yang datang dari percikan api neraka. Semua definisi dari impresi dunia sudah runtuh, bahkan kerangkanya pun sudah sirna tersapu gelombang berkekuatan hebat hingga mampu menggulungnya sekaligus juga seluruh manis ruapannya. Bodoh sekali berpikiran dunia yang berotasi ini akan tetap selamanya statis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...