16. Poignant Confession

197 92 91
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Samar terdengar percakapan di bawah. Entah, ia tak peduli. Hatinya masih banyak dengan rasa sakit yang dituainya beberapa waktu lalu. Ia tak peduli lagi menunggu suaminya pulang, yang ia tahu, Ichi ingin segera mencerca pria itu. Tak lama pendengarnya menangkap suara langkah kaki berat, berat yang diperlambat, terasa seperti seakan menjaga agar tak tinggalkan sebunyi pun barangkali takut gaduh. Menaiki tangga.. Berhenti.. Kini kembali melangkah. Ichi masih diam, tidak mengangkat kepalanya dari tangan terlipat yang dia tumpukan diatas kaki yang tertekuk. Kepalanya bahkan masih terbenam di sana bahkan saat pendengarnya mendengar kenop pintu yang dibuka.

Belum.

Perihnya belum hilang.

Rasanya setiap langkah itu yang terus menjejal masuki ruangan begitu terasa tak segan pamerkan rasa sesak. Ichi ingin menangis bahkan hanya dengan mendengar langkah kakinya saja.

Kini Ichi bisa mencium aroma parfum yang bercamput keringat khas suaminya itu. Degup jantung Ichi kini berhenti. Ichi merasakan Yoon membelai rambutnya lembut. Lantas tak lama, "Mengapa kamu tidur seperti ini?" begitu bisiknya pelan sekali. Lebih kepada dirinya sendiri, seakan heran melihat Ichi.

Ranjang tidur bergerak pelan, namun sebelum Yoon hendak memperbaiki posisi tidur Ichi, istrinya itu lebih dulu mendongak.

"Maaf, sayang. Kamu terba-" ucapan Yoon kontan terhenti kala ia melihat kalau Ichi sebenarnya tidak tertidur. Yoon bahkan seperti terpekur sejenak demi melihat ada jejak airmata yang mengering menuruni pipi istrinya itu.

"Ada apa?" Yoon berkata lembut. "Mengapa menangis?"

Bukannya lantas mencerca seperti rencana awalnya, Ichi malah menutup wajah dengan dua belah telapak tangan. Mulai menangis sejadinya hanya karena melihat Yoon yang begitu cepat merenggut banyak ruang hatinya. Jadi seakan percuma saja sepanjang dini hari ia menahan airmata, nyatanya hanya melihat mata cokelat Yoon dirinya pun jadi lemah. Ichi tidak suka jatuh cinta. Ia mencintai Yoon, ia tidak bisa menghindari perasaan itu lagi.

Tanpa mengurangi rasa terkejut yang sedetik lalu mengunyah perasaan Yoon, Yoon yang melihat Ichi tersedu kini mengambil tempatnya untuk duduk persis di sisi depan Ichi, satu tangannya kini coba membuka dua telapak tangan yang menutupi wajah istrinya itu. Ada yang tidak beres. Tangisan Ichi seakan tengah menegurnya pada suatu spesifikasi yang tak dapat diidentifikasi.

"Jangan menangis. Ada apa? Kamu mencemaskan sesuatu?"

Yoon menarik tangan Ichi dalam genggamannya. "Aku tahu kamu marah, maaf, Chi. Tetapi jangan menangis seperti ini, ya?"

HELLUVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang