05. Our First Meeting

326 118 18
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sejatinya, ada banyak cara tatkala Tuhan hendak pertemukannya dengan manusia berkulit nyaris macam albino itu. Lantas ada ribuan waktu pula yang dapat dipilih sebagai momen paling tepat guna datang menghampiri dan memperkenalkan dirinya. Akan tetapi, bagai bumi yang tiba-tiba mengalami gerhana total, seolah semua tiba-tiba saja gelap dan Yoon datang padanya tanpa ia tahu bersendikan apa pria itu tiba-tiba sependapat dengan ayah dan mau menikahinya bahkan tanpa pemberontakan dan pengelakan sedikit pun. Semua jelas tak terjadwal dan sama sekali tak punyai agenda yang jelas. Kapan Ichi harus memilih pasangannya, kapan ia harus menikah, kapan dirinya harus memutuskan rencana hidupnya. Semua jelas diputuskan sepihak oleh rencana ayah yang sekonyong diterapkan untuknya.

Ichi tahu, ayah jelas tidak peduli akan perasaan Ichi, barangkali juga tidak sampai memikirkan semua jauh ke depan. Dirinya yang tidak ingin masa depannya dihabiskan untuk dikurung dalam ikatan sakral yang membosankan, pernikahan ini yang dapat dengan mudah retak dan hancur berkeping hanya karena masalah sepele, dirinya yang tidak akan mampu bertahan bersama pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya, Ichi yang tidak mungkin untuk mengandung anak dengan seseorang yang mungkin dan sepertinya juga sama sekali tidak mencintainya. Lagipula, apakah ayah lupa bahwa umurnya belum genap dua puluh tahun untuk hadapi semua ini? Ia terlalu belia untuk dapatkan kehidupan seberat pernikahan dan gelombang cobaan kapal raksasanya.

Namun, entah mengapa siang itu mereka memilih hari wisuda kelulusan sekolah menengah atasnya sebagai hari kehancuran. Mengapa harus hari wisudanya yang bahagia? Mengapa mereka harus datang dan membawa permintaan konyol itu?

Itu dimulai tatkala Ichi yang baru saja hendak naik ke atas panggung besar untuk melakukan pidato sebagai murid berprestasi. Ichi tengah semringah bukan main berdiri di atas panggung sembari melirik ke arah Ibu Hannah (pembantu yang telah bekerja lama dengan keluarga Ichi bahkan telah dianggap si gadis seperti ibu keduanya). Kala itu, disaat senyum terang benderang Ichi yang dikembangkan sebagai pembuka pidato serta-merta lenyap begitu sorotnya menemukan dua orang bersetelan rapi yang tiba-tiba saja menghampiri tempat duduk Ibu Hannah, berbicara sesuatu yang tidak dapat Ichi perkirakan, dua orang pria bersetelan itu tiba-tiba saja ikut duduk di dua kursi kosong di sebelah Ibu Hannah.

Waktu itu ia tidak dapat bertindak apapun selain kernyit alis yang bandel menunjukkan eksistensinya, hendak bagaimana lagi, pikirannya sudah hendak dibawa terbang ke antah-berantah atas kemunculan dua pria itu yang Ichi yakini sebagai suruhan ayah. Karena terpaku tuju atensinya nyaris bergeming diri hampir dua menit macam keidiotan tokoh yang diselingkuhi, itu membuat seorang guru yang menjadi pembawa acara menegurnya lantaran pidato Ichi yang tidak segera dimulai.

Dibalik podium mengilap, Ichi mulai melancarkan pidato singkatnya dalam beberapa bait pola kalimat motivasi. Sayangnya, apa yang kala itu diucapkan, sama sekali tidak dengan kesadaran penuh. Ichi tengah sibuk menyusun rencana.

Sungguhlah kali itu Ichi tak tahu apa rencana ayah dan nyatanya bersama tangan Tuhan yang ikut andil besar mendukung semua berjalan lancar dibalik itu semua. Ichi hanya dapat teguhkan diri untuk sejenak saja tidak hiraukan dua pria bersetelan rapi itu yang sungguh mengganggu ketenangan batinnya. Ia biarkan kedua pria itu mendengar pidatonya, berada di sana menyaksikan selaput getar kegugupan yang coba ia tutupi. Bagaimana pun juga, semua orang tidak boleh melihat raut penasarannya. Ia tahu dua orang itu mencarinya, perasaannya tidak nyaman akan itu. Ada nadir yang tak mampu Ichi pahami.

HELLUVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang