***
Hampir 72 jam menjelang pukul setengah enam pagi nanti. Itu artinya hampir dua hari semenjak kejadian memalukan. Sedang sudah menginjak seminggu ia menjabat jadi istri seorang Yoon dan tinggal di istananya. Ichi tidak tahu sejak kapan ia belum beranjak dari atas ranjangnya dan malah asik tengok jam di dinding kamar serta lakukan perhitungan presisi macam itu. Yang jelas, pagi ini masih menunjukkan pukul lima lebih dua puluh delapan menit, sebentar lagi. Entah dirasainya tiga jarum pada jam yang terpaku di dinding itu tidak bergerak sepersenti pun, atau hanya perasaan Ichi yang anggap waktu sedang merangkak?
Di luar langit sedang berawan, rasa-rasanya baik untuk lakukan kegiatan dinamis seperti yang dilakukan sebagai rutinitasnya (dulu ketika masih menjadi gadis lajang di Gwangju, bukan saat ini). Namun tampak gelagat Ichi yang enggan jejakkan kaki ke mana pun meski sangat ingin. Ia hanya bosan harus meladeni perhatian berlimpah dari para ART yang dipekerjakan di rumah Yoon yang ada selusin itu. Tak ayal itu membuatnya harus memilih menetap di dalam kamar daripada harus jadi tempaan perhatian melebihi dosis dari mereka. Bukannya tidak suka, tapi Ichi memang bukan tipe gadis yang senang diperhatikan, seringkali membuatnya merasa rikuh dan terlihat bodoh.
Sebenarnya wajar, mengingat rumah Yoon yang seluas dan semegah itu memerlukan tenaga pengurus di setiap sudutnya. Jujur Ichi pun masih sering tersasar di rumah sendiri, menghafal denah rumah ini dirinya masih dalam proses. Ichi tidak sedang coba sombongkan apapun dengan bertutur yang pukau-pukau. Hanya memang Yoon miliki segalanya dalam taraf kemewahan dan Ichi yang merasa kewalahan nyaris tidak mampu seimbangkan diri dengan gaya hidup Yoon yang sangat serba-serba ini atau tidak.
Ichi hampir tidak sadar dengan yang ia lakukan, tahu saja telah melompat dari atas ranjang tidur nyamannya dan setergesa itu melangkah menuju kamar Yoon. Suaminya itu biasa pergi bekerja sekiranya pukul delapan nanti, ia hanya ingin tengok sebentar. Tidak apa-apa, kan?
Perlahan kurangi kecepatan langkahnya yang terlalu terdengar berlebihan, Ichi tidak ingin Yoon memandangnya sebagai wanita yang menyesal. Sebenarnya ini di luar keinginannya, entah apa yang merasuki kinerja otak dan kakinya yang tidak selaras. Hendak sesali tindakan yang mencoreng harga diri ini, sebab bukanlah tipe wanita yang akan awali segalanya lebih dahulu apalagi membuat lawan jenis merasa sangat disayangi, atau apalah sebutannya. Tapi ini membebaninya dan harus segera dituntaskan. Semua sesal terlambat ketika ia sadari dirinya telah tiba di depan pintu kamar Yoon yang tidak tertutup rapat, sejenak ragu namun pada akhirnya tetap mendorong pelan pintu kamar di hadapannya dengan sangat hati-hati.
Bergelung di balik selimut terlihat macam tumpukan kubis di pasar yang menggunduk, jadi, Yoon es serut masih terlelap?
Dikumpukannya keberanian setinggi gunung demi ambil langkah mengendapnya yang tidak ingin membangunkan pria pucat itu dan menjadi semuanya ramai. Ada apa, sih, dengan Ichi hari ini? Mengapa ia jadi seingin tahu ini hingga dirinya mau-maunya sampai naik ke atas ranjang Yoon dengan perlahan hanya untuk melihat ke balik selimut itu. Caranya sudah seperti seorang pencuri perabot saja, begitu profesional merangkak ke atas ranjang dan berusaha tidak menimbulkan derit ranjang sebunyi pun sedang tangannya hati-hati perlahan menarik selimut itu guna melihat wajah Yoon yang masih terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLUVA
Fanfiction𝑻𝒉𝒆 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒐𝒇 𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒔 𝒉𝒆𝒓𝒆 Atas semua hal kehitampekatan yang sudah didedah habis Yoon nyaris membuatnya kembali terlahir sebagai manusia kapas halus polos yang bersih. Pr...