07. Ngidam

2.6K 217 21
                                    

» happy reading «

Sepulang dari pemakaman, Kanza dan Dewa memutuskan untuk pulang karena Dewa akan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Jika kemarin-kemarin Dewa seakan cuek dengan Kanza, hari ini dia tidak begitu lagi. Bahkan ia membiarkan Kanza yang kini duduk nyaman di pangkuannya sedang dirinya masih melanjutkan tugasnya.

"Mau liat Angkasa jadi badut," celetuk Kanza tiba-tiba membuat Dewa menghentikan gerakan mengetik pada keyboard laptopnya.

"Hah?"

"Mau liat Angkasa jadi badut!" ulang Kanza lebih jelas.

Dewa mengerjapkan matanya. Apa dia tidak salah dengar dengan permintaan Kanza?

"Kalau di tolak kamu gak boleh deket-deket sama aku!" Kanza menyerukan ancaman.

Dewa menghembuskan napas lelah,  tapi tak urung menuruti keinginan istrinya itu. Dewa menelepon Angkasa dan untungnya langsung di jawab oleh laki-laki itu.

"Kenapa Wa?" Di seberang sana, Angkasa sedang menandatangani berkas-berkas yang sudah ia baca sebelumnya.

"Sa, Kanza ngidam." Dewa bicara tidak jelas membuat Angkasa gregetan.

"Iya, terus?"

"Dia ngidam, mau liat lo jadi badut," ujar Dewa melirik Kanza yang menatapnya dengan tangan yang disilangkan di depan dada.

Di seberang sana, Angkasa terkejut. Sedetik kemudian, dia terkekeh. "Kapan? Maksud gue, Kanza mau liat gue jadi badutnya kapan?"

Respons Angkasa diluar dugaan Dewa, dia pikir sahabatnya itu akan menolaknya. "L-lo mau, Sa?"

"Iya. Gue iri sama lo sama Raja yang bisa kabulin semua yang istri kalian mau, sedangkan gue? Istri gue ada dimana aja gue gak tahu. Jadi, gue pengen ngerasain yang namanya nurutin kemauan istri." Angkasa menghentikan kegiatan menandatangani berkas-berkas itu. Tangannya meraih foto pernikahannya dengan Dara yang sengaja diletakkan di sana.

Dada Dewa terasa dicubit mendengar ucapan Angkasa. Dia tahu, sahabatnya itu pasti sedang sedih sekarang. Angkasa memang mendapat hukuman dari ayah kandung dan ayah mertuanya, yakni dipisahkan sementara dengan istrinya. Dewa mengetahui di mana keberadaan Dara, tapi Dara melarangnya memberitahu Angkasa.

Dewa bimbang, tapi melihat ketulusan Angkasa yang mau menuruti kemauan Kanza karena dia juga ingin merasakan yang namanya menuruti keinginan istri, Dewa jadi tidak tega pada Angkasa.

"Sa, coba lo cari Dara di Italia," kata Dewa pada akhirnya memberikan petunjuk bagi sahabatnya itu.

"Gue udah pernah nyuruh anak buah gue nyari dia disana."

Dewa berdecak pelan. "Lo yang cari, jangan suruh bawahan lo. Udah dulu, ya! Jangan lupa ntar mampir ke apartement gue," putus Dewa.

***

"Ihhh, lucu banget!" Kanza tertawa girang karena keinginannya melihat Angkasa menjadi badut terpenuhi.

"AA! Angkasa lucu banget pengen aku peluk!" teriak Kanza histeris. Kanza merentangkan tangannya dan disambut baik oleh Angkasa.

Angkasa mengulas senyum kecil melihat Kanza tertawa antusias melihatnya menjadi badut. Ia pun mendekati perempuan itu dan memeluknya seperti yang Kanza inginkan.

Dewa memandang istrinya yang terus tertawa dan berlari kesana kemari, Dewa cemas karena Kanza terlalu banyak gerak padahal Dokter menyarankan agar Kanza banyak istirahat.

"Jangan lari-lari, Kanza."

Dewa sudah memperingati, tapi kembali di abaikan oleh Kanza yang keasyikan bersama Angkasa.

Pukul sembilan malam, Angkasa pulang setelah Kanza tertidur lantaran lelah bermain seharian. Setelah kepulangan Angkasa, Dewa melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Setelah selesai, Dewa mendekati Kanza. Tatapan khawatirnya tidak bisa dibendung lagi, tangannya segera mengusap perut buncit Kanza dan sesekali menyeka keringat di wajah istrinya itu.

"Sttt." Dewa mendekatkan bibirnya ke telinga Kanza saat perempuan itu mengigau agar perempuan itu kembali tidur.

Kanza merapatkan tubuhnya ke Dewa, kepalanya ia sembunyikan di dada bidang suaminya itu. "Besok kita beli mangkok lucu-lucu, ya?" pinta Kanza.

Dewa mengusap kepala perempuan itu dengan sayang lalu mengecupnya. "Iya," balas Dewa singkat. Meski tak tahu apa alasan perempuan itu ingin membeli mangkok yang lucu-lucu, tapi Dewa mengiyakan saja.

"Kamu maunya rumah kayak gimana?" tanya Dewa yang sudah beralih mengusap perut Kanza.

Kanza mendongakkan kepalanya, tiba-tiba dia teringat saat Kenzo pernah mengatakan hal yang sama kepadanya. Dia dan Kenzo memiliki rumah impian, berlantai dua dan semua interiornya berwarna putih. Sedangkan untuk di kamar mereka nanti, Kenzo memilih warna biru laut berlantai marmer berwarna hitam bercorak putih.

"Boleh?" tanya Kanza setelah mengatakan rumah yang ia mau. Dia juga mengatakannya kepada Dewa kalau rumah yang ia mau adalah rumah impiannya bersama Kenzo dulu.

Dewa mengangguk lalu tersenyum membuat Kanza senang. Dewa tentu tidak akan menolak keinginan istrinya, apalagi itu adalah impian perempuan itu bersama sahabatnya dulu.

Dewa cemburu? Tentu. Tapi jika orang itu adalah Kenzo, maka Dewa mencoba maklum.

Dewa sudah berjanji pada dirinya sendiri, tidak ada istilah cemburu pada Kenzo. Dewa tidak mau memaksa Kanza agar melupakan masa lalunya karena masa lalu istrinya itu adalah sahabatnya. Kalau Dewa saja sulit untuk melupakan kenangan bersama Kenzo, apalagi Kanza.

"Tidur, Za," ujar Dewa sembari mengelus punggung kecil Kanza agar kembali memejamkan matanya.

Melihat Kanza memejamkan matanya kembali, Dewa tersenyum tipis. Ia singkap piyama yang Kanza kenakan hingga perut buncitnya terlihat.

"Kalian sehat-sehat di dalam, ya, Nak. Papa sama Mama nunggu kalian di sini," bisik Dewa kemudian mengecup perut bulat itu dengan lembut.

"Kalian harus tahu satu hal, meskipun kalian bukan anak kandung Papa, tapi kalian adalah anugrah terindah dalam hidup Papa," lanjutkan kemudian menenggelamkan wajahnya di perut Kanza.

Dewa berjanji untuk merawat dan menyayangi bayi ini seperti anaknya sendiri. Meski tak memiliki darahnya, Dewa pastikan anaknya tidak kekurangan kasih sayangnya. Ya, Dewa berjanji.


» thanks for reading «

jangan lupa masukin perpus, baca, vote dan tinggalin komen eaa💋

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang