14. Secret

1.8K 187 41
                                    

Hari ini, panti asuhan kedatangan seorang wanita yang mengenakan masker hingga wajah cantiknya tak terlihat. Sorot mata wanita itu menatap sendu pada bocah laki-laki yang sedang bermain dengan teman sebayanya. Air matanya lolos begitu saja kala melihat pertumbuhan sang anak yang kini sudah beranjak dewasa.

"Dia anak yang baik dan jujur. Kami semuanya menyayanginya," ujar Bu Hanin-sang pengurus anak panti.

Wanita itu tersenyum lebar di balik masker yang dia pakai. "Syukurlah," ujarnya lega.

Bu Hanin tersenyum simpul. "Setiap malam, dia selalu datang ke kamar saya dan menanyakan hal yang sama 'kapan Mama sama Papa jemput aku?'. Hanya itu yang dia tanyakan setiap malam menjelang tidurnya," ucapnya.

"Setiap malam, yang dia mimpikan adalah punya keluarga yang lengkap dan bahagia."

Wanita itu tak mampu menahan isakannya hingga tangisnya pecah. Tanpa di duga, bocah yang sejak tadi dia perhatikan kini mendekatinya.

"Tante kenapa nangis?" Berusaha menghapus air mata di wajah wanita itu, bocah tersebut berjinjit agar tangannya mampu menggapai wajah wanita itu.

Wanita itu terdiam dengan air mata yang kian deras mengalir. Mulutnya terasa kelu, dia tidak mampu berkata apapun.

Melihat wajah putranya, membuat rasa bersalahnya kian bertambah.

"Tante jangan nangis lagi, ya? Dewa nggak suka liat orang nangis."

Wanita itu terbangun dari tidurnya saat mimpi itu kembali muncul. Wajahnya berkeringat dingin saat mengingat kembali wajah putranya yang belasan tahun tidak dia temui lagi.

Wanita itu menatap suaminya yang masih terlelap. Bibirnya bergetar kala ingin berucap. "A-aku mau ketemu Dewa ...."

***

Panti Asuhan Pelita Hati.

Dewa mengulurkan tangannya untuk membantu sang istri turun dari mobil mereka yang kini sudah terparkir di depan rumah sederhana yang selama belasan tahun lalu menjadi tempat tinggal Dewa.

"Kak Wawa!" Anak-anak panti berhamburan ke pelukan Dewa saat orang yang mereka tunggu-tunggu kini telah sampai.

Dewa berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan anak-anak tersebut. "Gio makin gendutan sekarang, Fano juga sekarang udah makin besar."

"Lea udah pinter tau, Kak! Udah bisa ngomong r, enggak cadel lagi," timpal anak-anak yang lain.

"Pinter. Adiknya Kakak pada pinter semua," ujar Dewa.

Dewa tersenyum hangat, dia usap satu-persatu kepala adik-adiknya dengan sayang sebelum kembali berdiri dan menggandeng Kanza untuk dibawa masuk ke dalam panti.

"Mereka lucu-lucu, ya," ujar Kanza.

Dewa hanya tersenyum menanggapi ucapan perempuan itu.

"Assalamu'alaikum Bundaaa!" Dewa memeluk wanita paruh baya yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh cinta.

"Wa'alaikumsalam. Eh anak Bunda mampir kesini." Bu Hanin membalas pelukan Dewa untuk menyalurkan rasa rindunya pada anak asuhnya itu.

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang