33. Devil

1.5K 187 280
                                    

— • happy reading • —

Dua hari setelahnya, Dewa tidak lagi pulang larut malam. Bahkan saat pukul empat sore laki-laki itu sudah berada di rumah. Ia melakukan itu agar bisa memastikan anak-anaknya tetap dalam pengawasan. Percuma saja membiarkan istri cerobohnya itu untuk mengasuh anak-anaknya.

"Ini bekas apa?" Dewa memperhatikan dengan seksama jejak memar di paha kanan Remora. "Za?" Laki-laki itu menatap istrinya meminta penjelasan.

Kanza menggeleng pelan. "Aku nggak tahu, akhir-akhir ini Mora sering dapet memar gitu tiap bangun tidur. Kadang di tangan," ujarnya.

Dewa menurunkan lagi baju Remora yang sempat ia naikkan. Laki-laki itu mengecek Samara, tapi Samara tidak mendapati memar seperti punya Remora.

"Mo es kim" Samara duduk di pangkuan sang Papa seraya merengek. (Mau es krim).

"Nda yeh, ti opong. Ya tan Pawa?" ujar Remora mengingatkan. (Nggak boleh, nanti ompong. Ya kan Pawa?).

Dewa terkekeh pelan. "Enggak dong, tapi kalau keseringan iya. Makanya makan aja secukupnya," ucap Dewa menjelaskan.

Mata indah Samara mengerjap begitu mendengar ucapan sang papa. "Yeh?" tanyanya memastikan. (Boleh?).

Dewa tidak menjawab, melainkan menggandeng tangan Samara dan Remora untuk di ajak ke bawah. Kebetulan persediaan es krim di kulkas banyak jadi dia tidak perlu membelinya di luar.

Kanza mengikuti anak dan suaminya itu seraya membawa mainan yang sekiranya di butuhkan kedua tuyulnya nanti.

"Tunggu di sini, Pawa ambilin," ujar Dewa yang di angguki oleh kedua anak kembar itu.

Selagi Dewa mengambilkan es krim, Kanza menyiapkan bubur karena tadi siang dua tuyulnya belum makan. Dia tidak mau dua kecebong itu sakit. Setelah semuanya selesai, mereka duduk di taman kecil samping rumah yang dulu pernah Dewa sulap menjadi tempat yang begitu indah di pandang mata.

"Mam dulu sebelum makan es krim," ujar Kanza yang di balas gelengan kepala oleh dua tuyul yang sudah mulai bandel itu.

"Nanti malem gak di puk puk kalau gak mau makan," ancam Kanza yang masih tidak membuahkan hasil.

Dewa menggulung lengan kemeja kerja yang masih dia kenakan. Laki-laki itu mengambil alih mangkuk berisi bubur dari tangan Kanza kemudian berjongkok di hadapan anak-anaknya yang tengah duduk seraya menggerakkan kaki kecil mereka.

"Kalau gak mau makan, Pawa tinggal terus enggak balik-balik lagi."

Detik itu juga baik Remora maupun Samara rebutan ingin makan. Takut jika Pawa kecintaan mereka pergi. Kanza hanya tersenyum kecil melihat tingkah anak-anaknya.

Keluarga kecil itu benar-benar mencerminkan sebuah rumah. Di mana rumah itu di isi oleh keharmonisan, meski di ambang kehancuran.

— • 🦋 • —

Satu bulan kemudian, Wijaya di kabarkan mulai membaik meski belum benar-benar membaik sepenuhnya. Dewa yang mengetahui hal itu kurang puas. Ini tidak adil, kan? Papanya meninggal karena pria itu, masa pria itu di biarkan sembuh dan menikmati kebahagiaan?

"Harusnya masih sakit gak, sih?" celetuk Dewa membuat Kanza menatapnya. "Apa lo natap gue kayak gitu? Gak suka?" ucap Dewa tak santai.

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang