19. Become Different

1.6K 168 17
                                    

» happy reading «

Dua bulan berselang, Dewa di buat heran saat suara tangis kedua putrinya menyambut kepulangannya. Langkahnya terlihat tergesa-gesa menaiki anak tangga untuk menemui kedua buah hatinya yang menangis kejer.

Saat pintu terbuka, Dewa di buat terkejut lantaran yang mengasuh si kembar bukanlah istrinya, melainkan sang asisten rumah tangganya.

"Anak-anak kenapa, Bi? Kanza mana?" tanya Dewa seraya mendekati kearah wanita setengah baya itu.

"Anu, Mas. Mmm." Bi Ijah terlihat gugup ingin mengatakannya kepada Dewa.

"Kenapa?"

"I-itu, tadi Mbak Kanza ada yang jemput ke sini. Terus Mbak Kanza bilang katanya dia mau pergi dan beliau nitip si kembar sama Bibi," tutur Bi Ijah.

"Dari tadi anak-anak nangis, Bibi mau telepon Mas Dewa tapi takut ganggu Mas Dewa lagi kerja," ucap Bi Ijah tak enak hati.

Dewa mengusap wajahnya frustasi, lalu menghembuskan napas sekali hentak dari mulutnya. "Dari kapan dia pergi?"

"Gak lama Mas Dewa pergi ke kantor, Mbak Kanza pergi," ucap Bi Ijah.

"Ya, udah. Bibi turun aja, anak-anak biar aku yang urus. Makasih udah jaga mereka," ucap Dewa dengan sopan.

"Iya, Mas. Sama-sama. Kalau begitu Bibi permisi, ya."

Dewa menganggukkan kepalanya dan tersenyum menganggapi ucapan Bi Ijah. Lalu pandangannya jatuh pada kedua buah hatinya yang tak kunjung diam.

"Kenapa, Sayang?" tanya Dewa dengan suara serak. Matanya berkaca-kaca kala mendengar tangisan anak-anaknya yang begitu melengking menandakan akan seberapa sedihnya mereka.

Dewa meraih kedua buah hatinya dengan hati-hati lalu di pindahkan ke kasur. Setelah itu dia meraih susu formula dan memberikannya kepada Remora dan Samara.

Remora menepis dot itu, sedangkan Samara mendorong puncaknya dengan lidah. Gerakan keduanya tentu di pahami oleh Dewa jika mereka tidak mau minum susu formula.

"Astaga, Kanzaaa. Kamu di mana, sih?" Dewa mengusap wajahnya kasar saat tangisan Remora dan Samara tak kunjung usai.

"Sttt, Sayangnya Pawa jangan nangis dong, Nak. Cup cup cup." Dewa menabok-nabok pantat mungil kedua anaknya dengan pelan. Mendengar suara mereka yang sudah parau, Dewa tak tahan lagi untuk tidak menangis.

"Sttt, jangan nangis lagi, Sayang." Dewa mengecup pipi anak-anaknya berulang kali.

Ke mana istrinya pergi? Sudah jam empat sore tapi perempuan itu belum pulang juga? Apa yang dia lakukan di luar sana? Sedang bersama siapa dia? Kenapa tidak memberitahunya dulu jika mau pergi?

Dewa memejamkan kepalanya yang tiba-tiba pusing memikirkan itu semua. Dia bersandar di sandaran kasur lalu melepaskan atasannya hingga bertelanjang dada dan meletakkan tubuh kecil Remora dan Samara ke badannya. Biasanya anak-anaknya menyukai ini, dan semoga kali ini pun begitu.

Beberapa menit berlalu, akhirnya tangis Remora dan Samara berhenti tepat ketika mata mereka terpejam. Dewa menghela napas lega, lalu menatap pintu yang terbuka saat perempuan yang sejak tadi dia tunggu-tunggu kini menampakkan batang hidungnya.

"Kamu udah pulang?" tanya Kanza basa-basi.

Dewa tak menjawab, dia ikut memejamkan matanya seperti yang Remora dan Samara lakukan. Dia sedang menahan emosinya saat ini. Kanza pulang dengan wajah ceria, tak tahu saja jika di rumah kedua buah hati mereka menangis kejer.

Saat tangan Kanza ingin menyentuh badan Remora bermaksud memindahkan sang anak ke kasur bayi, Dewa membuka matanya dan menatap Kanza dengan tajam.

"Mereka baru tidur, jangan di ganggu," ucap Dewa dingin.

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang