31. The Truth

1.6K 195 42
                                    

» happy reading «

Dewa sakit. Itulah kenyataannya saat ini. Rumah sepi karena Kanza serta anak-anaknya pergi ke rumah sakit untuk menemui Wijaya. Tari sedang pergi ke luar kota untuk mengistirahatkan hatinya, Freya sedang ada tugas praktek di rumah sakit jadi tidak bisa mengunjunginya.

Sendirian. Itulah yang terjadi pada laki-laki yang sebentar lagi akan jadi calon mayat itu.

Tidak ada yang salah, kan? Semua orang pasti mati. Dewa pun demikian.

Laki-laki itu tidak melakukan apa-apa selain berkedip dan bernapas. Tatapannya lurus ke depan, pikirannya terus terbayang wajah si kembar tadi malam. Kenapa mereka begitu cantik dan pintar?

Dewa menatap sekeliling kamarnya. Banyak sekali foto-foto kebersamaan dirinya dengan Kanza bersama anak-anak mereka—anak Kanza.

"Sori, Ken. Gue tau gue jahat, tapi gue gak bisa terima kenyataan ini. Dan gue bakal tuntasin dendam gue sama mereka, termasuk anak-anak lo sama Kanza."

— • ✾ • —

Pukul sepuluh. Dewa masih sendirian. Dia merasa kosong tanpa adanya suara celotehan Remora maupun Samara. Apalagi saat tahu jika keduanya sudah bisa berjalan, balita itu sangat menggemaskan.

Labil, kan?

"Bip bip bip!"

Dewa menatap ke arah pintu saat mendengar suara khas Samara. Dia sangat hapal.

Begitu pintu terbuka, muncullah seorang Samara yang kini sudah lari-lari menuju meja rias Kanza. Lihat, baru beberapa waktu lalu anak itu bisa berjalan, dan kini sudah bisa lari-lari. Menggemaskan sekali, pikir Dewa.

Bibir Dewa terbuka hendak memanggil gadis kecil itu. Namun ia urungkan begitu Samara melihatnya.

"Om napa?" tanya Samara yang kini tangannya sudah memegang lipstik dan juga alis. (Om kenapa?).

Dewa tertegun mendengar kata yang Samara ucapkan. Om? Apa maksudnya?

Kaki mungil Samara berjalan ke arah Dewa. Dia tahu jika dia tidak boleh mendekati Dewa, namun melihat wajah Dewa yang pucat membuatnya penasaran.

"Mam?" tanya Samara usia memeriksa suhu badan laki-laki itu. (Demam?).

"Kenapa manggil Om?" tanya Dewa begitu lirih. Bukan karena dia sedih, ini murni karena dia sedang sakit. Lebay kali kalau dia sedih.

"Tan Om tan Pa na ita," ujarnya mengingat kembali ucapan Dewa malam itu. (Kan Om bukan Papanya kita).

"Yaaa!" Remora datang dan menghampiri adiknya yang lama sekali keluar. (Maraaa!).

"Duk," titah Samara yang langsung di turuti oleh Remora. (Duduk).

Keduanya duduk di atas permadani berbulu di dekat sofa hingga Dewa bisa melihat jelas apa yang di lakukan kedua kakak beradik kembar itu.

"Mama kalian mana?" tanya Dewa saat Kanza tak kunjung datang. Bukan, dia bukan mengharapkan kehadiran perempuan itu hanya saja ... ya, begitulah.

"Wal," balas Remora singkat. (Luar).

Kedua bayi itu saling menulisi wajah satu sama lain menggunakan lipstik dan alis punya Kanza.

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang