34. Home

1.6K 179 510
                                    

» happy reading «

"Dewa ... Papa mohon jangan lakukan ini sama Kanza. Papa yang salah. Semuanya salah Papa. Tolong jangan sakitin Kanza." Wijaya berlutut di kaki Dewa. Pria itu benar-benar memohon agar Dewa tidak lagi menyakiti putrinya.

Dewa terkekeh sinis. "Bukan aku yang salah. Anak Papa sendiri yang minta aku nyakitin dia," balas Dewa acuh.

Wijaya terdiam, pria itu sedang memikirkan apa yang putrinya lakukan? Bukankah seharusnya dia tidak melakukan ini semua? Ini salahnya, bukan salah Kanza.

"Bayangin, Pa. Papa itu nyusahin orang mulu. Orang tuaku pisah karena Papa, Papaku meninggal karena Papa, dan sekarang anak Papa pun rela berkorban demi Papa. Jahat banget jadi Papa. Heran," ujar Dewa membuat Wijaya benar-benar merasa bersalah.

"Papa minta-"

"Ya ya ya," potong Dewa cepat. Laki-laki itu mundur beberapa langkah, itu kode agar Wijaya segera berdiri. Jujur saja Dewa tidak betah melihat pria itu berlutut padanya, tapi dia terlalu gengsi mengatakannya.

"Dewa-"

"Kayak ada yang manggil, tapi gak ada orangnya," celetuk Dewa lalu mengedikkan bahunya acuh. Pura-pura tidak melihat Wijaya. "Hantu kali, ya? Atau calon hantu?" ucap laki-laki yang sama.

Wijaya hendak mengeluarkan suara, namun Dewa menyuruhnya diam melalui gerakan tangan. Laki-laki itu tersenyum senang saat tahu Kanza meneleponnya, pasti putri-putri menggemaskannya itu rindu dengannya.

"Pawa nda yang?"

Dewa terkekeh pelan lalu mengusap keningnya karena rasa rindunya yang membuncah kala mendengar suara polos Remora di seberang sana.

"Sebentar lagi Pawa pulang, Mara mana?"

"Yem-yem, Pawa. Ya bok,"

"Maza?"

"Anis, Maja mam, Pawa."

"Maza demam?" tanya Dewa bingung. Perasaan tadi pagi perempuan itu tidak mengeluh apa-apa. Ah, atau dia sudah takut mengeluh padanya? Secara, kan, dia tidak peduli.

"Eem, yi adi ndil-ndil Pa Ten yus. Pawa petan yang yaa."

"Pawa pulang sekarang. Mora mau di beliin sesuatu?" tanya Dewa kemudian beranjak meninggalkan Wijaya yang mematung di tempatnya.

Di tempatnya, Wijaya memikirkan apa yang harus dia lakukan ke depannya. Membuat Tari kembali, dan membuat Dewa mau memaafkannya. Dia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya.

Sedangkan di tempat lain, Arjuna berdiri di depan gerbang bangunan megah itu dengan sejuta harapan yang dia bawa. Setelah di izinkan masuk, laki-laki itu segera duduk menunggu sang pemilik keluar.

"Maaf lama menunggu, ngomong-ngomong kamu siapa, ya? Ada perlu apa cari saya?" Seorang gadis yang kira-kira seusia Kanza datang dengan senyuman manisnya yang khas.

"Saya Arjuna, anak dari Wijaya Kusuma," ucap Arjuna memperkenalkan diri. "Saya ke sini karena dapat informasi katanya orang tua kamu pernah nolong orang kecelakaan dua puluh dua tahun lalu?"

KANZADEWA [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang