Part 10

437 34 4
                                    

"Mir.. liat ini deh," teriak Zen.

"Apa sih? Di sana tadi ada gelang bagus tau," kataku sambil menunjuk tempat yang menjual gelang gelang dengan tulisan china.

"Bagusan mana sama yang ini?," tanya Zen sambil menunjukkan gelang dengan bentuk tulisan china berwarna gold.

"Wah, kamu nemuin gelang itu di mana? Aku mau beli itu ah," kataku yang terpesona dengan gelang yang tengah dipegang oleh Zen.

"Udah aku beli kok, ini cuma satu juga kata penjual nya," jelasnya.

"Yah aku ganti pake uangku deh ya, plis emang kamu buat apa sih? Itu kan gelang cewek," kataku sedikit memaksa.

"Buat kamu lah," jawab Zen dengan polos.

"Hah?," ucapku sedikit shock sambil memandangi Zen dengan maksud agar aku dapat mengetahui apa maksudnya membelikanku sebuah gelang.

"Buat kamu Amira Jane Lesmana," jawabnya sekali lagi namun kali ini dengan nada agak tinggi yang membuatnya kelihatan serius.

"Eh tapi uangnya aku ganti ya," kataku yang sekali lagi mencoba untuk memaksanya.

"Gausah kali, itu kan hadiah," katanya sambil memakaikan gelang itu di pergelangan tanganku.

"Ya pokoknya aku bakal ganti pake uang aku, kamu udah keseringan traktir aku Zen," tanpa menghiraukan apa yang dikatakan oleh Zen aku membuka tas lalu dompetku untuk mengganti gelang itu.

"Sst Mir, kamu gausah bayar atau kamu bayar tapi aku bakal ninggalin kamu di sini," ancam Zen dengan jari telunjuknya yang menempel di bibirku dengan tujuan untuk membuatku diam, lalu ia masukkan dompetku ke dalam tasku.

"Zennn," rayuku agar ia mau jika kuganti uangnya.

"Udah deh, eh by the way aku laper nih," cetusnya yang tak menghiraukan maksudku.

"Yaudah deh terserah, kita dinner aja gimana? Aku yang traktir," tawarku.

"Beneran?," Zen menatapku sambil menaikkan satu alisnya seolah tak percaya dengan tawaranku.

"Iya beneran, oh ya tapi kita mau makan dimana coba aku aja gatau apapun soal makanan china," cerocosku tanpa rem sedikitpun membuatku mulai merutuki diriku sendiri yang kelewat jujur.

"Ayo aku tunjukkin," jawab Zen yang langsung meraih tanganku dan menggenggamnya erat.

Setelah beberapa menit berjalan menyusuri jalanan di Chinatown, aku dan Zen berhenti di depan sebuah restaurant china, kami memutuskan untuk makan malam di restaurant itu, restaurant tersebut sangat ramai oleh pengunjung, untungya di pojok ruangan masih ada satu tempat tersisa untuk aku dan Zen.

"Kamu mau pesen apa mir?," tanya Zen.

"Terserah kamu deh, yang penting enak," jawabku.

"Okedeh aku pesenin makanan dulu ya," kata Zen sambil mengedipkan matanya.

"Oke," kataku sambil tersenyum kepadanya.

Zen akhirnya kembali ke meja kami berdua dengan membawa makanan yang sudah ia pesan.

"Aku sebenernya ga begitu tau makanan china, tadi aja pas mesen aku milih menu yang best seller," kata Zen yang kini memasang muka memelas seperti takut jika aku akan memarahinya.

"Sumpah Zen? Aku gatau sama sekali malah," kataku sambil menatapnya heran.

"Sumpah, sorry ya kalo kamu gak suka."

"Siapa yang bilang aku gak suka? Kan aku belum nyobain," cetusku untuk sedikit menghibur Zen.

"Yaudah cobain, apa perlu aku suapain haha?," godanya.

Made in the USATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang