Part 22

332 28 4
                                    

“Om Dhany, tante Lina, sama Mita pada kemana Mir?,” tanya Jason yang tengah berbenah diri dan bersiap-siap untuk interview pertamanya.

Aku yang tengah menyantap sarapanku pun langsung menoleh ke arahnya. “Papa sama mama udah pergi tadi ada urusan katanya, terus kalau Mita dia udah berangkat ke kantor dari tadi pagi,” jawabku santai sambil terus melahap roti bakar yang ada di tanganku.

“Oh gitu, lo berarti nganggur ya?,” tanyanya dengan nada meledek.

Aku pun memutar bola mataku kepadanya. “Udah tau pake nanya lagi.”

Ia menatapku sambil menghela nafas. “Yaelah PMS lo?,” tanyanya sambil mengenakan jas yang sepertinya sudah ia siapkan dari jauh jauh hari hanya demi tampil bagus saat diinterview nanti.

“Enggak,” jawabku ketus.

“Yaudah deh gue berangkat dulu ya,” pamitnya sembari mengambil roti bakar di atas meja makan dan memakannya sambil berjalan.

“Tunggu,” Sahutku dengan sedikit berteriak.

“Ada apa lagi?,” tanyanya langsung menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku.

“Gue boleh bareng nggak?,” tanyaku memelas kepadanya.

Ia menghela nafas sambil memutar bola matanya. “Lo mau kemana emang?.”

“Mau ketemu temen temen gue, gue boleh bareng kan? Plis plis,” kataku memohon kepadanya sambil memasang wajah memelas sebisa mungkin.

“Yaelah kalau ada maunya aja, yaudah ayo cepet keburu telat nih gue,” cibirnya sambil menengok jam tangan nya.

Aku pun langsung tersenyum lebar karena Jason bersedia mengantarku. “Makasih sepupu gue yang paling baik.”

“Giliran gini aja sepupu paling baik,” keluhnya.

Aku pun terkekeh melihat ekspresinya dan langsung beranjak dari tempat dudukku. “Hehehe mending kita berangkat deh katanya keburu telat,” kataku seraya mengambil kunci apartemenku.

“Iyadeh iya,” sahutnya pasrah.

***

“Lo kenapa sih Mir?,” tanya Jason sambil mengerutkan alisnya ke arahku.

Setelah sekitar 8 tahun lamanya aku dan Jason tidak pernah bertemu satu sama lain tidak ada yang berubah dari kami berdua, kami masih saling bicara blak-blak an dan masih menggunakan lo-gue dalam percakapan kami, Aku yang biasanya tidak bisa diam kalau di dekatnya kali ini diam seribu bahasa karena banyak sekali hal yang ada di pikiranku saat ini, ditambah lagi suasana hatiku sedang tidak enak, aku masih saja memikirkan tentang Zen dan Elena, dan apa yang harus kupakai untuk makan malam bersama keluarga Zen nanti.

Aku yang sedari tadi melamun sambil menatap jalanan pun langsung menoleh ke arah Jason. “Gapapa kok,” jawabku.

“Gapapa apanya orang lo dari tadi diem aja kek patung tau nggak,” katanya sambil langsung mengerem mobilnya melihat lampu lalu lintas yang kini merah.

Aku pun menunduk tak kuasa menyembunyikan apa yang sedang kurasakaan saat ini. “Gimana rasanya kalo lo dicuekin sama pacar lo sendiri dan dia secara terang terang an mesra mesra an sama orang lain di depan lo?,” kataku dengan nada yang kutinggikan karena sekuat tenaga menahan tangis.

“Ya ampun jadi lo ada masalah? Lo kenapa nggak cerita sama gue sih Mir? Siapa cowok yang udah bikin lo kayak gini hah? Sini bilang sama gue biar gue kasih pelajaran,” sahutnya sambil langsung mengenggam kedua tanganku agar aku merasa lebih tenang.

“Cowok yang pernah gue ceritain ke lo 8 tahun yang lalu,” jawabku.

Aku sangat yakin wajahku kini memerah karena menahan tangisku sedari tadi, aku tidak mau menangis di depan Jason dan membuatnya khawatir, hari ini kan dia mau interview aku tidak mau menghancurkan harinya hanya karena apa yang sedang kurasakan saat ini.

Made in the USATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang