Chapter 34 - Kekesalan Alena

4.6K 169 2
                                    

Gedung yang menjulang tinggi itu masih tampak sepi. Parkiran yang biasanya berjajar penuh berbagai jenis mobil juga masih tampak lengang. Karena waktu masih menunjukan pukul sembilan pagi, tapi Alena harus segera sampai. Karena pekerjaannya sudah dimulai satu setengah jam yang lalu otomatis ia terlambat.

"Nona, tuan berpesan Anda harus naik lift." Sang sopir mengingatkan.

"Tidak perlu. Aku harus mematuhi aturan."

Dahi yang terdapat sebuah perban tampak berkeringat, namun tidak menghentikan langkah Alena yang berlari menaiki tangga darurat menuju lantai dua. Lift bukan menjadi fasilitas untuk seorang cleaning service. Sudah menjadi kebiasaan Alena naik turun tangga hingga ke lantai teratas sekali pun.

"Kau terlambat lagi!" Seruan keras dari ibu pengawas yang berdiri di depan pintu ruang ganti.

Alena menunjukkan cengirannya sambil mendekati atasannya tersebut. "Maaf, sebenarnya saya tidak ingin terlambat. Saya sudah berusaha untuk datang tepat waktu tapi tetap ada saja halangannya."

"Sudah berani menjawab ya,"

"Sekali lagi saya minta maaf."

"Baiklah. Tidak masalah. Hanya saja kau tidak akan mendapat gaji penuh bulan ini!" Si pengawas menekankan.

Seketika Alena berhenti bernapas. Ia memandang wajah atasannya dengan penuh rasa terkejut. "Anda bercanda?"

"Tentu saja tidak."

"Tidak bisa seperti itu. Seharusnya Anda--," ucapan Alena terputus.

"Segera bersiap-siap. Jadwalmu hari ini membersihkan lobi utama gedung." Pengawas berwajah kaku itu mengalihkan pandangannya dari selembar kertas yang terdapat daftar nama para bawahan beserta tugasnya.

"Baik. Saya permisi." Alena pamit tanpa semangat.

Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi Alena, tanpa uang gajinya pun ia masih bisa hidup, tapi ia akan terus membuktikan bahwa dirinya bisa mandiri meskipun kini ia kembali hidup bersama Sean.

Alena tidak ingin dianggap parasit. Masih teringat jelas perkataan Sean waktu itu. Sakit, seperti sembilah pisau yang ditancapkan tepat ke jantungnya. Ia bisa menerima alasan Sean yang melakukan itu hanya untuk membuat rencananya berjalan senyata mungkin. Namun, ia tidak bisa menerima kata-kata menyakitkan yang Sean lemparkan padanya.

Beberapa menit kemudian Alena kembali turun ke lantai dasar sudah berganti menggunakan seragam kerja. Rambut panjangnya dikuncir kuda menampilkan leher putih yang tidak berhiaskan apapun. Ada beberapa rekan Alena yang sudah lebih dulu memulai pekerjaannya. Alena memulainya dengan mengelap kaca yang berada di pinggiran pintu lift.

Semula berjalan dengan baik. Alena mengerjakannya dengan perasaan senang, bahkan ia melakukannya sambil bersenandung riang. Rasa lelah tidak ia rasakan. Bahkan kondisi tubuhnya yang kurang sehat tidak membuatnya menyerah.

"Oh My God!"

"Aku ingin melihat wajahnya dari dekat."

"Astaga."

"Aku sungguh tidak bisa melewatkan kesempatan ini."

Alena mengeryitkan dahi. Suasana yang tadinya tenang berubah sedikit gaduh. Bisik-bisik dari pegawai wanita yang keluar masuk lift membuat rasa penasaran Alena kian menjadi.

"Ada apa dengan mereka semua? Apa yang mereka dapat hingga membuatnya terlihat sesenang itu?"

Langkah tegas dan suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai menarik perhatian Alena. Alena menoleh sebentar. Tatapannya lurus ke arah pintu masuk lobi. Dari jarak yang cukup jauh Alena bisa melihat seorang pria berjas cokelat bermotif kotak-kotak yang membungkus pas tubuh proposionalnya tengah berjalan dengan diikuti beberapa orang.

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang