Chapter 10 - Terasa Enggan

5.9K 239 0
                                    

Alena terbangun pagi-pagi sekali dengan kepala terasa pening. Ia menangis semalaman di pelukan Sean. Pagi ini ia merasakan tubuhnya sakit dan pegal.

Alena membawa tubuh lemahnya memasuki kamar mandi sambil mencepol asal rambut panjangnya. Alena memandang pantulan dirinya di cermin. Wajah kusut, bibir pucat, mata sembab dan bengkak sangat mirip seperti zombi.

Baru kali ini Alena merasa malas untuk hidup. Alena berpikir ingin pergi sejauh mungkin memulai kehidupan baru tanpa masalah yang berarti. Tapi semua itu hanyalah angan semata, memangnya ia akan pergi ke mana? Bisa-bisa Alena menjadi gelandangan yang tidak berguna, lontang-lantung di pinggir jalan.

Dengan memperbaiki sedikit penampilannya dan memoles wajahnya dengan make up agak tebal membuat wajah hancur Alena menjadi jauh lebih baik dan terlihat lebih manusiawi.

Alena sudah siap pergi ke kampus. Masa liburnya memang belum berakhir, tapi Alena harus ke kampus pagi ini karena ada beberapa hal yang harus ia lakukan sebelum kembali beraktivitas layaknya mahasiswi yang sibuk dengan setumpuk tugas.

"Kau terlihat akan pergi! Mau ke mana? Bukannya sekarang masih libur." cetus Sean. Pria itu baru bangun dan langsung dihadapkan dengan Alena yang sudah berdandan cantik.

"Ada beberapa hal yang harus ku selesaikan sebelum masuk kuliah lagi." balas Alena sambil memasukan beberapa barang ke dalam tas.

"Apa keadaanmu sudah jauh lebih baik?"

"Aku sudah merasa baikan."

"Biar ku antar, tunggu aku mandi sebentar!" Sean menyibak selimut yang menutupi setengah tubuh bagian bawahnya.

"Terlalu lama jika harus menunggumu bersiap-siap. Aku akan naik taksi saja!" tolak Alena.

"Aku tidak menerima penolakan!"

"Tapi aku menolaknya." Alena bergegas keluar dari kamar mengabaikan teriakan Sean.

Alena berangkat lebih pagi agar jalanan yang dilaluinya tidak terlalu ramai. Alena berdoa dalam hati semoga hari ini bisa jauh lebih baik daripada hari kemarin.

"Al, beri kesempatan aku untuk bicara!"

Tanpa melihat pun Alena sudah tau siapa orang yang memanggilnya. Ia meneruskan langkahnya menjadi setengah berlari. Alena buru-buru ingin meninggalkan gedung apartemen tersebut. Dengan langkah seribu ia memasuki taksi yang baru saja menurunkan penumpang.

"Cepat pak saya sedang buru-buru!" perintah Alena sambil menelan silvianya kasar.

Taksi tersebut langsung melaju meninggalkan gedung apartemen. Alena menoleh ke belakang merasa was-was kalau Laki-laki itu mengejarnya. Alena menghembuskan napas lega, merasa aman karena tidak ada tanda-tanda orang tersebut mengikutinya. Ia bersyukur bisa terbebas dari pria itu meski hanya sesaat.

Alena di kampus hanya beberapa saat saja. Setelah itu ia hanya duduk termenung di sebuah cafe. Mengenang masa-masa indah bersama Arsen, mantan kekasihnya. Alena tidak menyangka kenangan indah itu seketika berubah menjadi kenangan pahit untuk diingat.

***

Setelah menempelkan sidik jarinya, Alena masuk sambil mengernyitkan kening. Ia mendengar suara berisik dari arah dapur. Apa mungkin Sean? Pikirnya.

Alena melangkah hati-hati menuju sumber suara. "Kau siapa?" tanya Alena setelah mendapati seorang wanita muda sedang mengacak-acak lemari bagian bawah seperti mencari sesuatu.

Wanita itu menoleh pada Alena yang menatap tajam ke arahnya. Ia segera berdiri membungkukkan badannya memberi salam hormat. "Saya pelayan baru di sini, Nona! Nama saya Renata. Saya ditugaskan oleh Tuan Sean untuk membersihkan apartemen ini dan melayani Anda."

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang