Chapter 9 - Hati Yang Terluka

6.4K 263 0
                                    

Sudah hampir pukul delapan malam, Sean baru beranjak dari meja kerjanya yang berada di mansion. Ia baru selesai memeriksa berkas-berkas penting untuk tanda tangan kontrak dengan client besok.

"Permisi, Sir! Owner dari Willi's Company ingin bertemu dengan Anda secara pribadi," tutur Leo langsung saat memasuki ruangan tersebut.

"Kapan?"

"Lusa."

"Oke, kau urus saja waktu dan tempatnya."

"Baik, Sir!" balas Leo patuh.

Leo, pria yang terlihat misterius. Berwajah dingin dan memiliki sikap hormat dan patuh terhadap atasannya. Leo juga yang mengurus perusahaan untuk menggantikan Sean di saat pria itu sedang bermalas-malasan.

"Berkas untuk besok sudah ku periksa. Besok kau tinggal membawanya saja dan letakkan di meja kerjaku. Sepertinya malam ini aku tidak akan pulang," kata Sean kemudian beranjak dari kursinya.

***

Setibanya di kamar Sean segera berganti pakaian dengan gaya yang lebih casual. Ia bersiap akan pergi untuk menemui kekasih kecilnya yang sudah sangat begitu ia rindukan.

"Kau akan pergi kemana malam-malam seperti ini?" tanya Amber dengan perasaan khawatir melihat suaminya sudah tampil rapi.

"Aku ada urusan!"

"Urusan apa? Aku merasa kau semakin menjaga jarak denganku." Amber menatap sedih punggung lebar yang sedang berkaca.

"Itu hanya perasaanmu saja!" balas Sean tidak acuh.

"Apa kau sudah bosan padaku? Atau mungkin memiliki wanita lain di luar sana?" tanya Amber menuntut.

"Aku sedang malas berdebat dan jangan menuduhku yang tidak-tidak!" kata Sean dingin dengan tangan terkepal kuat.

Amber melangkah untuk mendekati Sean. "Apa kau tidak akan pulang lagi malam ini?" tanya Amber yang berdiri tepat di belakang Sean.

"Mungkin, aku belum tau. Sebaiknya kau tidak usah menungguku."

"Memang ada urusan apa hingga membuatmu tidak pulang?"

"Kau tidak perlu tau dan jangan banyak bertanya! Sudahlah, aku pergi dulu." Sean berbalik kemudian tersenyum paksa sambil mengusap pelan sudut bahu wanita itu tanpa menunjukan ekspresi apa pun.

Amber sudah akan mengeluarkan suaranya, namun segera ia urungkan. Wanita itu menatap punggung Sean yang berjalan semakin menjauhinya. Tiba-tiba kristal bening menetes dari kedua pelupuk mata Amber. Dadanya terasa begitu sesak seperti terhimpit oleh sebuah batu yang sangat besar. Ia begitu kecewa pada dua orang yang paling berharga dalam hidupnya.

Amber tau semuanya, semua yang dilakukan suami dan keponakan di belakangnya. Ia selalu terbangun di pagi hari dengan keadaan kasur di sebelahnya kosong, padahal hari masih sangat gelap. Hingga suatu ketika ia hanya berpura-pura memejamkan mata. Ingin tau kemana perginya Sean saat malam hari, hingga kenyataan pahit seketika menamparnya. Amber hancur melihat dengan mata kepalanya sendiri suami yang sangat ia cintai mengunjungi kamar wanita lain. Dan wanita itu adalah Alena, keponakan yang amat sangat ia sayangi.

"Kenapa takdir hidupku seperti ini, Tuhan?" ucap Amber di tengah isakannya.

"Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk suamiku. Menyerahkan hidupku dengan seutuhnya pada pria itu, tapi apa yang ku dapat? Hanya kata-kata ketus, wajah datar, dan diabaikan. Namun, aku selalu mencoba untuk tegar. Berharap suatu saat nanti suamiku akan berubah sehingga kami bisa menjalani kehidupan rumah tangga layaknya pasangan suami-istri pada umumnya."

Amber tidak menyangka perhatiannya yang selama ini ia berikan untuk Alena malah dibalas dengan luka yang sangat perih. Amber tidak bisa menentang hubungan mereka. Karena Amber sadar diri bahwa ia tidak bisa memberikan apa yang suaminnya itu inginkan. Ia hanya terpuruk seorang diri. Berpura-pura baik-baik saja dengan selalu menarik sudut bibirnya ke atas meski semua itu hanya ilusi.

***

Di lain tempat Alena kembali ke apartemen setelah hari menjelang petang. Rintik hujan tidak menghalangi langkahnya menyusuri trotoar yang terdapat banyak genangan air. Sepatu berwarna putih yang gadis itu kenakan sudah berubah kotor. Alena tidak memiliki tujuan yang jelas. Saat ini yang ia rasakan hanya rasa sakit di hatinya. Alena tidak menyangka selama ini ia sudah ditipu oleh orang terdekatnya. Sahabat yang dipercaya tega menikungnya. Namun, jika dipikir-pikir apa bedannya Alena dengan mereka? Jawabannya tidak ada. Mereka sama-sama terjerat ke dalam hubungan yang rumit. Mungkin ini karma untuk Alena yang sudah berkhianat pada Amber.

Alena memerosotkan tubuhnya di sudut ruang kamar sambil memeluk kuat kedua lututnya. Hati gadis itu hancur, sehancur-hancurnya. Air mata Alena tidak henti-hentinya menetes, mewakili rasa sakit yang baru sekali ia rasakan. Tanpa adanya pencahayaan isak tangis pilu terdengar di ruangan tersebut sedangkan di luar sana kilat petir menyambar-nyambar dengan silih berganti. Di iringi suara gemuruh menciptakan suasana malam yang amat mencekam.

"Kenapa gelap sekali?" ucap Sean saat memasuki apartemen.

Sean menghidupkan beberapa lampu untuk menerangi langkahnya mencari kebaradaan Alena. Pria itu menuntun langkahnya memasuki kamar. Dengan cepat ia menekan handle pintu hingga terbukalah raungan yang sama gelapnya dengan ruang utama tadi. Sean mengeryitakn kening saat samar-samar ia mendengar suara isakan dari seseorang yang ia yakini adalah Alena.

Dengan sekali tekan lampu di kamar itu menyala seluruhnya. Menampilkan sosok gadis yang tengah menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut.

"Sayang, apa yang terjadi?" ucap Sean denga volume tinggi sambil setengah berlari menghampiri Alena.

Alena semakin mengeratkan dekapan tangan di kakinya. Sebenarnya ia belum siap bertemu Sean saat ini, ia malu dengan pria itu jika melihat keadaannya yang sangat kacau.

"Al, beri tau aku sebenarnya ada masalah apa hingga membuatmu seperti ini?" cetus Sean sambil mengelus rambut gadis itu dengan lembut.

"Aku sakit, Uncle!" balas Alena dengan parau. Ia belum mau menunjukkan wajahnya yang mungkin sekarang sudah tampak mengerikan.

"Bilang padaku, apa yang terjadi padamu?" desak Sean. Terlihat rahang pria itu mulai mengeras.

Alena mengangkat wajahnya ragu. Mata sembab dan hidung merah seperti badut menjadi pemandangan baru di wajah Alena. "Kekasihku berselingkuh dengan sahabatku." Air mata gadis itu kembali menetes mengingat pengkhianatan yang baru saja ia dapatkan.

"Tenanglah. Tidak perlu kau tangisi laki-laki sepertinya." Sean mencoba menenangkan kekasihnya. "Ada aku yang akan selalu menjadi sandaranmu!"

"Aku tidak bisa berpura-pura kuat, Uncle. Kalau aku merasakan sakit aku juga akan menagis." Alena mengusap hidungnya yang berair dengan t-shirt yang melekat di tubuh Sean.

Sean meringis lalu membuang napas kasar melalui mulutnya. "Menagislah sepuasmu! Aku akan merelakan kaos mahalku kau jadikan lap," tutur Sean sambil mendorong belakang kepala Alena ke dadanya. Pria tersebut memeluk erat sang kekasih untuk memberi kenyamanan.

"Kau hanya ditakdirkan untukku. Sekeras apapun kau menolakku, sekeras itu pula aku akan membuatmu bertekuk lutut di  hadapanku." Sean berjanji dalam hati. Senyum licik terpancar dari bibir pria berhati iblis itu.

*****

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang