Chapter 3 - Makan Siang

11.4K 346 2
                                    

Sean meraih ponselnya dengan ragu. Ia merasa bimbang, antara mengirim pesan yang sudah selesai ia tulis pada Alena atau tidak. Alena masih marah padanya karena ia kembali menyusup ke kamar gadis itu saat tengah malam.

Datang ke kantorku sekarang! Kita makan siang bersama, tidak ada penolakan atau kau akan tau akibatnya.

Akhirnya pesan itu pun terkirim.

Lima menit. Sepuluh menit belum ada balasan.

Sean dengan gelisah masih menunggu balasan dari Alena. Ia melihat kembali isi pesan yang terkesan memaksa, tapi Sean tidak perduli. Pesan itu belum centang biru tandanya belum dibaca oleh Alena. "Kemana gadis itu?"

Layar ponsel Sean tiba-tiba menyala. Segera ia memeriksa benda pipih tersebut. Sudut bibir Sean langsung terangkat saat tau nama yang tertera di sana.

Ya

Sesingkat itu pesan yang dikirim Alena sudah membuat Sean lega.

Berkali-kali Sean mengecek jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah berjalan hampir tiga puluh menit. Namun, Alena belum juga muncul padahal jarak kampus dengan perusahaan cukup dekat. Selain itu Sean sudah mempersiapkan acara makan siangnya dengan memesan makanan dari restoran bintang lima.

Pintu ruangan Sean terbuka. Masuklah wanita muda yang memakai kemeja kotak-kotak dipadukan dengan celana jeans sobek-sobek. Rambut dicepol asal-asalan menyisakan anak rambut yang menggantung di kedua pelipisnya dengan dahi yang berkeringat.

"Dari mana saja kau?" Sean memutar kursinya menghadap Alena.

"Aku dari kampus langsung ke sini karena macet jadi sedikit lama," jelas Alena yang mendudukkan dirinya di sofa. Gadis tersebut tampak lelah.

Makanan yang dipesan Sean baru datang. Sean menyuruh sekretarisnya untuk menata makanan tersebut di atas meja. Setelah selesai sekretaris tersebut pamit undur diri.

"Kita akan makan di sini?" tanya Alena sambil membenarkan posisi duduknya. Mata gadis itu mengamati hidangan yang tersaji di atas meja.

"Iya, aku malas keluar!" Sean mendekat lalu tangannya terulur mengusap puncak kepala Alena.

"Banyak sekali?"

"Tidak perlu kau habiskan semua. Aku tidak tau makanan apa yang kau suka jadi aku memesan ini semua agar kau bisa memilihnya." Sean duduk di samping Alena dengan jarak dua jengkal.

Mata Alena menyorot satu persatu makanan yang tampak lezat itu. "Terdengar berlebihan, ini sama saja pemborosan. Sayang kalau tidak dimakan semua." gumam Alena.

"Kalau begitu habiskan." ucap Sean asal.

"Kau gila, aku tidak serakus itu."

"Jangan mulai berdebat hanya karena hal sepele, Alena." Sean menatap lembut kekasihnya. Tidak terpengaruh dengan bentakan gadis itu.

Mereka makan dalam diam dengan sesekali Sean melirik ke arah Alena. Terlihat sangat manis cara makan Alena hingga membuat Sean gemas. Sean bergerak merapatkan duduknya dengan Alena. Kemudian mengusap lembut sudut bibir Alena yang terdapat sisa makanan. Mata Sean terkunci pada iris mata coklat milik Alena yang mampu mempercepat kerja jantungnya. Mereka saling tatap cukup lama hingga tatapan Sean jatuh pada bibir ranum Alena. Refleks tangan Sean terulur meraih leher belakang Alena lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Alena, bibir keduanya pun bertubrukan. Lumatan lembut Sean berikan pada bibir manis gadisnya yang mungkin akan menjadi candu.

Tangan Alena meremas kemeja bagian depan Sean lalu mendorong dada pria itu dengan kedua tangannya. "Le--lepas, jangan menciumku lagi, berengsek!" bentak Alena sambil bergeser untuk menjauhi Sean.

"Aku tau... tapi aku ingin," ucap Sean menatap tajam Alena.

"Jerk!" maki Alena.

"Kenapa sekarang kau suka sekali mengumpat, sayang?" Sean meraih pinggang Alena lalu memeluknya dari samping.

Alena meronta agar terlepas dari rengkuhan Sean yang menyesakkan dada. "Aku tidak perlu lagi bersikap sopan padamu, Uncle! Karena sikapmu yang sangat buruk padaku," kata Alena penuh emosional.

"Kau sangat menggemaskan kalau sedang marah-marah," aku Sean sambil terkekeh.

Alena menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk meredam kekesalan yang kian menumpuk.

"Aku mencintaimu," bisik Sean disela kegiatannya mengendus leher Alena.

"Menyingkirlah! Aku bisa gila jika terus berada di dekatmu." Sentak Alena yang menengadahkan wajahnya sambil memaksa berdiri.

"Kau pikir kau akan pergi ke mana?" Suara berat Sean menghentikan gerakkan tubuh Alena.

"Pergi sejauh mungkin dari pria mesum sepertimu."

"Damn! Jangan mengataiku mesum, Al." Rahang Sean mulai mengetat.

"Kenapa? Memang Uncle seperti itu kan!" balas Alena dengan berani. Sebenarnya ia mulai takut melihat rahang pria tersebut sudah mengeras ditambah tatapan dingin yang menusuk.

"Aku tidak seperti yang kau tuduhkan. Kalau aku mesum mungkin kau sudah kutiduri sejak lama."

Mata Alena membulat penuh. "Aku tidak tau apa tujuanmu menjadikan diriku kekasihmu. Dan sialnya aku tidak bisa menolaknya."

"Tidak bisakah kau percaya kalau aku mencintaimu."

"Omong kosong," cetus Alena sinis.

Sean menuntun telapak tangan Alena agar menyentuh dadanya.
Alena menatap wajah serius Sean dalam diam.

Ya Tuhan, sungguh indah maha karyamu. Tubuh tegap, rahang kokoh, bibir seksi, rambut hitam berkilau, plus mengalir darah campuran dalam diri pria tersebut. Hanya sifat mesumnya saja yang menjadi nilai minus untuk kesempurnaan yang Sean miliki, bahkan Arsen tidak ada apa-apanya dibanding Sean yang unggul dalam hal apapun.

"Kau bisa merasakan jantungku yang berdetak di atas normalkan? Aku merasakan ini setiap kali berada di dekatmu." Suara Sean membuyarkan lamunan Alena yang sedang mengagumi sosok pria jelmaan dewa.

"Aku tau kau pandai membual," jawab Alena ketus.

"Suatu saat kau pasti akan menyadarinya."

"Tidak akan selama kau masih berstatus suami orang. Aku sudah seperti hilang muka setiap kali berhadapan dengan Aunty Amber."

"Aku bisa menceraikannya," celetuk Sean enteng.

Alena menghempas tangan Sean yang kembali akan meraih pinggangnya. "Tidak akan ku biarkan kau menyakiti Aunty Amber. Bahkan aku rela menjadi kekasihmu karena ancaman yang sama dengan yang kau katakan sekarang." Alena mengarahkan tatapannya ke depan, enggan melihat wajah laki-laki yang ia benci.

"Sudahlah, selesaikan dulu makan siangmu." Sean mencoba mengalihkan pembicaraan.

Bunga yang indah belum tentu harum. Hubungan yang mesra belum tentu tulus. Begitupun dengan kehidupan rumah tangga Sean yang penuh dengan kepalsuan. keromantisanya selama ini hanya untuk memanipulasi orang di sekitarnya. Sean butuh waktu untuk mengungkap segalanya dan berjuang mempertahankan miliknya.

*****

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang