Chapter 16 - Spaghetti

4.3K 197 3
                                    

Siang nanti Alena berencana mengunjungi perusahaan Sean. Ia hanya ingin sekedar melakukan makan siang bersama.

"Renata, boleh minta tolong ambilkan kotak makan yang ada di atas itu!" Alena menunjuk rak paling atas. Alena baru saja membuat spaghetti bolognise untuk makan siangnya bersama Sean.

"Tentu, akan saya ambilkan!"

Alena menerima kotak makan yang Renata berikan. "Terima kasih. Aku akan menyiapkan ini sendiri. Kau bisa pergi!"

"Baik, Nona."

Bau harum dari saus spaghetti langsung memanjakan hidung Alena. Alena tersenyum puas melihat hasil masakan yang sudah ia masukan ke dalam kotak dan sudah ia tata dengan manis.

"Aku tinggal bersiap-siap lalu pergi menemui uncle Sean. Hitung-hitung sebagai permintaan maafku karena kemarin sudah membuatnya marah," kata Alena seorang sendiri.

Melihat waktu makan siang masih 2 jam lagi. Alena memutuskan untuk beristirahat sejenak ke kamar. Alena meraih lalu membuka novel yang baru ia baca setengahnya. Namun, lama-kelamaan mata Alena mulai memberat. Tanpa sadar mata itu pun perlahan mulai terpejam.

Beberapa waktu kemudian...

Getaran ponsel membangunkan Alena dari tidur-tidur ayamnya. Alena mengusap mata beberapa kali untuk menormalkan penglihatannya. Alena segera meraih smartphone yang tergeletak di samping bantal. Namun ponsel tersebut sudah berhenti bergetar sebelum Alena raih.

Alena melihat notifikasi yang tertera di layar ponsel. Ia langsung tersadar sepenuhnya. 25 panggilan tidak terjawab dan 5 pesan belum terbaca dari Sean. Alena melihat jam di ponselnya. Ia langsung melempar benda pipih tersebut ke atas kasur lalu berlari ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri dengan secepat kilat.

Sekarang sudah pukul setengah satu siang. Jam makan siang sebentar lagi akan segera berakhir. Alena meraih kembali ponsel yang tergeletak di atas kasur dan segera meninggalkan kamar.

Alena memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Alena berharap jalan yang menuju ke perusahaan Sean tidak terlalu macet. Ia mengarahkan ponselnya ke telinga. Menunggu respon dari orang yang tengah dihubunginya dengan cemas.

"Maaf, sepertinya aku akan terlambat tiba di sana!"

"Tak apa, tapi sebentar lagi aku akan pergi keluar."

"Baiklah, semoga masih sempat bertemu denganmu untuk makan siang bersama," ucap Alena lemah.

"Aku akan menunggu. Kau hati-hati di jalan!"

Setelah memutus panggilan tersebut, Alena kembali fokus dengan kemudinya. Ia sudah hampir tiba di gedung megah milik paman sekaligus kekasih terpaksanya.

Hubungan mereka berjalan dengan mulus meski harus secara sembunyi-sembunyi. Entah kapan Sean aku menceraikan istrinya itu. Sepertinya Sean masih bimbang. Ia belum siap melihat Sisil kesakitan. Namun tidak dengan sepengetahuan mereka, Sisil sudah mengetahui hubungan gelap suami dan keponakkannya. Wanita itu hanya diam, melihat hingga seberapa lama suaminya akan terus menutup-nutupi semua itu darinya.

Sambil membawa paper bag berisi kotak makan Alena memasuki lift menuju lantai teratas gedung tinggi tersebut. Alena berkali-kali melihat jam di layar ponselnya sambil berdiri menghentak-hentakan kakinya pelan. Ia gemas dengan laju lift yang menurutnya sangat lambat.

Suara dentingan lift terdengar. Pintu lift pun terbuka memperlihatkan lobby yang luas dan mewah. Alena buru-buru keluar dari benda kotak tersebut. Melangkah tergesa masih dengan memakai sandal rumah karena lupa mengganti sebelumnya.

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang