Alena mondar-mandir dengan gelisah menunggu kedatangan Sean. Sudah hampir tengah malam pria itu belum juga menampakkan batang hidungnya. "Dasar pembohong ulung," batin Alena memaki. Alena sudah menahan lapar sejak sore. Ia dikurung di dalam apartemen sebesar itu tanpa adanya makanan, hanya ada satu botol besar air mineral di atas meja. Lama-lama ia bisa kembung kalau hanya minum.
Alena melirik jam berkali-kali, berpikir sejenak untuk meminta tolong pada seseorang, tapi siapa? Alena mendesah frustasi. Cacing di dalam perutnya sudah berdemo anarkis. Ia menghentakan kakinya keluar dari kamar menuju dapur. Alena sudah tiga kali memasuki dapur, ia berharap ada keajaiban datang menolongnya dengan tiba-tiba ada sepotong roti atau sebungkus mie instan, pikirnya konyol.
"Dasar Uncle sialan!" maki Alena setelah berulang kali mencoba menghubungi Sean tapi ponselnya tidak aktif.
"Apa gunanya punya ponsel mahal kalau tidak berguna sama sekali!" gerutu Alena.
Ia mendudukkan dirinya di sofa sambil menekan-nekan tombol remote mencari chanel yang menurutnya bagus, tapi yang ia temukan hanya acara sepak bola yang tidak ia sukai.
Satu jam telah berlalu Alena sampai tertidur di atas sofa dengan posisi meringkuk. Tanpa sepengetahuan gadis itu sepasang lengan kekar membopongnya masuk ke kamar dan menurunkan dengan hati-hati ke atas ranjang. "Maafkan aku yang sudah terlambat pulang," ucap Sean lirih. Mengamati wajah Alena yang tertidur pulas.
Sean kemudian mengayuhkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia seharusnya sudah kembali sejak sore tadi tapi tanpa ia duga ada pertemuan mendadak dengan beberapa client sehingga memaksa Sean harus pulang larut malam.
Setelah beberapa saat Sean kembali muncul hanya dengan melilitkan handuk di pinggulnya. Ia menoleh ke arah ranjang mendapati gadis tersebut masih tertidur.
Tanpa berpakaian Sean ikut masuk ke dalam selimut, memeluk tubuh ramping Alena lalu mulai memejamkan mata. Baru saja akan masuk ke alam tidur Sean harus membuka kembali matanya karena pergerakan Alena yang mencoba melepaskan rengkuhan tangan pria tersebut.
"Diam Al, tidurlah sebelum aku menidurimu!" kata Sean dengan suara berat.
"Kenapa kau tidur di sini dan dari mana saja kau?" ucap Alena kasar.
"Maaf aku meninggalkanmu terlalu lama. Ada pertemuan mendadak yang memaksaku harus pulang selarut ini." jelas Sean sambil mengecup puncak kepala Alena yang berada di bawah dagunya.
Alena mendongak untuk melihat wajah Sean lalu ia merubah posisinya menjadi menghadap Sean dengan meletakkan kedua tangannya ke dada Sean yang terbuka untuk memberi jarak. "Ponselmu juga tidak bisa di hubungi! Asal kau tau aku saja, aku hampir mati kelaparan di sini."
"Astaga, jadi kau belum makan sejak siang? Aku lupa kalau di sini belum ada bahan makanan. Aku jarang bahkan hampir tidak pernah mengunjungi apartemen ini." kata Sean dengan wajah cemas.
"Mungkin kau memang sengaja ingin membunuhku."
"Apa yang kau katakan? Aku tidak mungkin sejahat itu." Sean memperkuat rengkuhannya di pinggang Alena.
Suara yang berasal dari perut Alena membuat keduanya terdiam. Sean langsung menatap wajah Alena yang bersemu merah sambil mengigit bibir bawahnya. Sean tertawa pelan sambil mencuri kecupan singkat di pipi gadis itu untuk menyalurkan rasa gemasnya.
"Sepertinya kau perlu makan, aku tidak ingin kalau kau sampai pingsan di sini karena kelaparan," ucap Sean sambil memberi usapan lembut di pipi kekasihnya. "Sebentar aku akan pesankan makanan untukmu."
Tangan Sean terulur meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.
"Uncle aku takut kalau harus tinggal sendirian," ujar Alena setelah melihat Sean meletakkan kembali ponselnya.
Pria itu menaikkan sebelah alis sambil melengkungkan bibirnya ke atas. "Sudah ku katakan sebelumnya kalau aku akan sering menemanimu di sini!"
"Aku tidak mau. Aunty akan curiga kalau kau jarang pulang ke mansion."
"Itu urusanku. Kau tenang saja," jawab Sean santai. "Aku akan memperkerjakan satu pelayan di sini untuk bersih-bersih. Terutama untuk menemanimu di saat aku tidak ada. Mungkin lusa dia baru datang."
"Di sini hanya ada satu kamar, memang dia akan tidur di mana?"
"Masih ada satu kamar yang tidak kau ketahui. Meski ukurannya tidak seluas kamar ini," jelas Sean.
Alena memunggungi Sean. Sean kembali memeluk Alena dari belakang. Wajah Sean di benamkan pada leher Alena yang tidak terhalang apapun.
"Sekarang aku sudah seperti wanita simpanan sungguhan!" Alena menatap kosong ke depan.
"Kau kekasihku bukan simpanan Alena!"
"Uncle sudah punya istri, sebutan apa lagi yang pantas untukku selain simpanan?" kata Alena pelan namun menyayat hati.
Sean setengah mengangkat kepala lalu ditumpukan pada salah satu tangannya. Sehingga ia bisa melihat wajah murung Alena dengan jelas.
"Maaf, aku sudah menarikmu ke dalam situasi yang sulit ini," Sean mengusap air mata Alena. "Aku juga tidak berdaya, Al!"
"Tapi aku takut kalau nanti akan ada hati yang terluka, Uncle."
"Tolong pikirkan perasaanku."
"Aku yakin Aunty tidak akan mau menerimaku lagi menjadi keponakannya setelah tau aku yang menjadi wanita simpanan suaminya," ungkap Alena dengan tatapan sendu.
"Aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi. I am promise." Sean meyakinkan.
"Dan aku ingin meminta sesuatu darimu!"
"Se-sesuatu?" Alena terbata.
"Aku ingin kau bisa menerimaku sebagai priamu bukan sebagai pamanmu atau yang lainnya!"
Alena mengatupkan bibirnya. Dengan susah payah Alena berusaha menelan silvianya karena tidak tau harus menjawab bagaimana. Ia belum memiliki perasaan apapun untuk pria itu, ia menyayangi Sean sebagai orang tua pengganti tidak lebih. Alena juga memikirkan Arsen, kekasihnya. Bagaimana kelanjutan hubungannya dengan pemuda itu jika ia menuruti permintaan Sean.
"Aku tau ini akan sulit untukmu tapi aku mohon belajarlah mencintaiku!" kata Sean di tengah keterdiaman Alena.
Gadis itu menarik dan membuang napasnya pelan kemudian membawa tubuhnya kembali terlentang. "Aku belum bisa melakukan itu. Bagaimana dengan kekasihku kalau aku menyanggupi permintaan Uncle?" jawab Alena dengan masam. "Dan bagaimana dengan nasib Aunty nanti?"
"Kau selalu saja memikirkan mereka tapi tidak pernah memikirkan perasaanku sedikitpun!" celetuk Sean dengan tatapan yang sulit diartikan.
Tak berapa lama suara bel terdengar. Sepertinya itu kurir yang mengantar pesanan Sean. Alena melirik Sean yang mengabaikan suara bel tersebut yang sudah berbunyi berkali-kali.
"Uncle, sepertinya pesananmu sudah datang," kata Alena dengan suara bergetar. Wajah mengeras Sean cukup membuatnya ketakutan.
Tanpa kata pria itu turun dari tempat tidur sambil melilitkan handuk yang menjadi satu-satunya penutup tubuh bagian bawahnya.
"Ya ampun, ternyata dia tidur di sampingku dalam keadaan hampir telanjang," batin Alena yang membulatkan mulutnya saat menatap Sean melangkah santai keluar kamar.
Sean kembali dengan membawa kantong plastik berisi makanan cepat saji. Ia meletakkan bungkusan tersebut di depan Alena yang mendudukkan dirinya dengan posisi bersila di atas tempat tidur.
"Cepat habiskan, dan segara pergi tidur!"
"Kau tidak ikut makan?"
"Kau saja, aku tidak lapar." jawab Sean yang terdengar ketus.
Karena sudah sangat lapar Alena segera membuka kotak makanan tersebut sambil mencuri tatap pada Sean yang membaringkan tubuhnya di atas sofa yang letaknya cukup jauh dari tempat tidur. Pria tersebut tampaknya sedang marah.
"Mungkin nanti aku akan melakukan sesuatu yang tidak pernah Uncle bayangkan sebelumnya," pikir Alena.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Simpanan Uncle
Romance(PROSES REVISI) 21+ Karena suatu hal yang tidak Alena ketahui, ia terpaksa menjadi kekasih gelap pamannya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu benih cinta mulai tumbuh di hati Alena tanpa bisa dicegah. Hingga suatu ketika Alena menerima kenyata...