Chapter 44 - Santai

2.4K 128 0
                                    

Hampir tengah malam Alena terbangun. Pria yang biasa tidur menemani kini tidak ada di sampingnya. Ia bangun sambil merapikan rambut panjangnya yang tampak kusut.

Sejak Leo datang mengantarkan berkas, Sean belum juga kembali ke kamar. Entah apa yang pria itu lakukan hingga selarut ini. Alena sudah menunggu hingga ia ketiduran.

Meski dalam keadaan mengantuk Alena pergi keluar kamar. Langkahnya pelan. Di luar sudah tidak ada kehidupan. Pencahayaan temeram. Dengan hati-hati ia menuruni anak tangga akan mencari Sean di ruang kerjanya.

"Kerjaan apa sih yang dia lakukan malam-malam begini?" Alena bergumam.

Alena membuka pintu ruang kerja Sean. Ia memasukkan setengah tubuhnya sambil mengamati situasi di dalam.

"Ada apa?" Sean mengangkat sebentar wajahnya menyadari kedatangan Alena.

"Kenapa belum tidur?" Alena melangkah pelan, mendekat. Ia merasa Sean sedang mengabaikannya.

"Aku masih ada kerjaan. Kau kembali ke kamar saja, nanti aku akan menyusul." Mata Sean sama sekali tidak melihat Alena yang berdiri di depan mejanya. Ia bersikap tak acuh.

"Kau marah padaku?"

"Tidak."

"Bohong! Kau mengabaikanku sejak sore tadi," ucap Alena to the point.

"Aku hanya sedikit kesal saja padamu. Terutama ngidam konyolmu itu." ucapan Sean sedikit ketus.

Alena menggeleng lemah.

"Sean, mengertilah sedikit saja. Lagipula ngidamku mungkin tidak akan lama."

Sean menghentikan aktivitasnya saat jemari Alena mengelus tengkuknya. Tubuhnya meremang.

"Jangan marah ya," bujuk Alena.

"Hemm."

"Sebelumnya kau yang mau aku  segera hamil. Sekarang kau malah bersikap seperti ini padaku." Alena berbisik di belakang kepala Sean.

"Aku tidak pernah berpikir kalau wanita hamil akan mengalami ngidam yang sangat menjengkelkan dan merepotkan."

Alena menegakkan tubuhnya sambil mencabikan bibir.

"Itu sudah resiko!"

Wajah murung Alena membuat Sean menghela napas. "Baiklah."

Sean menarik Alena agar duduk di pangkuannya.

"Aku akan menuruti ngidammu asal tidak melibatkan pria lain. Kau minta apa saja aku akan mengabulkannya meski hal yang mustahil sekalipun." Kedua tangan Sean merengkuh pinggang Alena erat.

"Benarkah?"

"Tentu saja." Dagu Sean ditempelkan di bahu Alena.

"Kau tidak akan marah-marah lagikan?"

"Tidak. Asal kau tidak memancing emosiku."

Satu kecupan Alena dapatkan di keningnya. Ia pun balik mengecup bibir Sean singkat.

"Malam ini apakah aku sudah boleh memintanya. Sudah berminggu-minggu aku berpuasa, sayang." Sean menampilkan senyum mesumnya. Langsung beralih dari topik sebelumnya.

"Aku takut menyakitinya," balas Alena.

"Aku akan melakukannya pelan-pelan." Mata Sean menatap Alena penuh permohonan.

Sejak Alena masuk rumah sakit Sean belum pernah menyentuh istrinya lagi. Penolakan Alena waktu itu membuat hubungannya sedikit merenggang. Dan sekarang Sean menginginkannya.

"Aku tidak yakin kau akan melakukannya dengan pelan. Aku tidak ingin ambil resiko. Sebaiknya nanti saja kalau anak kita sudah lahir."

"Itu masih lama sekali, sayang!" Ada gurat kecewa di wajah Sean.

 Kekasih Simpanan UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang