[9] DIA HANYA DELUSI

418 48 6
                                    

Kau, hanya delusi. Kau hanya bayang-bayang. Kau tak nyata.
...
..
.
.
.

Tok... Tok... Tok..

"Della. Sarapan sayang. Bunda udah masak buat kamu.

Deg

Dentuman kuat mulai menguasai jantung Della. Matanya terbuka namun badannya kaku. Ia tak bisa bangkit, tak bisa berteriak, ia hanya bisa menahan sakit.

"T-tolong," napas Della tercekat, darahnya berdersir sangat hebat.

Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh peluh. Della sadar semalam semuanya mimpi. Lagi-lagi mimpi yang terasa sangat nyata.

Treett..

Suara yang menandakan pintu kamarnya terbuka dengan sangat pelan. Bola mata Della mulai berputar melirik seseorang yang akan masuk dari luar

"Araz?" Della bergumam.

"Dell? Della, bangun Dell?"

Deg

Della bangkit dengan sangat cepat. Napasnya tersengal hebat, dan sesak semakin mengukung dadanya. Della baru saja bangun dari mimpi untuk kedua kali? Yang benar saja.

"Lo kenapa?" tanya Araz tenang.

Della masih terengah, seperti dikejar ribuan kilometer sehingga sesaknya terasa sakit. Ia meremat jemarinya lalu menepuk dadanya beberapa kali dengan kuat. Semakin kuat membuat Araz mencekal lengan Della menenangkan.

"Gila lo. Mau ngapain?"

"G-gue gak bisa napas," jawab Della sembari merintih.

Araz inisiatif, duduk ia di sisi ranjang lalu mendekatkan tubuhnya. Wajah lelaki itu sejengkal dari wajah Della, menatap bibir tipis Della sebentar sebelum akhirnya ia mendekatkan bibirnya di sana.

Namun.

Plak..

"Mau ngapain? Hah?"

Araz membekap pipinya dengan kuat. Begini rasanya ditampar oleh seseorang sehingga membuat telinganya berdengung dengan sangat hebat.

"Lo kenapa nampar gue?" tanya Araz bingung. Ia terus mengusap pipi yang terasa sangat kebas.

"Lo ngapain nyosor, babi! Lo mau ngelakuin apa sama gue hah? Lo mau nodai gue ya?" Della memeluk tubuhnya sendiri memberi perlindungan di sana.

"Lo bilang gak bisa napas, kan? Ya gue mau ngasi lo napas buatan. Lo gila ya mikir kek gitu?" cetus Araz tak kalah lantang. "Lagian, apa salahnya sih gue bantu lo."

"Gak salah dodol! Yang salah tu situasinya!" Della membuang napas dengan kasar, memijit dengan kuat pelipis yang terasa berdenyut.

Della menatap Araz sekali lagi, sekarang tampak sangat serius. "Gue mimpi ketemu sama Arkan lagi semalam."

"Lalu?" Araz memperhatikan Della dan mulai menjadi pendengar yang baik.

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang