[36] SEMUANYA TELAH USAI

822 68 27
                                    

Akhir dari segala hal, mungkin tak sesuai harapanmu.

---•••---

"Della," cengkraman tangan Araz menguat sedangkan Della enggan memutar tubuh menatap Araz, ada beberapa hal yang semakin menyesakkan dada Della, perlahan tapi pasti genggaman di lengannya tak lagi terasa, jemari Araz yang ia tatap sedikit demi sedikit menghilang bahkan tampak memudar.

"Tangan lo Raz," Della menangis di sana, ia usap jemari itu namun tak bisa Della pegang. "Tangan lo gak bisa gue sentuh," adunya semakin terisak.

"Maaf_"

"JANGAN MEMINTA MAAF!" Della berteriak lalu memutar tubuh. "Lakukan sesuatu, tolong Raz, jangan pernah ninggalin gue, lo harus di sini temani gue Raz, hiks," tetesan yang meluruh tak jua terhenti, semakin ia seka semakin meluncur dengan deras. "Siapa yang akan menyambut kedatangan gue kalau lo gak di sini, siapa yang akan menghuni kamar kosong ini kalau lo pergi?"

"Della," pelan dan lirih yang membuat Della mengangkat wajah, memandangi Araz untuk ia sentuh wajah tampan itu sekali lagi, saat jemarinya bertemu dengan wajah Araz, tubuh itu menghilang seperti debu.

"Aaaaakh. JANGAN PERGI ARAZ, JANGAN PERGI!"

"RAZ, TOLONG KEMBALI, GUE SENDIRIAN DI SINI, GUE TAKUT ARAZ."

BRUK

Lantai yang ia pijak berubah menjadi tanah dengan rumput kecil memenuhi, lutut Della terluka akibat hujaman kuat yang terasa amat perih, baru saja ia mengingat tentang Araz sekarang lelaki itu telah kembali ke tempat abadinya. Jemari Della teremat erat, ia genggam beberapa rumput di tanah dengan amarah yang bergejolak, kesakitan dan dendam membuat seluruh tubuh Della berapi.

"Gue akan membunuh Arkan untuk lo Raz, gue akan menghabisi dia yang berani mempermainkan kita, dendam lo akan gue balaskan," ia merapalkan segalanya di dalam otak hingga tersemat abadi di sana.

Benda kecil tajam di kantong celananya Della ambil, ia tatap bersama kilatan amarah, sejenak hening ia kembali berkeliling memandangi rumah yang telah berubah menjadi hutan kosong.

Hembusan sesak mengusik, hembusan sakit menyeruak. Perlahan, ia pejamkan kedua netranya lalu berucap.

"Kembalikan gue ke tempat Arkan."

"Della."

Enggan ia membuka mata, enggan memandangi lelaki yang saat ini berada di dalam lingkar kebenciannya, namun, jika ia ingin ketenangan, maka Arkan harus mati di tangannya.

"Kenapa kamu menutup mata?"

Della membuka mata itu lalu memandangi Arkan tengah duduk di antara tumpukan kardus yang tengah membaca buku diary yang selama ini menjadi petunjuknya. Gelak kebencian terbentuk.

"Ternyata lo dalang dari semua ini Arkan?"

"Benar, aku yang melakukan ini."

"Apa tulisan terakhir dari buku yang lo pegang?" tanya Della, Arkan mengangkat kedua bahunya lalu tersenyum miring.

"Lo mau membunuh gue Dell," bangkit ia dari duduk lalu melemparkan buku bersampul wajah gadis itu hingga terjatuh tepat di bawah kakinya. "Boneka tak akan bisa menyakiti tuannya Della."

"Boneka?" kekehan kesal terdengar di ruangan gelap itu, gudang tempat paling nyata yang Della temui sekarang, bahkan suara bising hening, tak ada tanda-tanda kehidupan kecuali mereka berdua.

"Iya, kamu hanya boneka yang diberi nyawa, jangan bertingkah."

"Pasti akan menjadi sejarah jika boneka ini berhasil membunuh lo Arkan," sentak Della tegas. Selangkah kakinya terayun, semakin dekat ke arah lelaki yang sekarang terdiam dalam seringaian menjijikan, saat langkah kedua berhasil ia langkahkan, jemari kirinya meraih benda tajam di balik saku celana lalu mengayunkan tepat pada leher Arkan tanpa adanya pergerakan dari lelaki itu.

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang