[13] TERBUNUH

326 39 1
                                    

Siapa orang yang selalu mendorongmu agar tetap semangat? Hati-hati, dia juga bisa mendorongmu bertemu kematian.
...
..
.

Della menggaruk dahinya dengan jari telunjuk. Lelaki yang ia pandangi mirip dengan Araz ini benar-benar membuat ia menggeleng penuh ragu.

Ponsel dengan syarat tubuhnya. Dia bercanda, anak sekolah sudah berani mengatakan kalimat yang mampu membuat telinga orang dewasa bergidik ngeri.

Della melipat tangannya di bawah dada, menatap Araz dengan deru napas yang terembus sangat kencang.

"Deal," balas Della tak perlu berpikir lama. Lagi pula, setelah ia mendapatkan ponsel itu Della bisa pulang ke gubuk, dan urusannya yang pertama sudah selesai.

Apa yang membuat semua orang di sana berbisik sangat riuh. Della juga ikut kebingungan.

Lelaki itu memperhatikan wajah Della dalam-dalam, ia juga semakin mendekatkan tubuhnya ke arah gadis yang masih tegak tak bergerak.

"Lo siapa?" Azka mencengkram kuat bahu Della lalu mengguncangnya beberapa kali.

"Lo bukan Della si cupu. Lo siapa?" ulang Azka memastikan.

Della memberikan Azka senyuman tipis, netranya menunduk melirik ponsel yang berada di tangan kiri Azka, tanpa pikir panjang ia merebut ponsel itu dengan paksa hingga benar-benar terlepas. Della tertawa pelan.

"Gue udah bilang kan, kalau gue bukan Della yang lo kenal. Dan lo, bukan Araz yang sama," Della memutar tubuh lalu mengayunkan langkah menjauh dari kerumunan yang terus-menerus merekamnya.

"Tepati janji lo sialan! Besok di gudang sekolah!" teriak Azka dengan keras.

Della mengabaikan teriakan Azka, ia hanya terus melangkah di lorong yang seakan tak memiliki ujung.

Kakinya keram dari tadi seolah berputar di tempat yang sama. Della baru ingat, jalan yang ia tempuh hampir satu jam, kosong.

Della menghentikan langkahnya, ia memastikan sekali lagi bahwa sekolah itu benar tak memiliki murid. Kepalanya mendongak, menatap ruangan kelas 12 IPA yang berada di sampingnya.

Kosong.

Keringat dingin menetes membasahi tubuh Della. Ketakutan juga mulai menyeruak, ia bahkan tak tau sekolah ini di mana, dan Della tak menemui jalan keluar.

"Aslan?" Della mencoba memanggilnya pelan, ia berjalan kecil, kali ini Della mencoba menetralkan dentuman jantung yang berdebar begitu hebat.

Ini hanya penglihatan Della atau memang terjadi hal seperti ini di sekolah-sekolah angker. Lampu gantung kecil yang berjejer di atas kepalanya, terus hidup mati hingga beberapa kali.

Dan setiap kali lampu itu mati, Della tak melihat jalan. Hanya ada kegelapan yang teramat pekat.

Sejenak, ponsel yang masih dalam genggaman Della berdering, hal itu justru membuat tubuhnya bergetar semakin panik.

"Bunda."

Nama yang tertera dilayar ponsel itu.

"Hallo," bibir Della bergetar dengan hebat.

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang