[26] DIARY RUSAK

270 38 6
                                    

Kamu siapa? Kenapa orang-orang itu berbisik mengusik. Menyebalkan sekali.

---•••---

Dalam langkah yang sengaja dipercepat oleh Della, dentuman hebat juga ikut serta. Bagaimana tidak, Arkan bahkan tak mengalihkan tatapan tajam saat ia bertanya siapa Della sesungguhnya.

Saat gadis itu selalu menyebut dunia ini aneh, atau dunia yang ia huni berbeda, kali ini Della merasa amat takut jika jati dirinya terungkap. Kenapa? Seharusnya ia tak merasakan ketakutan ini, Della bukan seorang penjahat, kan?

Kakinya terhenti melangkah tepat di depan pintu yang tersingkap. Ia menoleh, tulisan gudang yang sempat membawanya ke hutan belantara, kembali mengusik, bukan hutan itu, melainkan buku diary yang ada di dalam sana.

Della tak salah, rasa penasaranlah yang membuatnya menyerah. Tak ada yang ia pikirkan karena pada dasarnya ia ingin kembali membaca buku diary bukan datang menemui Anna ataupun Araz.

Dalam hembusan yang ia keluarkan kasar, Della mengeratkan rahangnya takut-takut. Sejenak.

"Della."

Panggilan dari Arkan membuatnya mematung di tempat, tak bergerak dan juga tak melirik hingga langkah kaki besar yang terdengar mulai mendekat.

"Ice cream," Arkan mengulurkan tangannya, memberikan ice cream rasa anggur ke arahnya. "Kesukaan kamu."

Della termangu. Haruskah ia memakannya? Karena selama ini ia lupa kapan makan dan minum, Della bahkan belum pernah merasakan itu.

"Hah. Benar," ucap Della dalam tegak sekaligus kebingungan.

"Apa yang benar?"

"Aku ingat kapan terakhir kali makan, itu saat aku bangun lalu disediakan bubur dengan tiga mata di dalamnya," Della mengalihkan tatapan dari Arkan yang terus menatapnya. Pikiran yang tiba-tiba muncul membuat ia memiringkan kepala lagi berpikir.

"Waah. Gila, selama ini bagaimana cara dunia bekerja. Aku gak mati Arkan, aku hidup dalam keadaan perut kosong."

Arkan berdeham yang membuat Della menghentikan ocehannya. Kembali ia mengulurkan ice yang masih diabaikan oleh Della, namun kali ini gadis itu menerimanya.

"Jangan kebanyakan nonton sinetron Dell. Otakmu jadi gak berfungsi," tuturnya. Arkan tersenyum singkat.

"Apa itu artinya kamu tak mempercayaiku?"

"Tidak," jawaban dan gelengan cepat dari Arkan jelas sangat menyakiti hati Della, geram, kesal bercampur tetapi ia tak boleh memukul.

"Sekarang aku tanya. Apa dunia ini lebih dari satu?"

"No. Dunia hanya satu Della."

"Lalu kenapa aku bertemu dua orang di dunia yang berbeda?"

"Siapa?"

"Aku."

"Alam mimpi kali," singkat Arkan. Della mengernyit.

"Ya kali di alam mimpi gue bisa bersentuhan dengan hantu. Merasakan sakit, dan kehilangan napas beberapa kali."

"Apa?"

"Aku ngomong sendiri bukan denganmu," tekan Della sembari menikmati ice yang hampir meleleh. Dalam kunyahannya, ia kembali berpikir, apa benar ini mimpi?

"Kamu ngapain di depan pintu gudang Dell?"

"Aku mau masuk ke sana."

"Untuk apa?"

"Mencari buku rusak."

Pandangan Arkan berubah. Kilatan dari sorot matanya mulai berbeda, memerah lalu tersenyum cukup licik. Sesaat, ia mengangkat wajah lalu memandangi Della yang sekarang justru membeku.

"Buku?" Arkan memajukan langkahnya sekali yang disambut mundur oleh Della. Dua kali, hingga ketiga kali langkah kaki Arkan terhenti, bukan karena sesuatu hal yang mencoba menghentikannya melainkan gadis itu sudah tak lagi bisa mundur karena terhalang oleh dinding.

Arkan cukup merasa puas, seringai ia keluarkan lalu menumpukan jemarinya di dinding, menatap wajah Della sejengkal lebih dekat, bahkan helaan napas menari-nari di pipinya.

"Sebenarnya, buku apa itu Dell?" tanya Arkan cukup pelan. Della mematung, debaran jantungnya mulai tak tenang.

"B-buku... Buku usang," jawab Della, ia menelan air liurnya susah payah, menyembunyikan grogi dari tatapan yang kian menusuk, saat tangan kiri Arkan terangkat hendak menyentuh wajahnya, refleks Della melempar ice cream hingga mengenai muka lelaki tampan itu.

"Aaa, Dell, gila kamu! Mukaku," teriaknya, tetapi Della hanya mengedipkan netra tak percaya, cukup bangga dengan apa yang ia lakukan, pertahanan diri baru saja ampuh membuat lelaki berwajah tampan itu kabur.

"Lebay sekali kamu tuan. Hanya karena ice cream doang paniknya minta ampun, cih."

"Mau kemana Dell?"

Della bergeming, ia enggan memutar tubuh saat suara berat yang ia yakini Danu memanggilnya. Ini bukan pertama kali, bahkan beberapa menit yang lalu Danu selalu memperhatikan gerak-gerik Della yang tak biasa.

"Waah. Gila bener pasutri ini, membuang makanan dan menjatuhkannya di lantai. Lihatlah, siapa yang akan membersihkannya?"

"Gue, gue yang akan membersihkannya lo tenang aja," balas Della dalam tegak. Danu terkikik. Saat itu jugalah Della memutar tubuh, melirik Danu yang sekarang tengah berjongkok memandangi lantai yang tersebar ice cream yang mulai mencair.

"Kenapa lo ketawa?"

Danu tak menjawab, ia mengulurkan telunjuknya lalu menyentuh air yang berasal dari ice di lantai, ia angkat lalu melirik Della dengan senyuman tipis, dan apa yang baru saja lelaki itu lakukan berhasil membuat Della mual ingin memuntahkan segala hal yang menumpuk di dalam perutnya.

"Gila lo!" teriak Della saat Danu menjilati telunjuk itu, bahkan ia ulangi beberapa kali.

"Danu."

"Seperti ini cara membersihkannya tanpa kerugian Della," ucap Danu yang mulai bangkit.

Jawaban dari lelaki berambut gondrong itu membuat Della bergidik ngeri. Ia menggeleng.

"Ini gila. Tempat dan dunia ini benar-benar gila. Orang-orangnya tak waras. Oh Tuhan, ada apa ini?" Della menepuk kepalanya sangat frustasi.

"Lo yakin kami yang gila?"

Della menoleh, mulutnya kelu kala Danu mulai bersuara tenang dan itu bukan dirinya. Bahkan, saat tatapan dengan lengan yang ia lipat berhasil membuat Della mengernyitkan bingung. Dua kedipan mata pelan, Danu mendekat.

"Lo. Berasal dari mana Della? Siapa orang-orang yang selalu berada di belakang lo. Tawa-tawa kecil dan besar yang mengusik kenapa selalu datang dan membuat gue sulit untuk tertidur," satu langkah lagi Danu beranjak, namun Della hanya bisa mencengkram dinding abu-abu yang berada di belakangnya.

"Della. Lo mencari mati di sini atau ingin mematikan seseorang?"

Kaki Danu terhenti bersamaan dengan detakan jantung Della yang ikut terhenti beberapa detik, ia tak sanggup memandangi mata dengan kilatan marah bercampur sendu dari Danu, Della terus memiringkan netra ke samping dan masih berpikir.

"JAWAB!"

"Lo... Lo meneriaki gue?" Della menunjuk tepat di dada Danu dan berhasil membuat lelaki itu mundur. Bagaimana bisa gadis dengan segala hal buruk dalam dirinya takut sama Danu lelaki yang baru saja hadir dan merubah segala hal, bahkan sekarang berani berteriak dengan keras, dan sesuatu yang selalu Della benci.

"Kenapa? Gak terima?" jawab Danu menantang, dagunya terangkat geram.

"Tentu! Lo siapa berani membentak gue? Hah?"

"Hanya karena lo istri dari Arkan dan lo sudah menjadi ratu di sini? Haha, sadar Della, jika bukan karena kasihan, Arkan tak akan mau bertanggung jawab atas perlakuan lelaki bejat itu terhadap lo."

"Tolong sadar diri. Lo, bukan siapa-siapa bagi kami, dan kehadiran lo tak pernah kami anggap di sini. Paham!"

"Plak..."

A N N A D E L L A

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang