Jarak kematianku dan kuburan kosong di sampingmu semakin dekat, karena mereka akan menguburkanku di sana.
---•••---
Della terdiam. Semakin lama diam semakin membuat ia merasa gundah. Pelukan terakhir bersama Iraya meluluhkan raganya, sejenak ia bertemu sekarang terpisah untuk selamanya, meskipun tak begitu dekat ikatan terjalin seolah lebih dari dekat.
Della menutup pintu untuk kedua kali, membuka lagi tetapi masih sama. Sekarang kemana tujuannya, Araz, atau Arkan?
"Ra. Lo di mana? Apa benar sudah tiada?" tanya Della lirih. Saat pertanyaan tadi terlontar, rasa penasaran mulai membelenggu, jika Iraya, Sofia dan Azka telah mati, maka ia harus menatap bukti kematian itu.
Iya, Della tak lagi memikirkan apa pun kecuali nama Iraya.
"Antarkan gue bertemu dengan Iraya," pinta Della sembari menutupi matanya. Saat ia mencoba membuka pintu udara luar mengusik sehingga netra tadi terbuka. Benar, inilah tempat terakhir mereka. Kuburan.
Della membuka langkah pertama, meneliti nama Iraya, Sofia dan Azka yang berjejer. Saat langkahnya terhenti Della menjatuhkan tubuh, mengusap gundukan yang sekarang telah ditumbuhi rumput liar, menangis ia di sana meratapi semua kesalahan yang mungkin saja benar tentang dirinya yang amat sangat jahat.
Della mengusap batu nisan itu, melihat lagi tanggal kematian di sana. Anehnya, tanggal kematian mereka bertiga sama, padahal Azka dan Sofia mati di hari yang berbeda.
Semua yang tak masuk akal memang membuat otaknya pusing, tetapi. Della tak ingin mencari tahu lagi, sudah cukup. Semua yang terjadi bisa saja terjadi atas campur tangan mereka.
Bangkit Della saat suara tapakkan kaki seolah mendekat. Tetapi, tak ada siapa pun di sana, belum lagi senja hampir menenggelamkan siang sehingga kaki Della mulai terayun untuk pergi. Sayangnya, ia harus terhenti untuk kesekian kali saat batu nisan atas nama orang yang sangat ia kenal, sejajar dengan Azka.
"Danu?"
Della mendekat, membaca dengan teliti nama Danu di sana. Saat itu juga Della menggeleng.
"Gak. Bukan Danu yang gue kenal. Bukan," final Della dalam gelengan kuatnya.
Tuk...
Tuk...
Tuk...
"Kamu udah datang?" ia memutar tubuh saat suara kaki yang sedari tadi terdengar mulai terdiam di belakangnya. Wanita itu tersenyum.
"Dia Danu yang sama Della. Lo yang telah membunuhnya," jawabnya tenang. Della terdiam kikuk.
"Seharusnya dia tak banyak bicara dua hari yang lalu, sayangnya. Mulut lelaki tak selamanya bisa dipercaya. Danu, telah kehilangan nyawa untuk gadis seperti kamu."
"Apa maksud lo nenek lampir?"
"Seharusnya kamu memanggilku nenek Della. Kenapa membangkang dengan menyebutkan lo kepada wanita tua ini?"
Sera terkikik di balik getaran hebat yang mengurung tubuhnya. Tak bisa dibantah, menatap mata Della sungguh sangat menakutkan. Seperti melihat monster yang akan mencabik kapan saja ia mau.
"Nenek," panggil Della lalu tertawa. "Lo memang pantas sekali dipanggil nenek. Tetapi sayang, waktu lo untuk tinggal di dunia ini hanya beberapa menit lagi."
Semakin bergidik ngeri saat lontaran dengan semua penekanan dari Della mulai keluar, apalagi kaki gadis yang masih bersimbah darah itu semakin mendekat, Sera, harus memutar otak untuk sekadar mundur.
"Sebelum kematian lo datang. Jawab pertanyaan gue? Siapa lo? Aa, untuk apa menanyakan sesuatu yang tak masuk akal itu. Gue ganti pertanyaannya. Apa ini? Dunia yang gue hadapi dan kejadian yang gue jalani. Bisakah lo ceritakan semuanya?"
Sera menggeleng. "Maaf, aku tak bisa memberitahukan semuanya kepada kamu," Sera menggenggam jemarinya dengan kuat, mulut yang selalu digerakkan tanpa ia mau selalu mengusik dirinya, seperti robot yang dikendalikan dari luar.
"Della, agh."
"Jangan ngedrama lo lampir," sarkas Della saat ia mencengkram rambut panjangnya. Lagi dan lagi Sera terdiam tak berkutik.
"Lo gak bisa menjawab semua itu?" Sera mengangguk. "Apa gue yang membunuh Danu?"
Pertanyaan Della membuat cengkraman di kepalanya terlepas, ia angkat wajah lalu tersenyum dengan licik.
"Iya. Kamu pembunuh itu Della. Kamu psikopat, kamulah yang menghabisi empat nyawa ini. Bahkan dengan sangat sadis. Hahah, selamat."
Hembusan napas Della mulai tak beraturan, netra liar dari wanita itu seolah kembali kepada jati diri yang sesungguhnya. Sempat ragu ia dengan kesenduan beberapa menit berlalu, sekarang, keyakinan Della kembali datang.
"Gue tak mengingatnya sama sekali. Apa bisa lo memberitahukan bagaimana cara gue membunuhnya?" tanya Della tenang.
"Lo menyayat pergelangan tangan Danu hampir putus. Menusuk di bagian perut bahkan memutarnya hingga beberapa kali. Aa, gak hanya itu, ucapan lelaki yang hampir saja menghancurkan semua rencana yang sudah tersusun ini, membuat lo memotong lidahnya menjadi beberapa bagian," Sera tertawa cukup keras lalu kembali berucap. Bagaimana? Keren bukan?"
"Keren sekali," singkat Della dalam tegak takutnya.
Sera memiringkan kepala, menunjuk jemari Della yang sekarang tengah ia remat. "Bagian paling besar, ada dalam genggaman lo Della."
Desiran darah Della seolah naik hingga ke ubun-ubun, ia terkesiap mendengar ucapan Sera yang sama sekali tak masuk akal. Dalam gelak tawa wanita itu Della memberanikan diri mengangkat jemarinya, meneliti tangan yang sekarang sudah terkepal.
"K-kapan. Kapan jemari gue bertaut kek gini?" tanya Della was-was. Sera hanya terdiam
"Ini bohong, kan?"
"Buka tanganmu Della. Maka semua jawaban dari ucapanku berada di sana."
Della membuka kepalan yang ia remat, saat jemari tadi terbuka lebar, refleks Della melempar kesembarang arah dengan getaran hebat menghantam seluruh tubuhnya, dan bertambah ngeri saat senyum singkat Sera yang tergambar jelas di bibir Serta terbingkai di sana.
"Cantik."
"GILA!" teriaknya histeris. "Lo gila! Kalian semua tak waras! Bagaimana bisa sesama manusia melakukan kekejian seperti ini. Apa lo tak memiliki sedikit saja rasa iba kepada seseorang. Kalian tak memiliki hati?"
"Apa maksudmu Della? Kamu membicarakan diri sendiri?"
"Aaaaa... Bangsat! Bukan gue yang melakukan itu_"
"Lalu apa perkataanmu bisa dijadikan bukti?"
"Gue baru saja membunuh Anna. Mana mungkin dalam satu waktu gue bisa membunuh dua orang sekaligus."
"Kamu mengakuinya?"
Ini jebakan. Pertanyaan Sera menjebak Della agar ia berbicara jujur, dan terbukti, baru saja Della mengakui bahwa ia benar telah menghabisi nyawa Anna begitu kejam, menusuk leher gadis itu bahkan beberapa kali.
"Ini bukan dunimu Della. Ada kamu yang berada di sana, mungkin saja. Dia melakukan pekerjaan yang sama denganmu di sini, menghabisi nyawa Danu."
"Pembohong! Jangan bermain-main dengan gue sialan. Karena lo pasti tahu target selanjutnya siapa?"
Della mendekat. Semakin terayun langkahnya, jarak antara ia dan Sera hanya tinggal sejengkal. Sedangkan wanita cantik bergincu merah yang berdiri tampak anggun dan tegap, membeku dengan tubuh yang menggigil. Ia tak bisa bergerak, membeku seperti terikat dengan tali tak kasat mata.
"Aku tahu, makanya dia mengirimku ke sini, Karena jarak kematianku dan kuburan ini akan semakin dekat. Di sana," Sera menunjuk tempat kosong tepat di samping kuburan Danu. "Mereka akan menguburkan aku di sana."
A N N A D E L L A
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNADELLA [Tamat]
Short StoryHai. Selamat berpetualang di dunia Della Dunia Annadella Frasllyn tidak baik-baik saja. Kenapa? Karena ia melihat kematian dirinya dan kematian Araz beberapa kali. Mereka bilang, dunia ini hanya satu, lalu kenapa Della bertemu dunia lain hampir seti...