Jangan bawa perasaan bodoh! Lo bisa kalah.
---•••---
Arkan merapikan pakaian yang berantakan akibat tarikan Della. Dalam tegak dan mematung netra itu tak pernah berhenti memandangi gadis yang sekarang telah hilang di balik tembok. Satu helaan napas ia keluarkan dengan pelan lalu mulai mengangkat kaki.
Setibanya di sana, ia berdiri sembari melipat tangan. "Danu, bisa ke sini sebentar?"
Tak hanya Danu, Beny dan Gibran ikut mengangkat wajah bahkan ikut menoleh, ini bukan panggilan biasa karena mereka sangat paham bagaimana Arkan berucap apalagi itu dengan semua karyawan sekaligus sahabatnya.
Danu beranjak mendekat, sebenarnya jantung lelaki berambut gondrong itu mulai berpacu, ia seolah diinterogasi mengenai hal yang ia bicarakan tadi bersama Della.
"Iya, kenapa Arkan?"
"Apa yang ditanyakan Della sama lo?"
Dugaan Danu benar, Arkan masih penasaran dengan pembahasan yang sempat terhenti bahkan belum sepenuhnya terucap. Ini sudah menjadi sangat rahasia, jika Danu menceritakan kepada Della, Arkan mungkin akan marah besar.
"Lo ngomong sama Della?" tanya Gibran yang ikut nimbrung.
"Kapan?" Beny menimpali. Danu terdiam tak bersuara saat semua orang mulai bertanya dengan gurat yang aneh.
"Kenapa diam Nu?"
"Della tak menanyakan apa-apa Ar, dia hanya terus mengoceh tentang dua dunia."
"Apa ini yang lo bilang kalau yang tadi itu bukan Della yang asli?" tanya Gibran antusias, Danu menyikut lengannya yang membuat lelaki itu hening.
"Lo meragukan istri gue?" Arkan tertawa. "Danu, gila lo percaya dengan semua yang dia omongin?"
"Tapi Della berbeda Ar. Kemarin mukanya berubah lesu bahkan hampir saja terjatuh kalau lo gak menangkapnya dengan cepat. Dia mudah tersenyum bahkan, mengucapkan terima kasih."
Danu menunjuk tangga kayu di sana dengan pernapasan yang tak menentu. "Tapi hari ini, dia berteriak bahkan berbicara tak seperti biasanya. Memanggil kita dengan santai layaknya seorang teman. Kenapa? Bukankah kalian melihat semua perubahan itu?"
"Ayolah Ar. Buka mata lo, gadis itu bukan Della, dia bukan istri lo."
Jemari Arkan terkepal kuat, ia ingin memukuli Danu yang mulai banyak bicara namun ia tahan, mengingat bahwa masih banyak pelanggan yang berada di sana, bagaimana jadinya jika tempat ini riuh, maka akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
"Jika dia bukan istri gue, lalu siapa yang sekarang berada di dalam kamar. Hantu? Sadar Danu."
"Astaga," Danu mengacak rambutnya dengan kasar, memperhatikan kedua orang yang sekarang meneliti raut wajah tak biasa dari Danu, kembali ia bersuara.
"Lo, gak percaya sama gue. Ben, lo sama?"
"Siapa juga yang akan mempercayai kata-kata gila lo Danu," singkat Gibran, ia menggeleng kurang yakin. "Della memang berbeda sikap dan sifat saat gue temui, tapi bukan berarti ada dua orang dengan wajah yang sama. Ini bukan dunia magic bodoh. Hal seperti itu gak ada," tegas Gibran yang berhasil membuat tawa Beny merekah. Lagipula, siapa yang akan percaya dengan omong kosong tak masuk akal ini.
"Gib, bukannya lo sering dengar kalau Della selalu bilang ada dua wajah saat ia temui_"
"Kapan Della mengatakan itu sama lo?" tanya Arkan kembali. Danu terdiam. "Baru saja? Apa beberapa hari yang lalu?"
"Kenapa? Lo sudah sering mendengarnya dari Della, kan? Arkan. Lo mempercayai segalanya tapi sebisa mungkin lo simpan. Kenapa? Apa ini ada hubungannya dengan Della dan kehidupannya. Lo menyembunyikan apa Arkan?"
A N N A D E L L A
BRAAK..
Della membanting pintu kamar Arkan dengan kuat, menyandarkan punggung di belakang pintu dengan sesak yang selalu berteman dengannya.
Semakin ia tahan, rasa sakit seolah lebih mendominasi, kali ini bukan kepedihan biasa, seperti hilangnya perasaan percaya kepada semua orang. Kenapa?
"Della jangan memakai perasaan jika kamu tak mau kalah."
Lagi dan lagi Della tergelak seperti orang gila di sana dan sendirian, suara yang ia dengar tanpa wujud sudah sangat biasa baginya, semua yang terjadi seolah tak lagi membuat ia takut. Mungkin benar, dunia ini rusak tetapi pendengaran dan kejadian yang ia alami lah jauh lebih rusak.
"Terserah lo. Siapa pun kalian, berwujud manusia atau binatang. Gue gak peduli, stop mempermainkan hidup gue sialan!"
"Kamu yakin. Sekarang aku tanya. Di mana Anna? Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia bisa berada di rumah sakit? Lalu kenapa Arkan pelaku dari tabrak lari itu? Kamu seharusnya mencari tahunya Della. Aa, aku kasi clue yang menarik. Temukan lagi benda yang bisa kamu baca. Mungkin, jawabannya ada di dalam sana."
Della terpaku. Bisikan lembut yang seolah bergema di ruang telinganya mampu mengusik rasa penasaran Della. Ini lah ia dengan segala penasaran yang membuat Della tak mengerti sama sekali dengan dirinya.
"Apa gue bisa bebas?"
Tak ada jawaban yang terdengar setelah pertanyaan itu terlontar. Bangkit Della lalu mendongak mencari sumber suara beberapa detik yang lalu.
"Jawab gue! Kalian bisa mengeluarkan gue dari dunia sialan ini? Kenapa hening?"
"Aaaaa... Dasar setan, datang ada maunya doang, pas ditanya malah kabur. Sialan lo semua," pekiknya.
Percuma, berteriak pun tak akan mendapatkan hasil dan Della sadar itu. Seharusnya ia lebih pintar, jika clue yang dimaksud orang tak kasat mata tadi adalah diary, dan sekarang bukan saatnya untuk ngedumel bukan.
"Dasar diary buruk, gue harus datang lagi ke sana. Bagaimana jika Arkan masih berdiri di sana. Masa iya gue tersenyum damai kepada orang yang udah gue umpat dengan kasar. Mau ditarok di mana muka gue."
Melangkah iya sembari menggigit ibu jarinya, berputar di depan pintu beberapa kali, Della sungguh sangat frustasi.
"Apa gue bisa membawa buku itu keluar dari gudang?" Della bertanya kepada dirinya saat ia berhenti bergerak.
"Tapi, kalau gue belum sempat baca dan gue sudah keluar dari tempat aneh ini gimana?"
"Aaaa... Bikin pusing."
"Sepertinya gue harus kembali ke gudang," final Della yang diakhiri dengan hembusan napas lelah.
Celinguk ia melirik kiri kanan. Bahkan suara kaki Della sengajakan untuk berjinjit agar tak terdengar oleh Arkan di balik sana. Saat pintu gudang berhasil ia buka Della menutup lagi secara perlahan.
Di sana, seperti biasa, cahaya yang masuk hanya dari jendela kecil sedikit berdebu. Saat ia menatap buku yang masih tertera rapi seolah tak tersentuh membuat kebingungan datang lagi. Sekarang, ia tak ingin memusingkan itu, Della hanya membuka lembaran yang belum ia baca.
Satu tarikan kertas lagi. Tulisan besar di dalam sana masih membuatnya berpikir lebih keras. Sekarang mungkin bisa membuatnya menjadi gila.
"Membunuh? Dasar gila!"
A N N A D E L L A
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNADELLA [Tamat]
Short StoryHai. Selamat berpetualang di dunia Della Dunia Annadella Frasllyn tidak baik-baik saja. Kenapa? Karena ia melihat kematian dirinya dan kematian Araz beberapa kali. Mereka bilang, dunia ini hanya satu, lalu kenapa Della bertemu dunia lain hampir seti...