[29] MENGELUARKAN JIWA PSIKOPAT

262 35 0
                                    

Tawamu yang menjijikan berhasil mengeluarkan sisi psikopat yang selama ini tersimpan rapat. Bersiaplah menunggu waktu kedatanganmu.

---•••---

Melangkah Della di lorong yang tampak sangat sepi, gelap dan hawa dingin menyelimuti tubuh. Saat pintu gudang terbuka ketika ia memikirkan Anna, ruangan inilah yang muncul, bisa di lihat bahwa setiap langkah yang ditempuh Della ini adalah rumah sakit.

Sial, gadis itu tak mengingat nomor berapa kamar Anna. Semakin lama ia berjalan, tempatnya semakin tak tertuju, seolah tak ada ujung atau pun manusia sama sekali.

Bruk..

"Agh."

"Sorry."

Della mengangkat wajahnya, memegangi bahu yang baru saja ditabrak dengan kasar oleh wanita yang berdiri tepat di hadapannya. Tetapi.

"K-kamu," tunjuk Della sembari memundurkan dirinya ke belakang. Bergetar tubuh gadis yang sekarang diselimuti ketakutan, bagaimana tidak, ia masih sangat ingat saat kesakitan merobek daging bersamaan tulangnya waktu itu. Ia tak bisa bergerak bahkan meminta pertolongan.

Dua pilihan dari wanita bergincu merah yang sekarang tengah tersenyum ini masih terngiang di pikiran Della. Dan sekarang, dia datang lagi.

"M-mau apa kamu? Nyakitin gue lagi? Atau, mau membunuh? Oke, lakukan!"

Ia menyeringai. "Aku, bukankah tujuanmu ke sini untuk itu? Kenapa malah membalikan pertanyaan Della?"

"Siapa kamu sebenarnya?"

"Kamu gak perlu tahu tentangku gadis cantik, karena kamu tak akan bisa menggapai atau pun mencoba mencelakaiku."

Della hening beberapa saat sebelum ia kembali berucap. "Mencelakai? Kamu bercanda? Hidup gue bahkan diatur oleh orang-orang sialan itu, dipermainkan layaknya boneka bahkan disiksa tanpa ampun. Kamu bilang mencelakai? Oh, atau yang pertama kali kamu sebut, membunuh?"

Tertawa Della di sana, ia bekap mulutnya sendiri lantaran tak bisa menahan gelak kasar darinya. "Jangan berbicara seperti orang gila sialan! Lo bisa menyakiti gue kapan aja. Memberikan satu pilihan di antara pilihan yang rumit. Bukan, itu bukan sebuah pilihan melainkan jalan menuju kematian."

"Sekarang," Della mencoba mendekat, namun wanita itu tetap menujukkan jati dirinya, enggan beranjak karena ia tak mungkin takut kepada gadis lemah seperti Della. Sejengkal jarak mereka, Della menunjuk wajahnya.

"Lo bertanya gue akan mencelakai lo? Jikapun bisa, maka akan gue habisi lo hingga tak tersisa. Gue cabik-cabik tubuh cantik ini sampai hancur lebur. Itu yang selalu gue rapalkan di dalam sini, lo tahu. Jiwa psikopat gue baru saja keluar karena seringaian menjijikan dari wajah ini," tekannya. Ajaib, semua yang terlontar dari mulut Della berhasil membuat wanita itu memundurkan tubuh beberapa langkah, dan gurat dengan ekspresi takut darinya membuat Della mulai kebingungan.

"K-kamu... Apa baru saja kamu yang berbicara?" ia memutar tubuh, mendongak mencari sesuatu yang tak terlihat, sikap aneh baru saja yang Della lihat membuat ia bergidik ngeri, apa yang wanita ini cari, bagaimana bisa  wajah sok tegasnya berubah ciut hanya dengan ucapan yang Della yakini itu tak ngeri sama sekali.

"Siapa yang lo cari?"

"Della. Kamu gak bisa ngomong seperti tadi. Kamu gak akan mungkin berbicara begitu lantang atas pemikiran sendiri."

"Wanita gila."

Terdiam ia dengan tatapan yang masih tersorot kepada Della, sekarang dengan gurat tak percaya terbentuk di balik tatapan itu.

"Apa bisa lo minggir?"

"Apa yang akan kamu lakukan?"

"Bukan urusan lo!"

"Della," wanita itu mencekal lengan Della yang baru saja melewati tubuhnya. Dingin yang ia rasakan membuat keseluruhan dari dalam raganya mulai berdetak.

"Lepas!" sakit yang masih teringat membuat ia refleks menghempaskan dengan kuat cengkraman dari wanita tadi, mungkin sekuat-kuatnya tenaga sehingga tubuh tipis wanita itu ikut terdorong ke belakang.

"Setelah gue berhasil menyelesaikan segalanya dengan Anna, maka siap-siap giliran lo," ancam Della lalu melangkah untuk maju.

Sedangkan ia, mematung tak bersuara. Tenaga kuat mulai melemah sehingga kakinya tak lagi bisa menampung tubuh sendiri. Ia, terjatuh di lantai.

"Sera, kamu telah kalah."

"Siapa Della. Kenapa bisa dia mengatakan kalimat tanpa berpikir. Ini bukan dari kalian, kan?"

"Seharusnya kamu menjalani ini hingga akhir bukan? Kenapa malah menjadi lemah dan penakut seperti ini?"

"Apa yang akan saya lakukan jika Della saja sudah berani mengancam. Kalian semua tahu, jika Della telah berhasil berucap, maka akan terjadi."

"Itu resiko Sera. Kamulah yang menginginkan tempat ini, suatu saat ini semua akan menghilang dan digantikan oleh orang baru."

"GAK! SAYA GAK MAU PERGI DARI SINI. TOLONG, BERIKAN SAYA WAKTU LEBIH LAMA, SAYA HANYA SENANG BERMAIN DI SINI. TOLONG!"

A N N A D E L L A

Della terdiam, bukan ada sesuatu yang menghalang jalannya, bukan pula wanita di luar yang mengusik langkahnya. Melainkan, pintu kamar yang tak asing dalam penglihatannya. A kosong lima.

"Ini, angka ini? Di mana gue pernah menemuinya?" tanya Della sembari menunjuk ruangan yang masih tertutup. Dalam semua pikiran yang bertengkar hebat ia memilih diam tak berkutik.

Cukup lama keheningan menyelimuti suara tangisan terdengar. Mereka memanggil...

"Anna. Hiks, bangun Na. Gue di sini. Gue akan selalu ada buat lo."

"Anna?"

Bergegas Della mendekat lalu membuka pintu itu dengan sangat lebar, bukan Anna yang pertama kali bertemu dengan sorot tajam matanya, melainkan pisau kecil yang terletak di samping buah, hal itu membuat seluruh raganya bergejolak singkat.

"Della."

Della melengos. Ia memandangi Iraya yang tengah memegangi jemari rapuh dari gadis terbaring lemah dengan bantuan beberapa alat. Ia memutar wajah, menelisik Azka dan Sofia berdiri sambil bergandeng tangan.

Ketiga dari orang yang sudah meninggal dalam tulisan di buku diary rusak itu berada di hadapan matanya saat ini. Apa yang ada dipikiran Della. Hantu, ajaib, aneh. Atau gila. Entahlah, semua yang berputar enggan berhenti untuk menjawab satu saja pertanyaan.

"Ngapain lagi lo ke sini?"

"Gue ingin bertemu dengannya. Ada banyak hal yang akan gue bicarakan dengan Anna Ra."

"Ra? Siapa yang lo panggil?" tanya Azka dengan intonasi sedikit meninggi. Dari cara bicara bahkan tatapan matanya, lelaki itu jelas menyimpan begitu banyak kebencian namun tak diketahui sama sekali oleh Della.

"Nama gue Yeri sialan!"

Della bungkam. Napasnya terembus gusar, kenapa Iraya yang ia kenal dengan suara lembut sekarang berubah bahkan berani menyumpahinya. Meskipun Della tahu semua bisa saja menjadi tak biasa, tetapi kenapa kekecewaan selalu datang untuk mengusik dirinya.

"Lagipula, apa yang akan lo bicarakan kepada orang yang sekarat. Dia bisa terbunuh dengan kata-kata lo nantinya Della, jadi gue mohon, pergi dari sini. Tolong," pintanya.

"Lo tahu isi pikiran gue?"

A N N A D E L L A

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang