Selaksa Luka

107 14 2
                                    

Mendefinisikan bahagia bagi setiap orang itu berbeda. Tapi bagiku, bahagiaku adalah mencintaimu. Sekalipun aku harus terluka berulang kali.

NOT MY DESTINY 

Perjalanan pulang dari Alun-Alun Utara terasa sangat lama dan membosankan. Berbeda dengan saat mereka berangkat tadi. Hal itulah yang dirasakan Nanda, dan semua itu bermula dari Mandala yang menerima telepon dari kekasihnya. Dan Mandala pun lantas mengajak pulang.

Dalam hati, Nanda terluka. Dia merasa Mandala lebih memprioritaskan pacarnya daripada dirinya yang merupakan sahabat sejak kecilnya. Bukankah itu terlalu egois?

Nanda tahu, dia salah. Tapi hatinya tidak bisa menerima kenyataan itu. Kenyataan bahwa ada orang lain selain keluarga Mandala yang menjadi prioritas pria itu.

"Cewek kamu kenapa?" Nanda memberanikan diri bertanya, bukan kepo tapi berusaha menutupi lubang baru di hatinya.

Mandala menarik napas pelan, sejak menerima telepon dari sang kekasih dia lebih banyak diam.

"Mamanya masuk rumah sakit."

Nanda mangguk-mangguk sedikit paham dengan perubahan Mandala. Mungkin pria itu mengkhawatirkan keadaan calon mertuanya. Nanda benci mengakui hal itu.

"Dia udah nggak punya Papa, Nan. Dia sekarang hanya berdua sama Mamanya. Makanya aku khawatir waktu dia kabarin Mamanya masuk rumah sakit."

Waw. Nanda tersenyum pahit mendengar pengakuan Mandala yang berhasil menambah lubang di hatinya.

Aku selalu sendiri, Mandala. Tapi kamu nggak pernah khawatir ke aku.

"Aku duluan, ya," pamit Mandala. Pria itu mengayuh sepedanya mendahului Nanda sementara, Nanda hanya bisa memandang punggung Mandala yang semakin menjauh. Tiba-tiba pandangannya memburam, genangan air mata memenuhi pelupuk matanya. Sungguh, Mandala tidak bisa mengerti perasaannya.

"Tuhan, tolong. Katakan ini bukan akhir."

Memendam rasa seorang diri itu menyakitkan. Hatinya selalu sakit jika mendapati Mandala dalam mode seperti ini, meski begitu Nanda tidak pernah berpaling dari cintanya terhadap Mandala.

"Hati, tolong kuat. Ini bukan pertama kali kita merasakannya, aku mohon ... selalu kuat," gumam Nanda. Sebisa mungkin dia menghibur dirinya sendiri, memohon agar kuat walau berulang kali dia dihantam luka.

Sementara Mandala, pria itu terus mengayuh sepedanya tanpa berbalik. Hatinya ingin berbalik dan memastikan Nanda menyusulnya, tapi egonya terlalu tinggi untuk melakukan itu. Dia sudah memiliki komitmen bersama Hera, wanita yang sudah dia titipkan hatinya.

Ini adalah cara terbaik bagi Mandala untuk menjaga persahabatannya dengan Nanda agar baik-baik saja. Dia tidak boleh membiarkan perasaan pribadinya merusak persahabatan keduanya yang sudah terjalin sangat lama.

"Sorry, Nan. Aku ingin yang terbaik untuk kita dan ... ini yang terbaik buat kita," gumam Mandala. Dalam diam Mandala mengayuh sepedanya tanpa memberi kesempatan untuk melihat ke belakang.

Ketika Mandala benar-benar menghilang dari pandangannya, Nanda menangis. Mengeluarkan suaranya sakit hatinya di pagi ini. Angin di jalan berhembus pelan, menyapu wajahnya yang penuh dengan kesedihan. Meski tahu apa yang dia lakukan sangat menyiksa dirinya, Nanda tidak pernah berpikir untuk berhenti. Karena jika dia berhenti mencintai Mandala, dia akan kehilangan separuh hidupnya.

"Ini pilihanku. Dan, aku sudah siap menerima semuanya."

***


NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang