Kulacino ||Bekas air di meja akibat dingin atau basah||

71 10 6
                                    







Nanda memasuki rumah dengan hati yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Ternyata dia hanya terbawa keadaan yang semu, dia hanya dihadapkan pada fatamorgana. Dia tertipu oleh manisnya kata-kata dan perlakuan Mandala. Namun pada akhirnya dia kembali dijatuhkan oleh fakta bahwa Mandala akan selalu menomor satukan kekasihnya.

Bi Mina dan pak Jali yang berdiri di ruang tamu hanya melongo melihat Nanda masuk tanpa menyapa mereka. Kedua tampak bingung melihat Nanda yang tiba-tiba sudah masuk rumah padahal mereka tidak melihatnya keluar sejak tadi.

Masih dengan suasana yang suram Nanda berjalan terus tanpa mengucapkan salam. Kakinya perlahan mulai menapaki satu per satu anak tangga menuju kamar. Dia ingin mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Hari ini terlalu banyak aktivitas yang menguras tenaganya. Bukan hanya tenaganya yang terkuras tapi juga hatinya pun demikian. Dan semua itu diakibatkan oleh Mandala. Pria yang merupakan mood booster-nya. Menyedihkan sekali, kan?

"Pak, Non Nanda kenapa, ya? Auranya suram sekali," kata Bi Mina dengan raut wajah yang sedih. Dia pun ikut merasa sedih ketika melihat majikan mudanya itu bersedih seperti ini. Pak Jali hanya menggeleng pelan, tidak tahu juga. 

"Apa Ibu perlu telepon Tuan sama Nyonya?" Bi Mina meminta saran pak Jali. Mungkin dengan menelpon kedua orang tua Nanda bisa membantu mengembalikan keceriaan di wajahnya. 

"Jangan, Bu. Tuan sama Nyonya pasti sibuk. Hal ini biar kita aja yang urus. Nanti Ibu coba ngomong sama Non Nanda. Tanya ke Non Nanda mau makan apa, mungkin dengan Ibu masak makanan yang disukai bisa mengembalikan senyum Non Nanda," ungkap pak Jali. Sepanjang pengalamannya makan makanan kesukaan bisa memperbaiki mood seseorang. Mungkin mereka bisa mencoba ini untuk Nanda.

"Kayaknya boleh tuh, Pak. Nanti Ibu coba tanya ke Non Nanda," balas bi Mina.

Jika pak Jali dan bi Mina tengah memikirkan bagaimana mengembalikan keceriaan di wajahnya, Nanda justru sebaliknya. Yang dilakukannya adalah berbaring di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya yang penuh dengan lipatan kertas origami.

"Kapan semua ini akan berakhir? Aku lelah," keluh Nanda. Dia mungkin sudah mencapai batasannya untuk terus memahami hatinya yang tidak pernah bisa berpaling dari Mandala. Padahal, dia sudah kewalahan menanggulangi sakit di hatinya.  Tapi dia tetap tidak bisa menjauh apalagi mengganti sosok Mandala dengan pria lain.

"Papa, Mama, Nanda harus apa? Nanda takut kehilangan Mandala," bisik Nanda dalam kesunyian kamarnya.


***


Mandala memasuki rumah dengan wajah lelah. Seharian ini dia harus menguras otaknya untuk menenangkan dua wanita yang penting baginya. Yang satu kekasihnya dan satunya lagi sahabatnya. Dan Mandala akan meledak jika tidak bisa menghilangkan kesedihan di antara keduanya. Dia benar-benar tidak rela jika melihat senyum manis yang biasa menghiasi wajah kedua wanita kesayangan ternodai oleh kesedihan. Mandala tidak akan bisa tidur dengan tenang kalau seperti itu.

Begitu melewati ruang keluarga Mandala tersenyum melihat kedua orang tuanya tampak tengah berbicara. Mandala menghampiri ayah dan bundanya dengan menyalami tangan keduanya. Mandala langsung mengambil tempat duduk di sebelah sang ayah yang tampak tenang membaca sebuah buku.

"Gimana keadaan Mamanya Hera?" Mandala yang baru saja duduk tenang langsung dilempar pertanyaan dari sang bunda. Mandala menoleh ke samping, melihat bundanya yang tengah menata bunga mawar ke dalam pot. 

"Nggak terlalu baik, Bunda. Untuk sementara Tante Indira harus dirawat di rumah sakit sampai membaik," ujar Mandala dengan wajah yang tampak sedih. Melihat keadaan tante Indira yang cukup serius sangat mengganggu pikirannya. Belum lagi ekspresi Hera yang seperti mayat hidup semakin menambah beban pikiran Mandala. 

"Apa itu nggak mengganggu proyek yang sedang kalian tangani sekarang, Mas? Apa Hera masih bisa membagi waktunya antara pekerjaan dan mengurus Mamanya?" Arya menutup bukunya, menatap sang putra yang kini terlihat lusuh. Seorang Mandala Garda Mahesa ternyata bisa kewalahan juga. Ningrum yang tidak mengerti arah pembicaraan suaminya memilih diam.

Mandala menegakkan duduknya, memilih posisi yang nyaman untuk memulai pembicaraan serius dengan sang ayah. "Untuk sekarang semuanya masih berjalan lancar, Yah. Dan urusan perusahaan Hera sudah menunjuk seseorang untuk menggantikan dia sementara waktu."

Kening Arya berkerut mendengar jawaban putranya. Terlihat sekali Mandala begitu enteng menghadapi semua ini. Padahal proyek yang tengah ditangani Mandala dan Hera adalah proyek yang sangat besar nilainya. Salah sedikit bisa mengakibatkan kerugian besar pada perusahaan.

"Apakah orang pilihan Hera bisa dipercaya?" tanya Arya sangsi. Dia sudah berpuluh-puluh tahun berkecimpung di dunia bisnis. Di dalam bisnis semua bisa berubah dalam sekejap mata hanya karena uang. Siapa pun bisa saling menipu untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Mandala mengenali nada bicara sang ayah yang sarat akan keraguan. Dia harus menjelaskan lebih rinci lagi untuk mematahkan keraguan ayahnya.

"Hera yang bilang sendiri ke Mandala kalau orang yang dipilihnya adalah orang yang bisa diandalkan, Yah."

"Siapa?"

"Om Dewa. Kata Hera dia orang kepercayaan Papanya," ujar Mandala. Kali ini kening Mandala yang tampak berkerut melihat ayahnya mengangguk kecil. Keraguan yang tampak pada wajahnya mulai berkurang. 

"Ayah kenal Om Dewa?" tanya Mandala penasaran. 

"Kenal. Ayah pernah bertemu dengannya beberapa kali. Dia orang yang sangat berbakat dalam dunia bisnis. Cerdas dan memiliki koneksi yang luas."

Mandala terdiam, pantas saja Hera tanpa ragu memilih pria yang bernama om Dewa itu untuk menggantikannya. Ternyata pria itu benar-benar berkompeten di bidangnya.

"Oh iya, Dewa juga punya anak seusia kamu. Ayah dengar-dengar dia membangun usahanya dari nol dan sekarang sudah berkembang pesat. Namanya Dion."

"Ayah kenal baik sama mereka?" Ningrum yang sejak tadi diam memperhatikan akhirnya angkat bicara. Dia cukup banyak mengenal relasi sang suami, tapi untuk pria bernama Dewa ini masih terasa asing di telinganya.

Arya menatap sang istri dengan senyum manis yang terukir di bibirnya. "Kenal Bun. Ayah kenal anaknya Dewa karena dia pernah menjadi salah satu peserta di seminar bisnis yang pernah perusahaan kita buat," jelas Arya.

Mandala kian penasaran dengan sosok om Dewa dan putranya yang bernama Dion. Kalau ayahnya sangat mengenali seseorang walau tidak ada ikatan keluarga atau urusan bisnis pasti orang-orang itu memiliki kemampuan yang baik. Karena ayahnya selalu mengingat dengan baik orang-orang yang memiliki kapabilitas dan kualitas yang baik. Tidak peduli bagaimana latar belakang sosialnya.

"Mas, kamu harus menunjukan kemampuanmu. Buktikan kalau kamu adalah penerus Ayah. Jangan sampai mempermalukan perusahaan kita di depan Dewa," tegas Arya dengan pandangan tajam ke arah Mandala.

"Ayah tahu Mandala nggak pernah mengecewakan Ayah dalam urusan pekerjaan. Serahin semua sama Mandala, Ayah hanya perlu menilai hasilnya," balas Mandala sombong.

Arya tersenyum bangga melihat kepercayaan diri putranya. Untuk urusan pekerjaan Mandala terbaik di bidangnya. Tidak sia-sia Arya menguras isi kantongnya untuk membayar mahal biaya sekolah Mandala.

Hanya saja, untuk urusan asmara Mandala masih berada di level bawah. Dia masih perlu banyak belajar. Arya tidak bisa memberi pujian kalau soal urusan asmara Mandala. Berdasarkan kenyataan yang terjadi, Mandala selalu mendapat nilai buruk dalam hal asmara. Dia terkenal suka gonta-ganti pasangan. Dan memiliki catatan pacaran yang terbilang sangat pendek. Paling lama hanya satu atau dua bulan. 


NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang