Distorsi || Pemutarbalikan suatu fakta ||

66 9 8
                                    

Sudah sadar belum? Sadar bahwa yang kamu cintai selama ini justru memberimu luka bukan bahagia.

NOT MY DESTINY 







Dentingan sendok dan garpu saling beradu di atas piring. Ruang makan terasa sangat tenang, tidak ada saling bertukar cerita. Keempat manusia yang duduk di kursi lebih memilih menikmati keheningan yang ada. Namun entah mengapa Mandala merasa seperti ada yang berbeda. Terutama Nanda, ada sesuatu yang mengganggunya. Mandala yakin itu. 

Mandala diam-diam melirik Nanda yang duduk di hadapannya, wanita itu tampak tenang. Dari cara dia memegang sendok, meneguk minuman pun tidak luput dari penglihatan Mandala. Nanda yang tampak tenang seperti ini terasa sangat mengusik pikiran Mandala. Tiba-tiba saja dia merasa sangat tidak mengenal Nanda yang ada di hadapannya. Tanpa sadar Mandala menghembuskan napasnya dengan keras. Gerakan tanpa aba-aba itu membuatnya menjadi pusat perhatian.

Anisa menatap Mandala dengan senyum  lembut yang mengingatkan Mandala pada bundanya. Dengan pelan dia berkata, "Makanannya nggak enak, ya? Tante perhatikan dari tadi kamu kayak enggak semangat gitu makannya."

Menggelengkan kepalanya, Mandala langsung membantah pertanyaan tidak mengenakan itu. "Nggak, Tante. Makanan buatan Tante Anisa masih sama kayak biasa. Selalu enak. Mandala cuman kepikiran orang rumah aja," kilah Mandala. Lidahnya memang sudah tidak meragukan cita rasa makanan tante Anisa. Dari waktu ke waktu kemampuan tante Anisa soal mengolah makanan memang tidak perlu diragukan lagi. 

"Kepikiran orang rumah atau kepikiran anak orang?" tanya om Rafka dengan senyum jahil. Pikirannya langsung menuju pada kekasih Mandala, sebab, Mandala terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu. 

"Nggak Om. Mandala--" ucapan Mandala tertahan, sebab pergerakan Nanda yang tiba-tiba berdiri dari kursinya.

"Nanda duluan ke kamar, Pa, Ma," ucap Nanda sambil mengangkat piringnya menuju wastafel. Begitu berbalik, dia mendapati Mandala tengah menatapnya lembut. Namun Nanda tidak peduli, lebih tepatnya tidak ingin peduli. Hatinya masih perih akibat pernyataan Mandala beberapa jam yang lalu.

Melamar Hera.

"Dasar egois!" gumam Nanda. Sungguh, memikirkan hal itu membuat Nanda merasa tercekik. Semakin lama dia duduk di meja makan, semakin perih hatinya. Untuk itu, Nanda memilih pergi. Tidak masalah kalau sikapnya barusan membuatnya terlihat aneh, yang penting hatinya terselamatkan.

Kepergian Nanda menyisakan tanda tanya besar bagi kedua orang tuanya, terutama Rafka. Dia tidak tahu apa yang membuat putri semata wayangnya bertingkah aneh. Padahal sebelumnya Nanda baik-baik saja.

"Nanda kenapa, Ma?" Rafka menatap istrinya meminta penjelasan, setahunya Nanda tadi masih dalam suasana yang ceria ketika memanggilnya dan Mandala untuk makan. Anisa menggeleng. Lalu Anisa menatap Mandala yang masih mengarahkan pandangannya pada tangga melingkar yang tadi dilalui Nanda. 

"Mandala." Mandala terkejut, dia dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah tante Anisa. 

"Iya, Tante."

"Tante minta tolong ke kamu. Tolong kamu cari tahu kenapa Nanda seperti tadi. Tante merasa ada sesuatu yang membuat dia sedih. Tante yakin, kalau Tante yang nanya dia pasti enggak bakalan mau jujur. Kamu tahu Nanda, kan, Mandala. Dia nggak ingin Om dan Tante ikut pusing memikirkan masalahnya," ujar Anisa. 

Selalu Mandala, baik Anisa ataupun Rafka selalu mengandalkan Mandala untuk segala hal yang menyangkut Nanda. Hal sederhana yang justru ikut membantu Nanda untuk semakin terikat dengan Mandala. Tanpa berpikir panjang, Mandala langsung mengiyakan apa yang dipinta tante Anisa. Tidak bisa dipungkiri bahwa sikap Nanda barusan sangat-sangat mengganggu Mandala. 

NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang