Eksperimen || Suatu percobaan yang sistematis dan terencana|

71 9 0
                                    

Selesai makan malam, Mandala langsung pamit pada kedua orang tuanya untuk ke kamar. Dia beralasan masih ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Padahal, Mandala hanya ingin menyendiri di dalam kamarnya.

Mandala berbaring di atas tempat tidurnya tanpa menghiraukan laptop tergeletak di atas karpet, beberapa map yang berserakan. Malam ini, semangat kerja yang selalu melekat di dalam diri Mandala perlahan memudar.

Mendesah lelah, Mandala perlahan memejamkan mata sambil berusaha mengatur napasnya. Menenangkan pikirannya yang tengah bercabang ke mana-mana sampai-sampai pekerjaan yang menumpuk pun tak mampu mengalihkan perhatian Mandala.

Walau berusaha menenangkan pikirannya, Mandala tetap tak bisa menemukan ketenangan. Kepalanya penuh dengan Nanda dan Hera. Pertama, tentang sikap Nanda yang tiba-tiba berubah pendiam sejak pulang dari rumah sakit mengunjungi ibunya Hera. Kedua, kebohongan yang Mandala katakan pada Hera.

Memikirkan Hera, Mandala jadi bingung bagaimana dirinya harus bersikap pada kekasihnya. Jujur, Mandala tidak berniat berbohong. Tetapi, dia juga tidak mungkin jujur dan mengatakan jika dirinya mengurangi tempat hiburan malam demi menenangkan diri. Bisa-bisa, Hera akan berpikir yang macam-macam.

Ketika tengah dipusingkan dengan kedua wanita kesayangannya, telinga Mandala menangkap bunyi pintu yang terbuka. Walau tak melihat orang yang diam-diam masuk ke kamarnya, Mandala tahu dengan pasti siapa orang itu.

"Miranti, Mas tahu itu kamu," ucap Mandala tanpa membuka matanya. Dan, beberapa detik kemudian kasur Mandala bergerak. Miranti sudah berbaring di sebelah sang kakak.

"Mas, Miranti bobo sini, ya?" bisik Miranti, wajahnya kini disembunyikan di dada Mandala.

Mandala membuka mata, tangannya terangkat mengusap punggung sempit sang adik.

"Kenapa mau bobo sama Mas? Pasti habis nonton film horor, kan?" tanya Mandala lembut. Seingatnya, Miranti akan merengek ingin tidur dengan kedua orang tua mereka atau bersama Mandala saat dia menyelesaikan satu film horor. Miranti takut hantu difilm tiba-tiba mendatanginya. 

"Hm." Miranti hanya bergumam. Malam ini sampai beberapa malam ke depan, dapat dipastikan Miranti akan menginap di kamar Mandala sampai rasa takutnya menghilang

"Mas, Miranti tidur sini, ya? Boleh, kan?" tanya Miranti sambil menatap Mandala yang kini tengah menatap balik dirinya.

"Boleh."

"Tapi jangan ninggalin Miranti sampe Miranti tidur, Miranti takut soalnya. Takut hantu yang di film horor itu datang, Mas."

Ya ampun! Mandala jadi gemas dengan ucapan adiknya. Miranti memang suka berfantasi berlebihan jika menyangkut hantu. Meski begitu, adik satu-satunya Mandala itu tetap menyukai film horor.

Menuruti keinginan Miranti, Mandala mendekap tubuh sang adik erat. Berusaha memberikan perlindungan agar rasa takut Miranti berkurang dan dapat tertidur. Sampai beberapa menit berlalu, Mandala diam-diam mengintip adiknya. Dan, mendapati Miranti masih terjaga.

"Kenapa belum tidur? Masih takut?" Mandala membelai pelan rambut hitam Miranti, rambut yang diwariskan dari sang bunda.

Miranti menggeleng, tangannya bergerak mengucek matanya yang sudah memerah.

"Mas."

"Ya."

"Miranti mau tanya, boleh?"

Mandala mengernyit, bingung dengan tingkah Miranti yang sedikit berbeda. Biasanya, kalau sudah ketakutan menonton film horor Miranti akan langsung tertidur. Tetapi, sekarang tidak.

"Boleh, dong. Mau tanya apa emang?"

Sejenak, Miranti terdiam. Gadis manis dalam pelukan Mandala itu tengah menimang kata-katanya yang sudah bersarang di dalam kepalanya dan membuat rasa penasarannya tinggi. Sejak kejadian menguping pembicaraan sang kakak dan ayahnya, Miranti jadi penasaran seperti apa sosok kekasih baru kakaknya. Apakah masih seperti pacar-pacar Mandala sebelumnya?

NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang