Anxiety ||Kekhawatiran dan rasa takut yang intens dan berlebihan ||

71 5 0
                                    

Jangan menipu diri sendiri untuk membuat orang bahagia.

NOT MY DESTINY





Senyum yang menghiasi wajah itu lenyap bagai disapu badai. Hera merasa tidak dihargai sama sekali oleh Nanda. Apa maksudnya wanita itu memutuskan sambungan teleponnya dan Mandala? Apa karena dia sahabat berharganya Mandala sehingga berhak bertingkah sesuka hati? Berbagai spekulasi buruk itu memenuhi ruang di dalam kepala Hera. Namun dia sebisa mungkin menyembunyikan kekesalannya pada Nanda.

Sabar itu tidak pernah ada batasnya. Itu benar. Namun, Hera merasa dia tidak bisa mencapai hal itu. Kesabarannya seperti sebuah bongkahan es, dapat mencair dan habis pada saatnya nanti. Entah bagaimana Hera harus bersikap jika nanti bertemu Nanda. Yang jelas, Hera tidak lagi respek pada Nanda. Sekarang, dimatanya Nanda adalah benalu yang menumpang dalam hubungannya dan Mandala.

Ponsel yang berada dalam genggamannya hampir melayang ke dinding rumah sakit, kalau saja tidak ingat saat ini ada Miranti bersamanya. Mau tidak mau Hera harus menahan segala kekesalan yang berkobar dalam hatinya. Hari ini, keluarga Mandala turut datang ke rumah sakit untuk membantu Hera. Tante Indira akan keluar dari rumah sakit.

"Mbak Hera, udah selesai nelpon belum? Mas Mandala udah naik pesawat ya?" tanya Miranti yang sejak tadi memperhatikan Hera. Dengan senyum palsu di wajahnya, Hera mendekati calon adik iparnya yang sejak tadi menunggunya.

"Iya, Mas Mandala udah di pesawat jadi teleponannya udahan dulu. Ayo, kita ke kamar!" Hera menggenggam tangan mungil Miranti dan membawanya ke kamar mamanya. Di tangannya di menenteng plastik berisi bakpao yang baru saja dibelinya bersama Miranti.

Bibir Miranti tersenyum lebar saat Hera menggenggam tangannya. Padahal, kedekatan keduanya baru terjalin beberapa hari. Namun Miranti merasa Hera sudah seperti Nanda, tidak ada lagi rasa canggung saat berdekatan bersama Hera. Dimata Miranti, Hera itu seperti ibu peri. Wanita yang akan menjadi calon kakak iparnya itu sangat baik, lembut, penyayang dan begitu perhatian. 

"Mbak Hera."

"Hm."

"Miranti nggak sabar nunggu Mas Mandala jadiin Mbak Hera jadi istrinya," ujar Miranti dengan senyum yang mengembang di bibir mungilnya. "Kalau Mbak Hera udah jadi istrinya Mas Mandala, Miranti bakalan ada teman mainnya."

Hera hanya menanggapi dengan tawa pelan. Dia tidak tahu nasib hubungannya dan Mandala kedepannya. Jujur, Hera merasa sakit hati dengan apa yang Nanda lakukan padanya. Melihat bagaimana Nanda bisa bertindak sesuka hati pada Mandala, Hera mungkin akan mengambil langkah tegas pada sahabat kesayangan Mandala. 

Hera menarik napas lama sebelum membuka pintu kamar inap mamanya. Dengan topeng baik-baik saja Hera melempar senyum pada ketiga orangtua yang sejak tadi sudah menunggu kehadirannya dan Miranti.






***





Hera tidak bisa berbuat apa-apa ketika semua barang-barangnya sudah diangkut oleh supir keluarga Mandala. Buka hanya itu saja, Arya dan Ningrum juga turut membayar semua biaya pengobatan Indira. Hera tidak bisa melakukan apa pun, kedua orangtua Mandala selalu berkata bahwa dia akan segera menjadi istri Mandala untuk itu Hera tidak boleh menolak apa yang mereka lakukan.

Dengan segala kekuasaan Arya Mahesa, Hera dan mamanya hanya duduk santai dan semuanya selesai. Seperti saat ini, Hera duduk di sebelah mamanya. Mobil yang membawa mereka menuju rumah dikendarai langsung oleh supir keluarga Mandala. Dan mobil kedua orangtua Mandala mengikuti dari belakang. 

"Mama sekarang nggak khwatir sama masa depanmu, Her. Keluarga Mandala sangat menyayangi kamu. Mama senang akhirnya kamu mendapatkan pria yang benar-benar tulus mencintaimu, Sayang," ujar Indira sambil mengusap kepala Hera yang berbaring di pahanya. 

NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang