Bianglala boleh memiliki banyak warna, tetapi aku tidak membutuhkannya untuk membuat hidupku berwarna. Karena bagiku, memilikimu sudah lebih dari cukup untuk membuat hidupku berwarna.
NOT MY DESTINY
Wanita itu selalu digambarkan sebagai sosok yang kuat. Hal ini sudah terbukti dan semesta tidak mendustai kebenaran itu. Ada banyak indikator yang menjadi tolok ukur. Salah satunya adalah wanita dapat menyembunyikan luka di balik senyum. Tidak peduli seberapa sakitnya luka yang mereka terima. Hati wanita tetap bertahan meski tempat untuknya berpijak dipenuhi dengan pecahan kaca. Dan Nanda kini berada di tahapan itu. Dia harus pandai-pandai menyembunyikan luka di balik senyum demi bisa terus berada di sisi sang pujaan hati.
Senyum Mandala mengembang, tatapan matanya penuh dengan kebahagian. Dengan lembut dia melepas cincin yang melingkar di jari manis Nanda. Lalu meminta pada pelayan tokoh bahwa dia akan membeli cincin itu. Begitu pelan tokoh menerima cincin dari Mandala, pria itu kembali menambahkan bahwa dia ingin cincin yang baru. Yang serupa dengan cincin yang sebelumnya.
Nanda tidak berkomentar apa-apa. Namun ketika dia melihat apa yang dilakukan pelayan tokoh itu, mengganti cincin yang tadi dicobanya dengan yang baru, Nanda menggigil. Tidak menyangka Mandala tidak mengambil cincin yang tadi dicobanya. Apakah karena itu bekas Nanda? Bukankah Mandala lah yang meminta Nanda mencobanya? Lalu, kenapa harus memilih yang lain? Bagaimana kalau ukurannya ternyata tidak sama? Berbagai macam pertanyaan itu berseliweran di kepala Nanda.
Ketika Mandala menyodorkan ATM miliknya pada pelayan toko, dia sempat melirik Nanda yang asik memandang deretan cincin berlian itu. Seulas senyum terukir di bibirnya. Tiba-tiba sebuah ide melintas di dalam kepalanya.
"Kamu mau?" Nanda mengalihkan pandangannya dari deretan cincin indah ke wajah Mandala. Keningnya berkerut, tidak paham dengan pertanyaan Mandala.
Mandala kembali mengulang pertanyaannya. "Kamu mau cincin juga? Pilih aja nanti aku yang bayar. Anggap ini sebagai hadiah karena kamu sudah membantuku memilih cincin untuk Hera."
"Aku mau cincin yang tadi." Nanda terkejut dengan kalimat spontan yang meluncur tanpa beban dari bibirnya. Selepas itu dia langsung menutup bibirnya dengan telapak tangan. Sementara Mandala, dia tertawa.
"Sudah kuduga. Cincin itu memang cocok untukmu," kata Mandala.
Nanda masih bergeming, otaknya terus berpikir kenapa bibirnya tidak bisa menahan diri. Astaga. Saat Nanda masih sibuk mengutuk bibirnya yang asal ceplas-ceplos, tiba-tiba sebuah kotak kecil di letakkan di hadapannya.
"Dari Swiper, buat Dora," ujar Mandala, dengan seulas senyum manis yang tersungging di bibirnya. "Sahabat terbaik aku."
Krek. Ada yang patah, tetapi bukan ranting. Tatapan Nanda terkunci pada kotak kecil di hadapannya.
Ya Tuhan!
"Jangan diliatin aja. Ambil dong. Aku beli ini buat kamu. Jarang-jarang kan aku kasih kamu hadiah. Biasanya aku cuman bawa kamu makan sama jalan-jalan aja," ungkap Mandala. Sudut bibirnya tertarik ke atas, senyum bulan sabit menghiasi wajahnya yang tampan.
Dengan satu gerakan Nanda membawa tubuhnya memeluk Mandala. Sungguh, Nanda tidak bisa mendefinisikan bagaimana perasaannya saat ini. Dia bahagia. Senang. Terharu sekaligus sedih. Sedih karena cincin yang diberikan Mandala padanya hanya sebatas hadiah untuk hubungan persahabatan mereka. Tidak lebih.
Mendapat pelukan tiba-tiba dari Nanda, tubuh Mandala menegang seketika. Selama beberapa detik dia hanya bergeming. Namun begitu Mandala tersadar, kedua lengan sudah membalas pelukan Nanda tak kalah erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT MY DESTINY [TAMAT]
ЧиклитDi persimpangan. Kita berdua menapaki jalan yang sama menuju rumah. Aku pikir, rumah kita sama. Namun aku keliru, aku salah. Rumah kita berbeda. Sepanjang jalan udara terasa menyiksa, kabut kesedihan menemani setiap langkah yang kita lalui. Ini ce...